Jumat, 30 September 2016

Jauhilah Empat Perkara Yang Membinasakan Bag 1

dosa

Sesungguhnya banyak sekali amal-amal shalih yang dituntunkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia yang memiliki pahala berlipat ganda. Akan tetapi selain itu, seorang hamba harus menjauhi segala perkara yang akan merusak amalannya. Jika tidak, maka amalannya akan sia-sia, dan dia tidak akan mendapatkan manfaatnya. Di antara perusak amal yang harus di jauhi adalah empat perkara berikut ini:

1. DOSA DAN KEMAKSIATAN

Dosa dan kemaksiatan, dua perkara yang paling banyak menggugurkan kebaikann dan memberatkan timbangan keburukan. Melakukan satu perbuatan dosa, seperti zina, atau melanggar larangan Allah Azza wa Jalla ketika sendirian, sudah cukup untuk menggugurkan kebaikankebaikan walaupun sebesar gunung. Di dalam sebuah hadits disebutkan:

Baca juga : Orang Yang Akan Bergembira Dengan Syafa'at Rasulullah

Dari Tsauban, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda, "Aku benar-benar mengetahui rombongan-rombongan orang dari umatku, mereka akan datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikankebaikan sebesar gunung Tihamah yang berwarna putih, akan tetapi Allah Azza wa Jalla akan menjadikannya sebagai debu yang berhamburan".

Tsauban radhiyallahu ‘anhu berkata, "Wahai Rasulullah! Terangkan sifat mereka kepada kami! Terangkan keadaan mereka kepada kami, agar kami tidak termasuk golongan mereka padahal kami tidak mengetahui!" Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Sesungguhnya mereka itu adalah saudara-saudara kamu, dan dari kulit kamu, mereka mengisi sebagian malam sebagaimana kamu mengisi, namun mereka adalah rombongan-rombongan orang yang jika menyendiri, mereka melanggar perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah". (HR. Ibnu Majah, no. 4245; dishahihkan oleh syaikh al-Albani; syaikh Salim al-Hilali dan lainnya).

Oleh karena itu kewajiban kita untuk bertakwa kepada Allah dimana saja berada, baik ketika sendirian atau ketika bersama banyak orang. Begitulah yang diwasiatkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam haditsnya:

Dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, "Bertaqwalah kepada Allah dimana saja engkau berada; Iringilah keburukan dengan perbuatan baik! Niscaya kebaikan itu akan menghapusnya; Dan bergaullah dengan manusia dengan akhlaq yang baik". (1)

Bersambung...

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

1. HR. Ahmad, 5/153, 158, 177, 236; At-Tirmidzi, no. 1987; Ad-Darimi, 2/323; Al-Hakim, 1/54; At-Thabrani dalam Mu'jamul Kabir, 20/145, Mu'jamul Ausath, 4/125, Mu'jamus Shaghir, no. 350. Dimuat oleh Imam Nawawi dalam Arba'in, no. 18. Hadits dinilai sebagai hadits yang hasan oleh oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahihul Jami', no. 97

Hakikat Zuhud Terhadap Dunia

zuhud

“Zuhudlah engkau di dunia maka Allah akan mencintaimu, dan zuhudlah engkau terhadap apa yang dimiliki manusia niscaya mereka mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah dan Albani menshahihkannya).

Zuhud terhadap dunia adalah sebagaimana yang diamalkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan sahabat-sahabat beliau. Zuhud bukanlah mengharamkan hal-hal yang baik dan mengabaikan harta, tidak pula zuhud itu berpakaian dengan pakaian yang kumal penuh tambalan. Zuhud bukanlah duduk bersantai-santai di rumah dan menunggu sedekah, karena sesungguhnya amal, usaha dan mencari nafkah yang halal adalah ibadah yang akan mendekatkan seorang hamba kepada Allah, dengan syarat menjadikan dunia hanya pada kedua tangannya tidak menjadikannya di dalam hatinya.

Baca juga : Masalah Jahiliyah ke-9 : Mereka Meneladani Dan Mengikuti Ulama Fasik Dan Ahli Ibadah Yang Bodoh

Jika dunia itu terletak di tangan hamba bukan di hatinya, sama menurut pandangannya baik ketika ia sejahtera maupun sengsara. Tidaklah ia bersuka cita dengan kesejahteraannya dan tidaklah pula ia berduka cita dengan kesengsaraannya. Berkata Ibnul Qayyim dalam mensifati hakikat zuhud :

"Tidaklah yang dimaksud dengan zuhud adalah menolak dunia, seperti kekuasaan, adalah Sulaiman dan Dawud ‘alaihima salam adalah termasuk orang terzuhud pada masanya, namun mereka memiliki harta, kerajaan dan para istri."

Nabi kita, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam adalah manusia yang paling zuhud secara mutlak dan beliau memiliki sembilan istri.

Ali bin ‘Abi Tholib, Abdurahman bin ‘Auf, Zubair bin Awwam dan 'Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘anhum, walaupun termasuk orang-orang yang zuhud namun mereka adalah orang-orang yang berharta.

Adalah termasuk kebaikan apa yang dikatakan tentang zuhud, perkataan yang baik atau selainnya, yaitu tidaklah termasuk zuhud terhadap dunia dengan mengharamkan yang halal dan mengabaikan harta. Namun, zuhud adalah menjadikan apa-apa yang di tangan Allah lebih kau yakini daripada apa-apa yang ada pada tanganmu.

Datang seorang lelaki kepada Al-Hasan dan berkata : Aku punya tetangga yang tidak mau makan ‘Faludzaj’ (semacam pudding atau agar-agar, pent.). Berkata Hasan : Mengapa tidak mau? Orang itu menjawab : tetanggaku berkata, aku tak mampu memenuhi terima kasihnya. Berkata Hasan: Sesungguhnya tetanggamu itu jahil, apakah ia membalas terima kasihnya air yang dingin?!

Kesempurnaan Syari'at Islam Ditinjau Dari Sisi Akhlaqnya


islam

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengabarkan bahwa di antara salah satu tujuan dari diutusnya beliau adalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Sesungguhnya aku diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.” (1)

Dan semua ajaran-ajaran generasi dahulu yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala syari'atkan bagi hamba-hamba-Nya, semuanya juga menganjurkan untuk berperilaku dengan akhlaq yang utama. Oleh karena itu, para ulama mengatakan bahwa akhlaq yang mulia merupakan sebuah tuntunan yang telah disepakati bersama oleh semua syari'at. Akan tetapi, syari'at yang sudah sempurna ini telah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bawa lagi dengan berbagai kesempurnaan akhlaq yang mulia dan sifat-sifat yang terpuji.

Kita akan berikan contohnya adalah masalah Qishash. Para ulama telah menjelaskan tentang masalah qishash ini, yakni seandainya seseorang melakukan tindakan kriminal terhadap orang lain, apakah harus ditegakkan hukum qishash pada si pelaku ataukah tidak?. Mereka menyebutkan bahwa hukum qishash dalam syari'at ajaran Yahudi wajib dan harus dilaksanakan, tidak ada pilihan bagi keluarga si korban dalam masalah tersebut.

Adapun hukum qishash dalam ajaran Nasrani kebalikan dari ajaran Yahudi, yakni kewajiban memaafkan si pelaku. Akan tetapi, syari'at kita telah datang secara sempurna dari kedua sisi tersebut, boleh ditegakkan hukum dengan cara di-qishash, boleh juga dengan cara memaafkan si pelaku. Karena dengan melaksanaan hukum qishash terhadap si pelaku yang disebabkan oleh tindakan kriminalnya akan dapat menahan atau mencegah tindak kejahatan yang lainnya. Sedangkan memaafkannya merupakan tindakan baik dan bagus, serta memberikan perbuatan yang ma'ruf terhadap orang yang dimaafkan.

Maka, Alhamdulillah telah datang syari'at kita ini dalam keadaan yang sempurna, dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan dua pilihan kepada orang yang mempunyai hak, yaitu antara memberi maaf jika kondisinya memungkinkan demikian atau mengambil haknya jika kondisinya lebih mendukung untuk dilaksanakannya hal tersebut. Dan hal ini  (tidak diragukan lagi) tentu lebih baik dari syari'at Yahudi yang telah menghilangkan hak keluarga korban untuk memberi maaf pada si pelaku, yang mungkin saja terdapat kemashlahatan di dalamnya. Dan juga, tentu lebih baik dari syari'at Nasrani yang telah menghilangkan hak keluarga korban juga, yang mana wajib atas mereka untuk memberi maaf, padahal mungkin saja ada kemashlahatan dari balasan dan pelaksanaan hukuman qishash tersebut.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

(1) Dikeluarkan oleh Imam Ahmad di kitab Al-Musnad (2 / 381), dan Hakim di kitab AlMustadrok (2 / 613) dan di-shahih-kan olehnya sesuai dengan persyaratan Imam Muslim serta disepakati oleh Imam Dzahabi. Dan dikeluarkan juga oleh Imam Bukhari di kitab alAdabul Mufrad, No (273), Baihaqi (10 / 192), Ibnu Abi Dunya dalam kitab Makaarimul Akhlaaq, No (13). Berkata Imam Al-Haitsami dalam kitab Majma'uz Zawaa-id (9 / 15): Diriwayatkan oleh Ahmad, dan para perawinya adalah perawi Shahih. Dan dishahihkan juga oleh Syaikh Al-Albani dalam kitab Ash-Silsilatush Shahiihah, No (45).

Kamis, 29 September 2016

Merekalah Para Pembawa dan Penjaga Agama Islam

hadits

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mensifati mereka dengan sabdanya: “Yang membawa ilmu (agama) ini adalah orang-orang yang adil dari setiap generasi, mereka melenyapkan penyimpangan orang-orang yang melampaui batas dan kedustaan orang-orang yang batil serta ta’wil orang-orang yang bodoh.” (HR. Ibnu Abi Hatim di muqoddimah al jarh wa ta’dil (1/1/17), Baihaqi di sunan kubro (10/209), Ibnu Abdil Bar di tamhid (1/59), dan yang lainnya dengan sanad Hasan Lighoirih).

Baca juga : 12 Alasan Mengapa Rokok Itu Diharamkan

Al-Khotib al-Baghdadi Rahimahullahu berkata menjelaskan hadits diatas: “Ini adalah persaksian dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwasanya Ahlul Hadits mereka adalah pembawa bendera agama ini dan imam-imam kaum muslimin yang menjaga syari’at ini dari penyimpangan, kedustaan yang batil dan membantah ta’wil orang-orang yang bodoh. Maka wajib mengembalikan dan mempercayakan urusan agama ini kepada mereka –semoga Allah meridhoi mereka-. (dinukil dari tafsir Qurthubi: 1/26).

Abu Dawud Rahimahullahu berkata:  “Kalaulah bukan karena golongan ini, niscaya Islam akan hilang, yaitu Ahlul Hadits yang menulis atsar.” (lihat Syarofu Ashabil Hadits: 106, karya: al-Khotib al-Baghdadi Rahimahullahu).

Sufyan Ats Tsauri Rahimahullahu berkata: “Malaikat adalah penjaga langit, dan Ahlul Hadits adalah penjaga bumi.” (lihat Syarofu Ashabil Hadits: 85).

Al-Hafidz Abdullah bin Dawud Al-Khuraibi Rahimahullahu berkata:”Aku telah mendengar para imam-imam dan para pendahulu kami berkata: “Sesungguhnya Ahlul Hadits dan pembawa ilmu (agama ini) mereka adalah manusia kepercayaan Allah yang membawa agama-Nya dan menjaga Sunnah Nabi-Nya dengan apa yang mereka ketahui dan mereka amalkan”.(lihat Syarofu Ashabil Hadits: 83).

Yazid bin Zurai’ Rahimahullahu berkata: “Setiap agama mempunyai pahlawan, dan pahlawan agama ini adalah ashabul asanid (perowi Hadits)”. (lihat Syarofu Ashabil Hadits: 86).

Al-Khotib al-Baghdadi Rahimahullahu berkata: “Tuhan semesta alam telah menjadikan thoifah al manshuroh (kelompok yang mendapat pertolongan) sebagai pembela agama ini. Mereka melawan tipu daya orang-orang yang menyimpang dengan keteguhan mereka terhadap syari’at yang kokoh ini. Mereka mencukupkan diri dengan mengikuti atsar para sahabat dan tabi’in. Kesibukan mereka adalah menjaga atsar. Mereka mengarungi padang pasir yang tandus lagi sepi dan menyeberangi daratan serta lautan untuk mengumpulkan syari’at (hadits-hadits) Mushtofa. Mereka tidak berpaling darinya (sunnah) dengan mengkuti pendapat dan hawa nafsu. Mereka menerima syari’at dengan perkataan dan perbuatan, mereka menjaga sunnahnya dengan hafalan dan periwayatan, mereka menetapkan sumbernya, maka merekalah orang yang berhak dengan sunnah dan yang patut memilikinya. Berapa banyak para penyimpang yang hendak mencampur syari’at dengan sesuatu yang bukan darinya, namun Allah Ta’ala membela agama-Nya dengan Ahlul Hadits. Mereka adalah penjaga pondasi-pondasi agama, mereka tegak dengan perintah dan urusannya. Apabila ada orang yang berpaling dari agama ini maka merekalah yang membela agama. Mereka itulah golongan Allah, ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.” (lihat Syarofu Ashabil Hadits hal-10).

Inilah Golongan Dalam Islam Yang Paling Selamat

ahlus sunnah

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Senantiasa ada sekelompok dari ummatku yang tegak dengan perintah Allah, tidak membahayakan mereka orang-orang yang menghinakan dan menyelisihi mereka sampai datangnya keputusan Allah (hari kiamat), sedangkan mereka selalu nampak dihadapan manusia”. (Muttafaqun alaih, HR. Bukhori: 3116, dan Muslim: 1924 dengan lafadznya dari hadits Muawiyah dan yang lainnya).

Telah ditafsirkan makna Ath Thoifah Al-Manshuroh dan Al-Firqoh An-Najiyah dengan Ahlul Hadits. Ibnu Mubarok Rahimahullahu berkata: “Mereka menurutku adalah Ahlul Hadits.” (lihat Syarofu Ashabil Hadits hal-26).

Ibnul Madini dan Bukhori Rahimahullahu berkata: “Mereka adalah Ahlul Hadits.” (lihat Syarofu Ahlul Hadits hal-27).

Yazid bin Harun dan Ahmad bin Hambal Rahimahullahu berkata: “Kalau mereka bukan Ahlul Hadits, maka aku tidak mengetahui siapakah mereka”. (lihat Syarofu Ashabil Hadits hal-26,27,49).

Ahmad bin Sinan Rahimahullahu berkata: “Mereka adalah para Ulama’ dan Ahlul Atsar (Ahlul Hadits). (lihat Syarofu Ashabil Hadits hal-27).

Baca juga : Fitnah Yang Beratnya Hampir Sama Dengan Dajjal

Al-Khotib al-Baghdadi Rahimahullahu berkata: “Allah telah  menjadikan Ahlul Hadits sebagai pondasi syari’at dan melenyapkan dengan mereka setiap bid’ah yang sesat. Mereka adalah kepercayaan Allah dari makhluk-Nya, dan perantara antara Nabi n dan umatnya, serta orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam menjaga ajarannya. Cahaya mereka berkilauan, keutamaan-keutamaan mereka cemerlang, tanda-tanda mereka bersinar terang, madzhab mereka nampak, hujjah-hujjah mereka sangat kuat. Seluruh golongan mengedepankan hawa nafsu atau menganggap baik sebuah pendapat dalam mengembalikan suatu permasalahan, kecuali Ahlul Hadits; kitabullah senjata mereka, sunnah Rasulullah hujjah mereka, Rasul n golongan mereka, kepadanya mereka menisbatkan diri, mereka tidak condong kepada hawa nafsu dan tidak berpaling dengan pendapat. Hadits-hadits yang mereka riwayatkan dari Rasul diterima, karena mereka adalah orang-orang kepercayaan dan orangorang yang adil, mereka penjaga dan pembela agama, mereka orangorang yang memperhatikan ilmu dan pembawanya. Apabila ada hadits yang diperselisihkan, kepada merekalah tempat kembali, kalau mereka menghukumi maka keputusan mereka didengar dan diterima. Dari mereka semua (muncul) Ulama’ dan Fuqoha’, para imam yang mulia dan terhormat, orang yang zuhud dari setiap upah, dan mereka memiliki keutamaan yang mulia, serta pembaca AlQur’an yang mahir dan khotib yang fasih, mereka adalah golongan yang mulia dan jalan mereka adalah jalan yang lurus. Seluruh ahlu bid’ah memerangi aqidah mereka, namun terhadap madzhab selain madzhab Ahlul Hadits tidak memusuhinya. Maka siapa yang memusuhi mereka (yaitu Ahlul Hadits) niscaya Allah akan menghancurkannya, dan siapa yang menentang mereka niscaya Allah akan membinasakannya. Tidak membahayakan mereka orangorang yang menghinakannya dan tidak akan beruntung orang yang meninggalkannya. Orang-orang yang berhati-hati terhadap agamanya sangat membutuhkan nasehat mereka, dan orang-orang yang memandang mereka dengan kebencian pasti akan menyesal, sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka.” (lihat Syarofu ashabil Hadits hal 8-9).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullahu berkata: “Madzhab Ahlul Hadits, mereka adalah salaf (orang-orang yang terdahulu) dari tiga generasi (pertama) dan siapa yang meniti jalan mereka.” (lihat Majmu’ Fatawa: 6/355).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullahu berkata: “Manusia yang lebih berhak menjadi golongan yang selamat adalah Ahlul Hadits dan Sunnah. Mereka tidak memiliki panutan yang diikuti kecuali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Mereka manusia yang paling mengetahui perkataannya dan perbuatan Nabi n. Mereka manusia yang paling membedakan antara hadits yang shohih dan yang lemah. Para imam hadits adalah ulama’ yang faqih, mereka adalah manusia yang paling memahami makna hadits dan mengikutinya dengan keyakinan, perbuatan, kecintaan dan loyalitas kepada siapa yang loyalitas terhadap sunnah. Mereka memusuhi siapa yang memusuhi sunnah, yaitu orang-orang yang menolak nash-nash yang bersifat global yang datang dari Al-Qur’an dan Sunnah. Mereka bukanlah orang yang mengambil perkataan, lalu menjadikannya sebagai dasar agama dan keyakinan mereka, walaupun tidak sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasul, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang menjadikan seluruh apa yang dibawa Rasul n dari Al-Qur’an dan Sunnah sebagai dasar yang mereka yakini dan jadikan sandaran.” (lihat Majmu’ Fatawa: 3/347).

Jalan Yang Lurus Dan Benar Bersama Ahlul Hadits dan Atsar

hadits

Imam Ahmad Rahimahullahu berkata: “Ahlul Hadits adalah sebaikbaik manusia yang berkata tentang ilmu.” (Atsar Shohih diriwayatkan Khotib Baghdadi Rahimahullahu di Syarofu Ashabil Hadits: 95).

Al-Auza’i Rahimahullahu juga berkata dengan yang semisalnya. (lihat Syarofu Ashabil Hadits: 97).

Ibnul Mubarok Rahimahullahu berkata: “Manusia yang paling teguh diatas jalan yang lurus adalah Ahlul Hadits.” (lihat Syarofu Ashabil Hadits: 117).

Imam Syafi’i Rahimahullahu berkata:  “Siapa yang menulis Hadits akan kuat hujahnya.” (lihat Syarofu Ashabil Hadits: 148).

Kholifah Harun Ar-Rosyid Rahimahullahu berkata: “Aku mencari kebenaran, lalu aku mendapatinya bersama Ahlul Hadits.” (lihat Syarofu Ashabil Hadits: 110).

Baca juga : 7 Orang Yang Tidak Bisa Mencium Bau Surga

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullahu berkata: “Manusia yang paling luas ilmunya (ilmu syar'i) dan paling dekat dengan Rasul, paling mengetahui perkataannya dan perbuatannya, gerak-geriknya dan diamnya, masuk dan keluarnya (dari rumah), lahir dan batinnya, paling mengenal sahabatnya, sejarahnya dan hari-harinya, paling besar perannya dalam mengumpulkan hadits dan meriwayatkannya, paling teguh dalam mentaatinya dan mengikutinya, dan menjadikannya sebagai suri tauladan, mereka adalah Ahlu Sunnah dan Hadits. Mereka menghafal sunnahnya dan mengetahui antara hadits yang shohih dan yang lemah dengan ilmu dan pemahaman yang Allah berikan kepada mereka dalam memahami maknanya, dengan keimanan, pembenaran, ketaatan dan ketundukan. Meraka mengikutinya dan mengambilnya sebagai suri tauladan. Mereka juga memiliki akal yang sangat kuat, memahami qiyas, mampu membedakan (antara hadits shohih dan lemah). Maka tidakkah orang-orang yang rendah agama dan akalnya mengetahui bahwasanya mereka adalah manusia yang berhak disifati dengan kejujuran, ilmu dan iman, yang berhak meneliti siapa yang menyelisihi mereka. Mereka mempunyai ilmu yang tidak diakui oleh orang-orang jahil dan ahli bid’ah, padahal apa yang ada di sisi mereka adalah kebenaran yang nyata. Adapun orang-orang yang jahil tentang urusan (petunjuk) mereka dan orang-orang yang menyelisihi mereka adalah orang-orang yang hina dan penuh dengan kesesatan.” (lihat Majmu’ Fatawa: 4/85, 4/49, 6/354).

Ibnu Qutaibah Rahimahullahu berkata: "Adapun Ahlul Hadits, mereka mencari kebenaran dari tempatnya dan mengambilnya dari sumbernya, mereka mendekatkan diri (beribadah) kepada Allah dengan mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan mengumpulkan atsar-atsarnya (jejaknya) dan kabarkabarnya (hadits-haditsnya) dari timur dan barat. Kemudian mereka senantiasa mencari kabar-kabar dan menelitinya sampai mereka mengetahui mana yang shohih dan yang lemah, yang nasikh (menghapus) dan mansukh (yang dihapus). Mereka juga mengetahui siapa yang menyelisihi dari (sebagian) ulama’ yang condong kepada pendapat, maka merekapun memperingatkan akan hal itu sehingga kebenaran nampak setelah ia tersembunyi sebelumnya, dan ia pun tinggi menjulang setelah sebelumnya hilang, dan ia berkumpul setelah sebelumnya bercerai-berai. Mereka menuntun  manusia kepada Sunnah setelah mereka melupakannya, sehingga manusia mengambil hukum dari Hadits Rasulillah setelah mereka berhukum dengan perkataan Si A dan Si B walaupun perkataan tersebut menyelisihi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.” (lihat Ta’wilu Mukhtalifil Hadits hal 73-74).

Abul Qosim Al-Ashbahani Rahimahullahu berkata: “Sesungguhnya jalan yang lurus bersama Ahlul Hadits, dan kebenaran adalah apa yang mereka riwayatkan dan yang mereka nukil.” (lihat al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah karya Abul Qoshim Al Ashbahani: 2/223, dengan sedikit ringkasan).

Abul Qosim Al-Ashbahani Rahimahullahu juga berkata: “Kebenaran yang di dakwahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah suatu yang kita yakini dan kita jadikan manhaj, akan tetapi Allah tidak menghendaki kebenaran dan aqidah yang murni melainkan bersama Ahlul Hadits dan Atsar, karena mereka mengambil agama dan akidah mereka dari kholaf (ulama’ yang datang setelah salaf) ke salaf (ulama’ yang terdahulu), dari generasi ke generasi, sampai kepada Tabi’in, dan Tabi’in mengambil agama dari Sahabat Nabi, para Sahabat mengambil agama dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Maka tidak ada jalan untuk mengetahui apa yang didakwahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada manusia dari agama yang murni dan jalan lurus kecuali dengan jalan yang dilalui oleh Ahlul Hadits. Adapun seluruh golongan-golongan (sesat) mereka mencari agama dari jalan yang salah.” (lihat al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah karya Abul Qoshim Al-Ashbahani: 2/223, dengan sedikit ringkasan).

Rabu, 28 September 2016

CIRI-CIRI AHLUS SUNNAH

sunah

Salah satu ciri ahlus sunnah adalah kecintaan mereka terhadap para imam sunnah dan ulamanya, para penolong dan para walinya. Dan mereka membenci tokoh-tokoh ahli bid'ah yang mereka itu mengajak kepada jalan menuju neraka dan menggiring pengikutnya menuju kehancuran. Allah telah menghiasi dan menyinari ahlus sunnah dengan kecintaan mereka kepada ulama-ulama ahlus sunnah, sebagai karunia dan keutamaan dari Allah ta'ala.

Ahlus sunnah juga sepakat untuk merendahkan ahli bid'ah, menghinakan mereka, menjauhi dan memboikot mereka serta menghindari untuk bersahabat dengan mereka. Janganlah kamu tertipu oleh banyaknya ahli bid'ah, karena banyaknya jumlah ahli bid'ah dan sedikitnya ahlus sunnah merupakan tanda dekatnya hari kiamat, sebagaimana sabda Nabi:

"Sesungguhnya termasuk diantara tanda-tanda dekatnya hari kiamat yaitu sedikitnya ilmu dan menyebarluasnya kebodohan (dalam agama)".(47)

Ilmu itu sendiri merupakan sunnah dan kebodohan itu sendiri merupakan bid'ah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Iman itu akan mendekam di Madinah seperti ular yang mendekam dalam lubangnya."(48)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah datang hari kiamat, sampai tidak terdengar lagi di muka bumi ini orang yang menyebut nama Allah, Allah,Allah.” Dalam riwayat lain disebutkan ”lailaha illallah.”(49)

Baca juga : 12 Alasan Mengapa Rokok Itu Diharamkan

Siapa yang pada hari ini berpegang teguh dengan sunnah Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, melaksanakannya, istiqamah diatasnya serta mendakwahkannya, ia akan mendapatkan pahala yang lebih banyak dibandingkan dengan yang mengamalkan diawal munculnya Islam, sebagaimana sabda Nabi:

"Sesungguhnya dibelakang hari nanti akan datang hari-hari yang penuh kesabaran. Orang yang berpegang teguh dengan apa yang kalian pegang teguh akan mendapat 50 kali pahala yang kalian peroleh". Beliau ditanya (oleh sahabat) : "Mungkin 50 kali pahala diantara mereka". Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:"Bahkan 50 kali pahala kalian".(50)

Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam mengatakan demikian bagi orang yang mengamalkan sunnah dimana pada masanya umat sudah rusak.

Ibnu Syihab Az-Zuhri mengatakan: "Mengajarkan sunnah itu lebih utama daripada ibadah selama 200 tahun".

Baca juga : Malapetaka Akhir Zaman Dan Cara Mengatasinya

Suatu ketika Abu Muawiyah yang buta berbicara dengan Harun Ar-Rasyid, maka ia menyampaikan hadits: "Suatu saat Nabi Adam dan Musa 'alaihima sallam berdebat tiba-tiba Ali bin Ja'far menyela:

"Bagaimana mungkin itu bisa terjadi, masa kehidupan Nabi Adam dan Nabi Musa kan berbeda masa yang lama". Lalu khalifah Harun Ar-Rasyid menghardiknya: "Dia menceritakan kepadamu hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu kamu membantah dengan bagaimana mungkin?" Beliau terus mengulang-ulangi, sampai Ali bin Ja'far terdiam". Abu Utsman berkata: "Demikianlah seharusnya seseorang dalam mengagungkan hadits-hadits Nabi, menerimanya dengan sepenuh penerimaan, kepasrahan dan mengimaninya. Membantah orang yang menempuh jalan selain ini, sebagaimana yang dilakukan oleh Harun Ar Rasyid -rahimahullah- terhadap orang yang berani membantah hadits dengan mengatakan: "Bagaimana mungkin?" yang tujuannya adalah membantah dan mengingkarinya. Padahal seharusnya ia menerima semua yang diberitakan oleh Nabi.

Semoga Allah menjadikan kita termasuk diantara mereka yang ketika mendengar hadits kemudian mengikutinya. Berpegang teguh sepanjang hidup dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, serta menghindari hawa nafsu yang menyesatkan, pendapat-pendapat yang sesat dan berbagai kejahatan yang menghinakan dengan karunia dan keutamaan dari Allah ta'ala. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad, keluarganya serta para sahabat ridhwanullahu 'alaihi ajma'in.

Sumber : AQIDAH SALAF ASHHABUL HADITS Abu Isma'il Ash-Shabuni

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

47 HR. Bukhari, Muslim dan lainnya
48 HR. Bukhari, Muslim dan lainnya
49 HR. Ahmad, Muslim dan lainnya
50 HR. Ibnu Nashar dalam As-Sunnah dengan sanad shahih

SIHIR DAN TUKANG SIHIR


Mereka (Ashabul Hadits) juga berkeyakinan bahwa di dunia ini memang ada sihir dan tukang sihir, akan tetapi tukang sihir tersebut tidak dapat mencelakakan seseorang kecuali dengan izin Allah 'azza wa jalla, sebagaimana firman Allah ta'ala:

"Dan mereka (tukang sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah.."(QS. Al-Baqarah : 102).

Baca juga : 7 Pendapat Umar Yang Mendapat Persetujuan Dari Al Qur'an

Siapa yang menjadi penyihir atau menggunakan jasa sihir, sementara ia berkeyakinan bahwa sihir bisa memberi manfaat atau memberi mudharat tanpa izin Allah, maka ia telah kafir kepada Allah ta'ala. Apabila seseorang telah melakukan hal-hal yang secara dzahir dapat membuatnya kafir itu, maka ia harus dipaksa untuk bertaubat, kalau enggan dipenggal lehernya (oleh penguasa muslim).

Namun apabila ia hanya melakukan perkara sihir yang tidak sampai mengkufurkan dirinya, atau misalnya mengucapkan sesuatu yang dia sendiri tidak memahaminya, maka cukup dicegah saja. Kalau enggan, maka diberikan hukuman cambuk.

Baca juga : Musa bin Nushair, Sang Penakluk Maghrib dan Andalusia

Apabila seseorang berpendapat bahwa sihir itu tidaklah haram, bahkan meyakininya boleh-boleh saja, maka orang itu harus dibunuh karena ia telah membolehkan apa yang telah menjadi kesepakatan umat Islam (Ulama) bahwa sihir itu haram.

Sumber : AQIDAH SALAF ASHHABUL HADITS Abu Isma'il Ash-Shabuni

SETIAP MAKHLUK TELAH DITENTUKAN AJALNYA

ajal manusia


Mereka juga bersaksi dan berkeyakinan bahwa Allah 'azza wa jalla telah menentukan batas akhir kehidupan bagi setiap makhluk. Sesungguhnya setiap jiwa itu tidak akan mati kecuali dengan izin Allah dan takdir dari-Nya.

Apabila sudah ditakdirkan waktunya mati, maka tidak ada pilihan lagi kecuali mati. Tidak bergeser sedikitpun. Allah berfirman:

"Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya sesaatpun dan tidak pula memajukannya" (QS. Al-A'raaf : 34).

Allah juga berfirman: "Setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah sebagai ketentuan yang telah ditetapkan waktunya." (QS. Ali-Imran : 145).

Mereka juga bersaksi dan berkeyakinan bahwa siapa yang mati atau terbunuh, maka hal itu merupakan takdir. Allah berfirman:

"Katakanlah: "Sekiranya kamu berada dirumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ketempat mereka terbunuh..."(QS. Ali-'Imran : 154).

Allah juga berfirman: "Dimanapun kamu berada, kematian akan menemuimu, walaupun kamu berada dalam benteng yang tinggi lagi kokoh..."(QS.An-Nisaa : 78).

Sumber : AQIDAH SALAF ASHHABUL HADITS Abu Isma'il Ash-Shabuni

Selasa, 27 September 2016

Kisah Sedih Ini Banyak Bikin Orang Menangis..


Pada suatu hari ada anak yang berumur 4 tahun bertanya pada ibunya?.
"bu, kenapa tiap ulang taun gak Pernah ngasih apa2?

Ibunya cuma meneteskan air mata belum bisa menjawab, akhirnya berkata :

''Nak kan masih Lama?''

Hari berlalu, dan si anak kini tumbuh semakin besar.

Hingga pada suatu hari, saat anak ini umur 6 tahun, dia mengalami kecelakaan.

Sang ibu sangat shock dan bergegas pergi ke rumah sakit, setiba di rumah sakit, seorang dokter berkata pada ibunya itu?

''Maaf bu, saya tidak yakin anak ibu bisa bertahan,Jantungnya terluka dan sangat kecil kemungkinan untuk bertahan.

Mendengar itu, ibunya langsung menghampiri anaknya.
Anaknya terbaring lemas dan berkata?'' :

''Apakah dokter tadi memberi tahu ibu kalau aku Akan segera mati?

ibunya tak kuasa membendung air matanya,kemudian ia menggengam tangan putranya sambil menangis.

Waktupun berlalu dan anaknya yang sekarat Akhirnya udah sembuh.

Tepat di hari ulang tahunnya yang ke 8 Tahun, ketika ia tiba dirumahnya, dia mendapati secarik kertas diatas kasurnya.

Dia membuka pelan2 dan membacanya? Dalam surat itu isinya? :

''Nak, ibu senang banget jika akhirnya kamu bisa Membaca surat ini. karena dengan itu, ibu memastikan kamu baik saja. kamu masih ingat gak hari dimana kamu bertanya apa yang ibu berikan pada hari ulang tahun kamu yang ke 8 Tahun, mungkin ketika itu ibu belum bisa menjawabnya...

Pada akhirnya ibu bahagia bisa memberikan kamu hadiah yang tak ternilai. ibu menitipakan jantung ibu padamu. jaga baik2 Nak, selamat ulang tahun penuh keberkahan ya...

Anaknya pun menangis baru kemarin2 di tinggal ayahnya sekarang sang ibunda menyusul telah tiada Sedih...

SUBHANALLAH..
Sang bunda sejati meninggal dunia karena lebih memilih mendonorkan jantungnya demi menyelamatkan putranya.

Sumber : Renungan islam

Senin, 26 September 2016

Kenikmatan Yang Akan Diperoleh Para Penghuni Surga Bag 2


Satu celupan saja dari kenikmatan surga akan melupakan kita pada semua kesusahan yang pernah di rasakan di dunia. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

“Pada hari kiamat akan didatangkan orang yang paling banyak kenikmatan di dunia di antara penghuni neraka. Lalu ia dicelupkan ke dalam neraka satu celupan, lalu ditanya: “Apakah engkau pernah melihat kebaikan dan merasakan kenikmatan?” Iapun menjawab: “Demi Allah tidak, wahai Tuhanku.” Dan akan didatangkan orang yang paling sengsara di dunia di antara penduduk surga. Lalu ia dicelupkan di surga satu celupan, lalu ditanya: “Apakah engkau pernah melihat kesengsaraan dan merasakan kesusahan?” Iapun menjawab: “Demi Allah tidak wahai Tuhanku, aku tidak pernah mengalami kesengsaraan dan tidak pernah melihat kesusahan sama sekali.” (HR. Muslim).

Yang disebut di atas hanyalah sebagian dari kenikmatan surga yang amat banyak. Mungkin sekarang anda sudah punya bayangan tentang indahnya surga. Ketahuilah bahwa semua bayangan anda itu salah. Surga jauh lebih nikmat dan indah dari apa yang bisa Anda bayangkan. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Allah berkata: Telah Aku siapkan untuk hamba-hambaKu yang saleh apaapa yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah di dengar oleh telinga, dan tidak pernah terdetik di hati manusia." (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Sekarang, tidakkah anda merindukan kenikmatan ini? Semua nikmat itu bisa kita raih, asal kita mau. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

“Semua umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan.” Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, siapa sih yang enggan masuk surga? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: Barangsiapa yang mentaatiku akan masuk surga. Dan barang siapa yang bermaksiat kepadaku, maka ia telah
enggan. (HR. al-Bukhari).

Kenikmatan Yang Akan Diperoleh Para Penghuni Surga Bag 1


Allah Ta’ala telah menyiapkan surga sebagai tempat kembali hamba-hambaNya yang beriman dan beramal saleh. Banyak ayat al-Quran yang membahasnya. Demikian juga hadits-hadits yang shahih. Kita perlu mempelajarinya dan sering mengingatnya agar semakin rindu pada surga dan terus beramal. Penghuni surga akan mendapatkan kenikmatan dan kebahagiaan yang sempurna.

Allah berfirman, “Orang-orang yang baik sungguh berada dalam kenikmatan. Mereka di atas dipan-dipan sambil memandang. Engkau bisa mengetahui di wajah mereka kebahagiaan karena nikmat.” (QS. al-Muthaffifin : 22-24).

Mereka mendapatkan berbagai kemewahan disana. Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda:

“Sisir-sisir mereka emas, keringat mereka minyak wangi misik, kayu wewangian mereka gaharu, isteri mereka bidadari, dan postur mereka sama, seperti kakek mereka Adam, enam puluh hasta.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Mereka akan dibebaskan dari semua kesulitan, termasuk meludah sekalipun, Rasulullah bersabda :

"Mereka tidak kencing, tidak berak, tidak meludah dan tidak keluar ingus." (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Derajat terendah di surga melebihi kenikmatan para raja di dunia, bahkan melebihi dunia seisinya, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Sungguh aku tahu penghuni neraka yang terakhir keluar darinya dan penghuni surga yang terakhir memasukinya; seorang yang keluar dari neraka dengan merangkak, maka Allah berkata kepadanya: Pergi dan masuklah surga! Ia mendatanginya dan melihatnya seolah-olah penuh. Iapun kembali dan berkata: Tuhanku, aku mendapatkannya telah penuh. Allah pun berkata kepadanya: Pergi dan masuklah surga! Ia mendatanginya dan melihatnya seolah-olah penuh. Iapun kembali dan dan
berkata: Tuhanku, aku mendapatkannya telah penuh. Allah berkata kepadanya: Pergi dan masuklah surga, sungguh kamu berhak mendapatkan seisi dunia dan sepuluh kali lipatnya. Ia pun bertanya:
Apakah Engkau mengejek atau menertawakanku – dan Engkaulah Sang Penguasa? Ibnu Mas'ud berkata: Sungguh saya melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa sampai kelihatan gigi taring Beliau. Dan dikatakan bahwa itulah peghuni surga yang paling rendah kedudukannya.(HR. Bukhari dan Muslim).

Bersambung...

Seseorang Masuk Surga Bukan Karena Amal Kebaikannya



Mereka juga bersaksi dan berkeyakinan bahwa seseorang tidak bisa dipastikan masuk surga (walaupun ia telah melakukan amalan-amalan yang baik [ibadahnya nampak ikhlas, dan ketaatannya demikian tinggi] dan jalan kehidupannya pantas untuk diteladani) kecuali jika di izinkan oleh Allah, sebagai keutamaan yang diberikan kepadanya. Maka dengan keutamaan dan karunia-Nya itu ia masuk surga.

Karena amal baik yang ia lakukan tidaklah dapat dilakukan dengan mudah kecuali karena kemudahan dari Allah. Jika Allah tidak memberi kemudahan niscaya ia tidak dapat melakukannya. Dan jika Allah tidak mengarunianya hidayah niscaya ia tidak mendapat hidayah selama-lamanya, meskipun ia telah berupaya keras.

Hal ini sebagaimana firman Allah ta'ala: "...Sekiranya kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya, niscaya tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendaki..."(QS. An-Nuur : 21).

Allah juga berfirman memberitakan tentang penduduk surga: "..Dan mereka berkata: "segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini, dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk.." (QS. Al-A'raaf : 43).

Sumber : AQIDAH SALAF ASHHABUL HADITS Abu Isma'il Ash-Shabuni

Minggu, 25 September 2016

Penyandaran Kebaikan Dan Kejelekan Pada Allah Ta'ala


Ahlus Sunnah bersaksi dan berkeyakinan bahwa kebaikan dan kejelekan, manfa'at dan mudzarat (kejadian yang manis maupun yang pahit) semuanya dari takdir dan ketentuan Allah ta'ala, tidak ada yang mampu mencegahnya, penyimpangkannya atau menjauhkannya. Seseorang tidak akan tertimpa suatu musibah melainkan apa yang telah ditakdirkan. Meskipun seluruh makhluk berusaha keras untuk menolong orang tersebut, akan tetapi Allah menakdirkan untuk tertimpa musibah maka usaha tersebut tidak berhasil.
Demikian juga meskipun seluruh makhluk berusaha untuk mencelakakan dirinya akan tetapi orang tersebut tidak ditakdirkan celaka, maka usaha tersebut tidak akan berhasil, hal ini sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas radiallahu'anhu.

Allah berfirman: "Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya.." (QS. Yunus : 107).

Termasuk dari pemahaman dan manhaj Ahlus Sunnah (selain keyakinan mereka bahwa kebaikan dan kejelekan semuanya dari takdir Allah) mereka juga menetapkan bahwa tidak diperkenankan menyadarkan kepada Allah apa-apa yang berkesan negatif bila diucapkan secara terpisah. Tidak boleh dikatakan, misalnya: Allah itu pencipta monyet, babi, kumbang kelapa dan jangkrik, meskipun kita tahu tidak ada makhluk yang tidak diciptakan oleh Allah. Dalam hal ini terdapat hadits tentang do'a istiftah:

"Sungguh Maha Suci dan Maha Tinggi Engkau ya Allah, kebaikan seluruhnya di kedua tangan-Mu dan kejelekan tidak disandarkan kepada-Mu"(HR. Ahmad, Muslim dan lainnya).

Maksudnya, wallahu a'lam, kejelekan tidak termasuk yang bisa disandarkan kepada Allah secara terpisah, seperti: "Wahai Pencipta keburukan, atau wahai yang menakdirkan kejelekan". Meskipun benar bahwasanya Dialah yang menciptkan dan menakdirkan kejelekan tersebut. Oleh karena itu Nabi Khidir 'alaihissalam menyandarkan kehendak untuk merusak perahu kepada dirinya sendiri, seperti dikisahkan dalam Al-Qur'an:

"Adapun kapal itu kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku hendak merusakkan kapal itu, karena dihadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap kapal." (QS. Al-Kahfi : 79).

Namun ketika beliau menyebutkan kebaikan, kebajikan, dan rahmat, beliau menyandarkan kehendaknya kepada Allah, Allah ta'ala berfirman:"..maka Rabbmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanan itu, sebagai rahmat dari Rabbmu.." (QS. Al-Kahfi : 82).

Allah juga memberitakan tentang diri Ibrahim 'alaihissalam dalam firman-Nya: "dan apabila aku sakit. Dialah yang menyembuhkan aku" (QS. Asy-Syu'ara : 80).

Beliau menyandarkan sakit kepada dirinya sendiri dan menyandarkan kesembuhan kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Meskipun keduanya datangnya dari Allah Yang Maha Mulia.

Sumber : AQIDAH SALAF ASHHABUL HADITS Abu Isma'il Ash-Shabuni

Hukum Orang Yang Meninggalkan Shalat Dengan Sengaja


Ulama Ahli Hadits berbeda pendapat mengenai orang yang meninggalkan shalat wajib dengan sengaja. Imam Ahmad dan banyak ulama salaf{36} menganggap kafir orang tersebut dan mengeluarkannya dari Islam, berdasarkan hadits shahih bahwasanya Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

"Yang membatasi antara seorang hamba dan kemusyrikan adalah meninggalkan shalat. Barangsiapa yang meninggalkannya maka dia telah kafir."{37}

Sementara Imam Syafi'i, para sahabatnya dan banyak ulama salaf menganggap orang tersebut belum kafir, selama masih meyakini kewajiban shalat tersebut. Akan tetapi mereka berpendapat bahwa orang tersebut harus dibunuh, sebagaimana dibunuhnya orang-orang murtad. Mereka menafsirkan sabda Nabi shallallahu'alaihi wa sallam: "Barangsiapa yang meninggalkan shalat (dengan mengingkari kebajibannya) maka ia kafir". Hal itu sebagaimana firman Allah:

"..Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orangorang yang tidak beriman kepada Allah, sedang mereka kafir (ingkar) kepada hari kemudian" (QS. Yusuf : 37).

Beliau (Yusuf) meninggalkan mereka bukan karena tindakan yang belum jelas kekufurannya, namun karena mereka mengingkari (Allah dan hari akhir).

Note :

36] Mereka diantaranya:Ishaq bin Rahawaih, Ibnul Mubarak, Ibrahim An-Nakha'i, Al-Hakam bin Utaibah, Ayyub As-Sakhtiyani, Abu Bakar bin Syaibah, Abu Khaitsamah, Zuhaeir bin Harab dan lainnya. Adapun dari kalangan Sahabat: Um ar bin Khatab, Mu'adz bin Jabal, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Jabir bin Abdullah, Abu Darda dan lainnya.

37] Dikeluarkan oleh Ibnu Nashar, Muslim, Ahmad dan lainnya.


Sumber : AQIDAH SALAF ASHHABUL HADITS Abu Isma'il Ash-Shabuni

Sabtu, 24 September 2016

Orang Yang Akan Bergembira Dengan Syafa'at Rasulullah


Orang-orang yang berada dalam ilmu agama dan sunnah Rasul-Nya, meyakini adanya kebangkitan sesudah mati di hari kiamat, dan segala apa yang dikhabarkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam berupa suasana mencekam pada hari kiamat, beraneka ragam keadaan hamba dan makhluk ketika melihat dan menerima hasil perbuatannya. Bagaimana mereka menerima catatan amal apakah dengan tangan kanan atau tangan kiri, menjawab berbagai pertanyaan, serta kegoncangan yang dijanjikan Allah. Pada hari yang agung, dalam suasana yang mencekam dibentangan sirath, timbangan, catatan amal meskipun hanya sebutir dzarrah kebaikan dan lain sebagainya.

Orang-orang yang dalam ilmu agama dan sunnah rasul-Nya meyakini adanya syafa'at Nabi untuk para pelaku dosa besar dari kalangan ahlu tauhid, dan yang melakukan dosa-dosa besar dikalangan mereka, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits-hadits yang shahih dari Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

"Syafa'atku diberikan bagi pelaku dosa-dosa besar dari kalangan umatku." (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan lainnya, dikatakan oleh Tirmidzi hadits ini hasan shahih).

Abu Hurairah pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam:"Yaa Rasulullah, siapakah yang paling senang mendapat syafa'atmu pada hari kiamat?" Beliau menjawab:"Aku mengira tak seorangpun yang
menanyakan hal ini sebelum kamu, hal ini karena aku melihat kamu bersemangat dalam mencari hadits, 'Orang yang paling senang mendapat syafa'atku pada hari kiamat yaitu orang yang mengucapkan laila ha illallah dengan jujur dari sanubarinya" (HR. Bukhari, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Abi 'Ashim dan yang lainnya).

Ibnu Hajar mengomentari dalam Fathul Bari:"Ada yang dengan syafa'at itu tidak jadi dimasukkan ke neraka, ada yang menjadi masuk sorga tanpa hisab, ada yang derajat di surga dinaikkan."

Sumber : AQIDAH SALAF ASHHABUL HADITS Abu Isma'il Ash-Shabuni

Seorang Muslim Tidak Dikafirkan Karena Dosa-Dosanya


Ahlus Sunnah berkeyakinan bahwa seorang mukmin meskipun melakukan dosa-dosa kecil dan besar tidak bisa dikafirkan dengan semuanya itu. Meskipun dia meninggal dunia dalam keadaan belum taubat, selama masih dalam tauhid dan keikhlasan, urusannya terserah Allah.

Jika Ia menghendaki, Ia akan mengampuni dan memasukkannya ke surga pada hari Kiamat dalam keadaan selamat, beruntung dan tidak disentuh oleh api neraka, tidak disiksa atas segala dosa yang pernah dilakukannya, ia biasakan dan terus menyelimutinya sampai hari kiamat. Namun apabila Allah kehendaki, bisa saja Ia menyiksanya di neraka untuk sementara, namun adzab itu tidak kekal, bahkan akan dikeluarkan untuk dimasukkan ke tempat kenikmatan yang abadi (surga).

Guru kami (Al-Imam Abu Thayib) Sahal bin Muhammad (As Sha'luki) rahimahullah berkata:"Seorang mukmin, walaupun disiksa di neraka, ia tidak akan dicampakkkan seperti dicampakkannya orang kafir. Ia pun tidak kekal seperti orang-orang kafir, dan ia tidak akan celaka seperti celakanya orang kafir."

Artinya, bahwa orang kafir akan diseret ke neraka dan dalam keadaan tersungkur wajahnya, dibelenggu, dibebani dengan beban yang berat. Sedangkan seorang mukmin yang dihukum di neraka, ia akan masuk seperti tahanan yang masuk penjara di dunia dengan berjalan, tanpa dijungkirbalikkan, atau dicampakkan seperti pada orang kafir.

Arti ucapan:"..dia tidak akan dicampakkan seperti orang kafir yaitu bahwa orang kafir dimasukkan seluruh tubuhnya ke neraka dan setiap kali kulitnya gosong, kemudian diganti dengan kulit yang baru, agar ia betul-betul merasakan siksa-Nya, sebagaimana diceritakan dalam Al-Qur'an:

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisaa : 56).

Adapun orang-orang beriman, wajah-wajah mereka tidak akan disentuh oleh api neraka, dan anggota sujud mereka juga tidak akan dibakar api neraka, karena Allah telah mengharamkan neraka untuk membakar anggota-anggota sujud. Dalilnya sabda Nabi shallallahu'alaihi wa sallam:"Allah mengharamkan bagi api nereka untuk menjilat bekas-bekas sujud."(HR. Bukhari dan lainnya).

Arti ucapan beliau:"...mereka tidak akan kekal didalamnya seperti orang kafir...". Orang-orang kafir kekal di neraka dan tidak akan dikeluarkan selama-lamanya, sedangkan pelaku dosa-dosa besar dikalangan mukminin tidak akan kekal di neraka (jika masuk).

Makna ucapan beliau:"..tidak akan celaka seperti celakanya orang kafir..". Bahwasanya orang-orang kafir putus asa untuk mendapat rahmat Allah, mereka juga tidak mempunyai harapan sama sekali untuk senang. Adapun orang-orang yang beriman, mereka tidak putus-putusnya mengharap rahmat Allah disetiap keadaan. Karea pada akhirnya seorang mukmin akan masuk surga, karena mereka diciptakan untuk masuk surga dan surga diciptakan untuk menjadi miliknya, sebagai keutamaan dan karunia dari Allah 'azza wa jalla.

Sumber : AQIDAH SALAF ASHHABUL HADITS Abu Isma'il Ash-Shabuni

Jumat, 23 September 2016

Bukti Kebenaran Islam, Sayap Lalat Mengandung Anti Biotik


Mungkin masih banyak orang yang belum mengetahui tentang kebenaran sabda Rasulullah bahwa dalam satu sayap lalat terdapat penyakit dan sayap yang satunya mengandung penawarnya. Oleh karena itu saya mengutip penjelasan tersebut dari laman bersamadakwah.net.

Sewaktu muda, Syaikh Abdel Daem Al Kaheel pernah tak mampu menjawab pertanyaan orang ateis yang menghina salah satu hadits Nabi. “Bagaimana mungkin Nabi kalian menyuruh menenggelamkan lalat yang hinggap di minuman sembari menjelaskan di salah satu sayapnya ada obat. Lalu kalian mau meminum minuman seperti itu?” tanyanya nyinyir.

Al Kaheel paham bahwa yang dimaksud orang atheis tersebut adalah sabda Rasulullah:

“Jika ada seekor lalat yang terjatuh pada minuman kalian maka tenggelamkan, kemudian angkatlah (lalat itu dari minuman tersebut), karena pada satu sayapnya ada penyakit dan pada sayap lainnya terdapat obat” (HR. Al Bukhari)

Tentu sebagai mukmin ia yakin dengan kebenaran hadits ini. Tetapi, bagaimana menjelaskan kepada orang atheis yang tidak mempercayai apapun kecuali materi?

Beberapa tahun kemudian, ketika menulis buku Asrar As Sunnah An Nabawiyah (Rahasia Sunnah Nabi), Syaikh Abdel Daem Al Kaheel menjelaskan kebenaran hadits ini dalam satu bab tersendiri dengan didukung oleh sejumlah penelitian, terutama penelitian Joan Clark.

Dokter dari Australia itu melakukan penelitian tentang lalat dan menemukan bahwa permukaan luar tubuh lalat mengandung antibiotik yang dapat mengobati banyak penyakit. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa obat pada sayap itulah yang membuat lalat tidak terkena penyakit yang dibawanya sendiri.

Hasil penelitian Joan Clark ini cukup mengejutkan sekaligus memancing banyak ilmuwan lain untuk melakukan penelitian berikutnya. Hasilnya menunjukkan fakta lebih rinci bahwa cara terbaik mengeluarkan zat antibiotik pada lalat adalah dengan cara mencelupkannya ke dalam air. sebab, zat antibiotik tersebut terutama terdapat pada permukaan luar tubuh dan sayapnya.

Setelah penelitian tersebut, seorang dokter dari Rusia kemudian mengembangkan pengobatan baru dengan lalat. Sedangkan Profesor Juan Alvarez Bravo dari Universitas Tokyo mengisyaratkan pengembangan pemanfaatan ekstrak lalat untuk pengobatan.

Masya Allah, fakta-fakta ilmiah ini baru terungkap mulai abad ke-20. Sedangkan Rasulullah telah mensabdakannya 1400 tahun sebelumnya. Lalu siapa yang mengajari Rasulullah kalau bukan Allah Subhanahu wa Ta’ala? Hal ini juga menjadi salah satu bukti kebenaran Islam yang seharusnya membuat iman dan rasa syukur kita kian meningkat. Wallahu a’lam bish shawab.

TURUNNYA ALLAH KELANGIT DUNIA DAN KEDATANGAN-NYA


Ahlu Hadits menetapkan kebenaran akan turunnya Allah ta'ala pada setiap malam kelangit dunia, tanpa menyerupakan dengan turunnya makhluk, tanpa memperumpamakannya serta tanpa mereka-reka bagaimananya. Namun mereka menetapkan sebatas yang ditetapkan oleh Rasulullah, dan menafsirkan berdasarkan dzahirnya, sementara hakikat maknanya mereka serahkan kepada Allah! Demikian juga mereka menetapkan berita yang diturunkan Allah ta'ala dalam Al-Qur'an diantaranya mengenai "Al-Maji'" dan "Al-Ityan" (kehadiran dan kedatangan Allah), Allah berfirman yang artinya:

"Tiada yang mereka nanti-nanti [pada hari kiamat] melainkan datangnya Allah dan malaikat dalam naungan awan..."(QS. Al-Baqarah : 210).

"Dan datanglah Rabbmu, sedang malaikat berbaris-baris."(QS. Al-Fajr : 22).

Kita mengimani sepenuhnya apa yang diberitakan tanpa mempersoalkan bagaimananya. Seandainya Allah menghendaki tentu akan menjelaskannya kepada kita caranya, oleh karena itu kita mencukupkan dengan apa yang telah Allah jelaskan kepada kita dan meninggalkan apa yang samar maknanya [hakikatnya], sebagaimana yang Allah perintahkan yang artinya:

"Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an). Diantara [isinya] ada ayat-ayat yang muhkam, itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an dan sebagian yang lain [ayat-ayat] mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang dalam ilmunya berkata:'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu datang dari Rabb kami. Dan tidak dapat mengambil pelajaran [daripadanya] melainkan orang-orang yang berakal."(QS. Ali-'Imran :7).

Rasulullah bersabda: "Rabb kita tabaraka wa ta'ala turun pada setiap malam ke langit dunia, ketika masih tersisa sepertiga malam terakhir, Dia berfirman [artinya]: "Siapa yang berdo'a kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan, siapa yang memohon kepada-Ku niscaya akan Aku beri, siapa yang minta ampun niscaya akan Aku ampuni" (HR. Bukhari, Muslim).

Ummu Salamah [istri Nabi] mengatakan:"Seindah-indah hari adalah hari dimana Allah azza wa jalla turun ke langit dunia, maka dia ditanya: " Hari apakah itu" Beliau menjawab: "Hari Arafah". (Hadits hasan, dikeluarkan oleh Ad-Darimi dalam 'Ar-Ra'du 'ala Jahmiyyah).

Sumber : AQIDAH SALAF ASHHABUL HADITS Abu Isma'il Ash-Shabuni

BERSEMAYAMNYA ALLAH DI ATAS 'ARSY



Ahlul Hadits berkeyakinan dan bersaksi bahwa Allah subhanahu wa ta'ala berada di atas tujuh lapis langit, di atas 'Arsy-Nya, sebagaimana dalam surat Yunus:

"Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada keizinan-Nya" (QS. Yunus : 3).

"Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan.Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan(mu) dengan Rabbmu".(QS. Ar-Ra'd : 2).

".. kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang Maha Mengetahui" (QS.Al-Furqan : 59).

"...kemudian Dia-pun bersamayam di atas 'Arsy".(QS. As-Sajdah : 4).

"...dan kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik.."(QS. Fathir : 10).

"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya..". (QS. As-Sajadah : 5).

"Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga tiba-tiba bumi itu bergoncang". (QS. Al-Mulk : 16).

Allah subhanahu wa ta'ala memberitakan tentang Fir'aun yang terlaknat, bahwasanya ia pernah berkata kepada Haman (pembantunya):

"Dan berkatalah Fir'aun: "Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintupintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Ilah Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta..." (QS. Al-Mu'min : 36-37).

Fir'aun berkata demikian karena ia mendengar Musa mengabarkan bahwa Rabbnya berada di atas langit. Para ulama dan tokoh imam-imam dari kalangan salaf tidak pernah berbeda pendapat, bahwa Allah 'azza wa jalla' berada diatas 'arsy-Nya. Dan 'arsy-Nya berada di atas tujuh lapis langit. Mereka menetapkan segala yang ditetapkan Allah, mengimaninya serta membenarkannya. Mereka menyatakan seperti yang Allah katakan bahwa Allah bersamayam di atas 'Arsy-Nya. Mereka membiarkan makna ayat itu berdasarkan dhahirnya, dan menyerahkan hakikat sesungguhnya kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Mereka mengatakan:

"Kami mengimani, semuanya itu dari sisi Rabb kami. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal."(QS. Ali-'Imran : 7).

Sebagaimana Allah terangkan tentang orang-orang yang dalam ilmunya mengatakan demikian, dan Allah ridha serta memujinya.

Imam Malik pernah ditanya dalam majelisnya tentang ayat Allah: "Ar-Rahman bersemayam di atas 'Arsynya".(QS. Thaha : 5), Bagaimana caranya Allah bersemayam?. Maka Imam Malik menjawab:" Bersemayam itu maklum (diketahui maknanya), bagaimananya (caranya) tidak diketahui, menanyakan bagaimananya adalah bid'ah, dan saya memandang kamu (penanya) sebagai orang yang sesat, kemudian memerintahkan untuk mengeluarkan penanya tersebut dari majelis.

Abdullah bin Al-Mubarak berkata: "Kami mengetahui Rabb kami berada di atas 7 lapis langit, bersemayam di atas 'Arsy-Nya, terpisah dengan makhluk-Nya. Dan kami tidak menyatakan seperti ucapan Jahmiyyah bahwa Allah ada di sini, beliau menunjuk ke tanah (bumi)".(Sanadnya hasan).

Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata: "Barangsiapa yang tidak menetapkan bahwa Allah subhanahu wa ta'ala berada di atas 'Arsy-Nya maka dia kufur kepada Rabbnya, halal darahnya, diminta taubat, kalau menolak maka dipenggal lehernya, lalu bangkainya dicampakkan ke pembuangan sampah agar kaum muslimin dan orang-orang mu'ahad tidak terganggu oleh bau busuk bangkainya, hartanya dianggap sebagai fa'i (rampasan perang)-tidak halal diwarisi oleh seorang pun muslimin, karena seorang muslim tidak mewarisi harta orang kafir, sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Seorang Muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim"(HR. Bukhari).

Dalam hadits Mu'awiyah bin Hakam, bahwa ia berniat membebaskan budak sebagai kifarat. Lalu ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menguji budak
wanita. Beliau bertanya:"dimanakah Allah?", maka ia menjawab di atas langit, beliau bertanya lagi:"Siapa aku?", maka ia menjawab: "Anda utusan Allah".(HR. Muslim dan lainnya). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menghukumi sebagai muslimah karena ia menyatakan bahwa Allah diatas langit.

Imam Az-Zuhri imamnya para imam berkata: "Allahlah yang berhak memberi keterangan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang berhak menyampaikan dan kita wajib pasrah menerimanya."

Wahhab bin Munabbih berkata kepada Ja'ad bin Dirham: "Sungguh celaka engkai wahai Ja'ad karena masalah itu (karena Ja'ad mengingkari sifat-sifat Allah)!, seandainya Allah tidak mengkhabarkan dalam Kitab-Nya bahwa Ia memiliki tangan, mata dan wajah, niscaya aku tidak berani mengatakannya, takutlah kepada Allah!"

Khalid bin Abdillah Al-Qisri suatu ketika berkhutbah pada hari raya 'Idul Adha di Basrah, pada akhir khutbahnya ia berkata: "Pulanglah kalian kerumah masing-masing dan sembelihlah kurban-kurban kalian, semoga Allah memberikahi kurban kalian. Sesungguhnya pada hari ini aku akan menyembelih Ja'ad bin Dirham, karena ia berkata: Allah tidak pernah mengangkat Ibrahim 'alaihissalam sebagai kekasih-Nya, dan tidak pernah mengajak Musa berbicara. Sungguh Maha Suci Allah dari apa yang dikatakan Ja'ad karena kesombongan, maka Khalid turun dari mimbar dan menyembelih Ja'ad dengan tangannya sendiri, kemudian memerintahkan untuk disalib.

Rujukan : AQIDAH SALAF ASHHABUL HADITS Abu Isma'il Ash-Shabuni

AL-QUR'AN KALAMULLAH BUKAN MAKHLUK



Ahlus Sunnah bersaksi dan berkeyakinan bahwa Al-Qur'an adalah kalamullah (ucapan Allah), Kitab-Nya dan wahyu yang diturunkan, bukan makhluk. Barangsiapa yang menyatakan dan berkeyakinan bahwa ia makhluk maka kafir menurut pandangan Ahlus Sunnah.

Al-Qur'an merupakan wahyu dan kalamullah yang diturunkan melalui Jibril kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam dengan bahasa Arab untuk orang-orang yang berilmu sebagai peringatan dan kabar gembira, sebagaimana firman Allah ta'ala:

”Dan sesungguhnya al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (Asy-Syu'ara:192-195).

Al-Qur'an disampaikan oleh Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam kepada umatnya sebagaimana yang diperintahkan Allah: "Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu". (Al-Maidah:67), dan yang disampaikan oleh beliau adalah kalamullah. Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Apakah kalian yang akan menghalangiku untuk menyampaikan kalam (ucapan) Rabbku" (HR. Bukhari dalam Af'alul 'ibad, At-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Ibnu Majah).

Al-Qur'an yang dihafal dalam hati, dibaca oleh lisan, dan ditulis dalam mushaf-mushaf, bagaimanapun caranya Alqur'an dibaca oleh qari, dilafadzkan oleh seseorang, dihafal oleh hafidz, atau dibaca dimanapun ia dibaca, atau ditulis dalam mushaf-mushaf dan papan catatan anak-anak dan yang lainnya adalah kalamullah,bukan makhluk.

Barangsiapa yang beranggapan bahwa ia makhluk, maka telah kufur kepada Allah Yang Maha Agung. Al-Imam Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah
berkata:

"Al-Qur'an adalah kalamullah-bukan makhluk. Barangsiapa yang mengatakan Al-Qur'an adalah makhluk, maka dia telah kufur kepada Allah Yang Maha Agung, tidak diterima persaksiannya, tidak dijenguk jika sakit, tidak dishalati jika mati, dan tidak boleh dikuburkan di pekuburan kaum muslimin. Ia diminta taubat, kalau tidak mau maka dipenggal lehernya." (Sanadnya shahih, disebutkan oleh Adz-Dzahabi dalam Tadzkiratul Huffadz).

Abu Ishaq bin Ibrahim pernah ditanya tentang lafadz AlQur'an, maka Beliau berkata:"Tidak pantas untuk diperdebatkan. 'Al-Qur'an kalamullah, bukan makhluk'".

Imam Ahmad bin Hambal berkata:"Orang yang menganggap makhluk lafadz Al-Qur'an adalah Jahmiyah, Allah berfirman:'..maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar kalamullah' (At-Taubah:6). Dari mana ia mendengar?(Sanadnya shahih).

Abdullah bin Al-Mubarak berkata:"Barangsiapa yang mengkufuri satu huruf Al-Qur'an saja, maka ia kafir (ingkar) dengan Al-Qur'an. Barangsiapa yang mengatakan: Saya tidak percaya dengan Al-Qur'an maka ia kafir".

Sumber : AQIDAH SALAF ASHHABUL HADITS Abu Isma'il Ash-Shabuni

Rabu, 21 September 2016

Perkara Jahiliyah ke-17


Menisbatkan Kebatilan Yang Mereka Lakukan Kepada Para Nabi

Orang-orang jahiliyah menisbatkan kebatilan yang mereka lakukan kepada para Nabi. Sebagaimana hal itu disebutkan di dalam firman Allah subhanahu wa ta'ala," Dan sulaiman tidak kafir..." (QS. Al Baqarah:102). Dan Allah subhanahu wata'ala berfirman," Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang nashrani”. ( Ali 'Imran: 67).

Note :

Termasuk jalan hidup orang-orang jahiliyah adalah menisbatkan kekufuran da n kesesatan mereka kepada para Nabi. Sebagaimana kaum Yahudi yang menisbatkan ilmu sihir kepada Nabi Sulaiman. Mereka berkata,"Sihir itu adalah sebagian dari perbuatan Sulaiman. Dengan ilmu tersebut, dia mempunyai kemampuan menguasai dan mengendalikan jin dan setan."

Mereka pura-pura tidak mengetahui bahwa para setan itu adalah sebagian dari makhluk Allah. Allah ta'ala berhak mengendalikan mereka sesuai kehendak-Nya. Dan sesungguhnya Allah telah mengendalikan mereka untuk Nabi-Nya, Sulaiman 'alaihissalam. Lalu kaum Yahudi menisbatkan ilmu sihir pada Sulaiman dalam rangka agar tersebar di kalangan manusia. Dan mereka berkata,"Ini merupakan amalan dan perbuatan para Nabi."

Orang-orang Yahudi dan Nashrani juga menisbatkan kekafiran mereka kepada Ibrahim 'alaihissalam, imamnya orang-orang yang bertauhid dan bapaknya para Nabi. Mereka menisbatkan kekufuran mereka kepadanya dengan mengatakan,"Ini adalah ajaran dan agama Ibrahim." Oleh karena itu Allah membantah mereka dengan firman-Nya,"Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nashrani. Akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri(kepada Allah). Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik."(QS. Ali 'Imran).

Inilah agama Ibrahim 'alaihissalam. Sesungguhnya beliau berada diatas agama tauhid, berlepas diri dari kesyirikan dan orang musyrik. Bertentangan dengan apa  yang dipegangi oleh orang-orang Yahudi dan Nashrani. Dan juga tidaklah muncul agama Yahudi dan Nashrani itu kecuali setelah masa Ibrahim dan beberapa generasi. Maka agaimana bisa agama Yahudi dan Nashrani dinisbatkan kepadanya?! Ini adalah suatu kedustaan yang paling jelek. Sejarah juga mendustakan mereka. Karena antara mereka dan Ibrahim ada jarak beberapa masa yang cukup panjang. Sedangkan Taurat tidak diturunkan kepada Musa dan demikian juga Injil kepada 'Isa kecuali setelah masa Ibrahim 'alaihissalam. Sebagaimana Allah berfiman,

"Hai Ahli Kitab, mengapa kamu bantah-membantah tentang hal Ibrahim? Padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berfikir?" (QS. Ali 'Imran : 65).

Demikian juga apa yang terjadi diumat ini. Muncul orang-orang yang menisbatkan kebatilan mereka kepada Nabi dengan membuat hadits-hadits yang penuh kedustaan untuk menolong kebatilannya.

Perkara Jahiliyah ke-16


Orang-Orang Yahudi Mengganti Taurat Dengan Kitab-kitab Sihir

Orang-orang Yahudi mengganti apa yang telah Allah datangkan kepada mereka (berupa kitab Taurat) dengan kitab-kitab sihir. Sebagaimana Allah menyebutkan hal itu dalam firman-Nya, "Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada
pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah). Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka
mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia ..." (QS. Al-Baqarah : 101-10).

Note:

Orang-orang yahudi telah mengingkari Taurat yang di dalamnya terdapat tentang keterangan sifat-sifat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan memerintahkan kepada mereka untuk mengikutinya. Sebagaimana Allah berfirman,"(Yaitu) Orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka.
Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar. Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk. Dan membuang bagi mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka." (QS. Al A'raf : 157).

Dan sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi 'Isa 'alaihissalam di dalam Injil, ketika ia berkata,"Hai bani Israil,  sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat. Dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)."(QS.Ash-Shaf : 6).

Kabar tentang datangnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah disebutkan di dalam Taurat dan Injil, baik tentang nama, risalah maupun sifat-sifatnya. Sampai-sampai mereka mengenalinya seperti mengenali anak-anak mereka sendiri. Maka ketika ereka mengingkari kitab Allah Taurat dan tidak mau mengamalkan isinya, Allah timpakan bencana pada mereka. Yaitu mereka mengambil kitab-kitab sihir yang hal itu merupakan amalan setan. Mereka rela menjadikan amalan setan sebagai pengganti wahyu Allah, yang merupakan penguasa semesta alam. Ini adalah suatu adzab buat mereka. Dan setiap orang yang berpalin dari kebenaran, sungguh dia akan di uji dan di timpa kebatilan.

Orang yang meninggalkan dakwah para Rasul yang mana dakwahnya para Rasul merupakan dakwah kepada Tauhid dan mengesakan Allah di dalam ibadah, maka mereka akan diuji dengan dia menyebarkan kesyirikan dan berbagai khurafat. Bahkan dia mendatangkan dalil untuknya dan menyebarkannya di kalangan manusia bahwa perkara itu adalah perkara yang dibenarkan. 

Minggu, 18 September 2016

Apakah Nikmat Atau Adzab Kubur Itu Pada Badan Atau Ruh?




Seorang muslim wajib meyakini adanya nikmat atau adzab kubur, karena hal tersebut termasuk dalam kandungan beriman pada hari akhir. Ketika seorang  mayit ditanya oleh dua malaikat, kemudian dia berkata,“Saya tidak tahu”  maka dia akan dipukul dengan mirzabah dan di sana juga ada mayit yang menjawab dengan benar maka dibukakan pintu surga untuknya dan dilapangkan kuburnya.

Maka ini adalah nikmat atau adzab kubur, apakah hal ini ditimpakan kepada  badan atau pada ruh saja? Atau ruh bersama dengan badan?.

Kita  katakan:  Yang ma’ruf menurut Ahlussunnah wal Jama’ah bahwasanya  pada asalnya adzab itu ditimpakan atas ruh, sedangkan badan itu  sekedar mengikuti ruhnya saja. Sebagaimana adzab di dunia itu menimpa badan, dan ruhnya hanya mengikuti saja, sebagaimana hukum­hukum syar’iyyah di dunia  itu berlaku atas dzahirnya dan di akhirat itu sebaliknya.

Maka di alam kubur, adzab atau nikmat kubur itu terjadi kepada ruh akan  tetapi jasad itu terpengaruh dengannya dan mengikutinya, jadi tidak secara langsung. Dan terkadang adzab itu terjadi pada badan dan ruh itu mengikutinya, akan tetapi hal ini tidak terjadi kecuali jarang sekali.

Sesungguhnya pada asalnya adzab itu  terjadi pada ruhnya, dan badan sekedar  ikut. Demikian pula kenikmatan itu terjadi pada ruh dan badan cuma ikut saja. Al Qur’an dan As Sunnah telah menerangkan adanya nikmat dan adzab kubur, bahkan kita katakan ijma’ kaum muslimin. Diantara dalil adanya siksa dan nikmat kubur dalam Al Qur'an adalah :

“Keluarkanlah nyawa kalian! hari ini kalian akan dibalas dengan adzab yang menghinakan.”(QS. Al­An’am : 93).

“Orang­orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan bagus mereka (para malaikat) berkata : keselamatan atas kalian dan masuklah ke dalam surga.”(QS. An­Nahl : 32).

Adapun dalam As­Sunnah yang menjelaskan tentang adzab kubur dan  kenikmatannya itu mutawatir. Rasulullah bersabda,“Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang diadzab, dan tidaklah mereka diadzab karena perkara yang berat untuk mereka tinggalkan. Adapun yang pertama, dia dahulu selalu berbuat namimah (adu domba) dan adapun yang kedua adalah dahulu tidak menjaga dirinya dari kencingnya.” (HR. Al­Bukhari Muslim).

Adapun dalam ijma’ maka setiap muslim akan berkata dalam shalat mereka :
“Aku  berlindung  kepada Allah ta'ala dari Adzab jahannam dan dari adzab  kubur.” Jika memang adzab kubur itu tidak ada, maka tidaklah benar kalau berlindung kepada Allah ta'ala darinya, karena berarti berlindung dengan sesuatu yang tidak ada. Maka ini menunjukkan bahwa mereka itu beriman  dengan adzab kubur. Wallahu a'lam.

Khilaf Tentang Penamaan Dua Malaikat Yang Bertanya di Dalam Kubur


Diantara petunjuk  Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam adalah  apabila mayit telah dikuburkan, Beliau berdiri di samping kuburannya dan berkata:

“Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian dan mintakanlah keteguhan untuknya karena dia sekarang sedang ditanya.” (HR. Abu Dawud dan Al­ Baihaqi).

Diriwayatkan dalam beberapa atsar, malaikat yang menanyai itu bernama  Munkar dan Nakir. “Apabila mayit telah dikubur atau Jika salah seorang  kalian dikubur maka ada dua malaikat yang mendatanginya yang keduanya  hitam kebiruan, diberi nama Munkar dan yang lainnya  bernama  Nakir.” (Hadits ini dishahihkan Al­Albani dalam Ash­Shahihah (1391)).

Sebagian ulama mengingkari dua nama tersebut, mereka berkata: Bagaimana mungkin dinamakan dengan nama Munkar dan Nakir, padahal mereka disifati oleh Allah dengan sifat­sifat pujian? dan juga karena hadits yang  menjelaskan demikian adalah hadits dha’if ?.

Sebagian lainnya berpendapat (bahwa nama keduanya adalah Munkar dan Nakir), berhujah dengan hadits tersebut. Sesungguhnya penamaan tersebut tidaklah berarti kedua malaikat tersebut munkar dari sisi dzatnya, akan tetapi mereka  disebut  munkar  dalam artian mayit tersebut tidak mengenali keduanya dan mayit tersebut tidak mengetahui keduanya sebelum itu, sebagaimana Ibrahim 'alaihissalam berkata kepada para tamunya dari kalangan malaikat:

“Sesungguhnya kalian adalah kaum yang munkar” (QS. AdzDzariat : 25).

Maksudnya, Ibrahim 'alaihissalam tidak mengenali mereka sebelum itu. Maka dua malaikat tersebut adalah Munkar dan Nakir karena keduanya itu tidak dikenali oleh mayit.

Kemudian, apakah dua malaikat tersebut adalah malaikat yang baru, yang  penghuni kubur diserahkan padanya atau malaikat yang dahulu mencatat amalan yang berada/duduk di kanan dan kirinya (ketika di dunia)?.

Di antara para ulama ada yang berkata: “Bahkan keduanya adalah malaikat  yang mengiringi seseorang. Sesungguhnya pada setiap orang itu ada dua  malaikat di dunia yang selalu mencatat amalannya dan di alam kubur keduanya akan bertanya kepada mayit tiga pertanyaan.”

Di antara mereka ada yang berkata: ”Bahkan keduanya adalah malaikat lain dan Allah ta'ala berfirman:
“Dan tidaklah ada yang mengetahui pasukan (malaikat) Rabbmu kecuali Dia.” (QS. Al­Muddatstsir : 31).

Dan malaikat adalah makhluk yang sangat banyak jumlahnya. Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya langit berteriak dan dia berhak untuk berteriak, tidaklah ada satu jengkal tempat di langit atau tempat seluas empat jari kecuali di sana ada malaikat yang shalat kepada Allah ta'ala dan atau sedang ruku’
dan sujud.” (HR. Ahmad (5/173), At­Tirmidzi (2312) dan Ibnu Majah (4190)  dan Al ­Hakim dalam Al­Mustadrak (2/510) dari Abu Dzar radhiyallahu'anhu dan dihasankan Al­Albani dalam Ash­Shahihah (1722)).

Dan langit itu sangat luas, sebagaimana firman-Nya:
“Dan langit telah kami bangun dengan kekuatan yang agung dan sungguh Kami telah meluaskannya.” (QS. Adz­Dzariyat : 47).

Yang jelas tidaklah aneh, manakala Allah ta'ala menciptakan bagi setiap  orang  dalam kuburnya dua orang malaikat yang diutus kepadanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Wallahu a'lam.

Sabtu, 17 September 2016

7 Orang Yang Tidak Bisa Mencium Bau Surga


Surga adalah kenikmatan yang luar biasa. Baunya saja bisa tercium dari jarak 70 tahun perjalanan. Namun, ada orang-orang yang mencium bau surga saja tidak bisa. Siapakah mereka? Inilah hadits-hadits yang
menerangkannya:

1. Orang Yang Sombong

    Orang yang sombong, ia tidak bisa masuk surga. Juga tidak bisa mencium bau surga. Bahkan, sekalipun kesombongannya sangat kecil, sebesar biji dzarrah. Dari Uqbah bin Amir, bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 “Tidaklah seorang laki-laki meninggal dunia, dan ketika ia meninggal di dalam hatinya terdapat sebiji sawi dari sifat sombong, akan halal baginya mencium bau surga atau melihatnya.” Lalu seorang laki-laki dari suku Quraisy yang bernama Abu Raihanah berkata, “Demi Allah wahai Rasulullah, saya benar-benar menyukai keelokan dan menggemarinya hingga pada gantungan cemetiku dan juga pada tali sandalku!” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Itu tidaklah termasuk kesombongan, sesungguhnya Allah ‘azza wajalla itu Indah dan menyukai keindahan. Akan tetapi sombong itu adalah siapa yang menolak kebenaran dan meremehkan manusia dengan kedua matanya.” (HR. Ahmad, shahih lighairihi)

2. Orang Yang Mencari Ilmu Akhirat Untuk Tujuan Duniawi

     Islam memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu, terutama ilmu akhirat. Menuntut ilmu akhirat ini dalam salah satu hadits juga disebut fi sabilillah. Namun, jika ilmu akhirat dicari dengan tujuan duniawi, maka orang tersebut terancam tidak bisa mencium bau surga.

“Barangsiapa menuntut ilmu yang seharusnya untuk Allah, namun ia tidak menuntutnya kecuali untuk mencari dunia, maka pada hari kiamat ia tidak akan mendapatkan bau surga.”(HR. Ibnu Majah, Abu Daud dan Ahmad; shahih).

3. Menisbatkan Nasab Bukan Kepada Ayahnya

    Nasab merupakan salah satu hal yang dijaga oleh Islam. Orang yang mengaku sebagai anak orang lain yang bukan ayahnya, ia juga mendapat ancaman tidak bisa mencium bau surga. Karenanya Islam melarang umatnya menisbatkan nama kepada nama orang tua angkat.

“Barangsiapa mengaku keturunan dari orang lain yang bukan ayahnya sendiri tidak akan mendapatkan bau surga. Padahal bau surga telah tercium pada jarak tujuh puluh tahun, atau tujuh puluh tahun perjalanan.” (HR. Ahmad; shahih).

4. Wanita Yang Berpakaian Tapi Telanjang

    Jika orang yang sombong dan orang yang menisbatkan nasabnya kepada selain ayah pernah dijumpai di zaman Rasulullah, kelompok wanita yang berpakaian tapi telanjang ini tidak pernah dijumpai beliau. Namun, mereka pasti akan ada sebagai kelompok yang tidak bisa mencium bau surga. Dan kini, sabda beliau terbukti. Banyak wanita yang model demikian di zaman sekarang.

“Dua golongan penghuni neraka yang belum pernah aku lihat; kaum membawa cambuk seperti ekor sapi, dengannya ia memukuli orang dan wanita-wanita yang berpakaian (tapi) telanjang, mereka berlenggak-lenggok dan condong (dari ketaatan), rambut mereka seperti punuk unta yang miring, mereka tidak masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan sejauh ini dan ini.” (HR. Muslim).

5. Orang Yang Menyemir Rambutnya, Khususnya Dengan Warna Hitam

    Kelompok orang yang tidak bisa mencium bau surga ini juga akan ada di masa-masa setelah Rasulullah. Dan ternyata kini benar-benar ada. Menyemir rambut dengan warna hitam dianggap sebagai hal biasa, padahal itu membuat pelakunya tidak bisa mencium bau surga.

“Pada akhir zaman nanti akan ada orang-orang yang mengecat rambutnya dengan warna hitam seperti warna mayoritas dada merpati, mereka tidak akan mendapat bau surga.” (HR. Abu Daud; shahih).

6. Wanita Yang Minta Cerai Tanpa Alasan

    Dalam Islam, perceraian adalah perkara halal yang paling dibenci Allah. Boleh dilakukan untuk menyelamatkan keluarga -baik suami, istri maupun anak- dari kemudharatan yang lebih besar. Namun jika ada wanita yang minta cerai tanpa suatu alasan, maka ancamannya adalah tidak bisa mencium bau surga.

“Siapa pun wanita yang meminta talak pada suaminya tanpa alasan maka bau surga haram baginya.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad; shahih).

7. Orang Yang Membunuh kafir Mu’ahad

    Islam sangat menjunjung kesetiaan dan perdamaian. Islam melindungi hak-hak manusia sebagaimana diatur dalam syariat. Maka seorang muslim tidak boleh membunuh orang kafir yang terikat perjanjian dengan pemerintah Islam (kafir mu’ahad). Jika seorang muslim membunuh kafir mu’ahad, ia terancam tidak bisa mencium bau surga.

“Barangsiapa membunuh orang kafir mu’ahad, maka dia tidak akan mencium bau wangi surga” (HR. Bukhari).

Demikian 7 orang yang tidak bisa mencium bau surga, semoga kita dan istri kita dijauhkan dari golongan yang demikian.

Note :

Mengenai makna ‘tidak masuk surga…‘. Imam An Nawawi ketika menjelaskan makna lafadz ‘tidak akan masuk surga..‘ beliau mengatakan: “lafadz ini dita’wil dengan dua kemungkinan dengan menimbang beberapa pertimbangan.

Pertama, maksudnya yaitu jika pelakunya menganggap halal perbuatan haram. Sehingga, karena sebenarnya ia tahu itu diharamkan agama, ia menjadi kafir kekal di neraka, tidak masuk surga.

Kedua, maksudnya yaitu ia tidak masuk surga bersama rombongan pertama dari kalangan orang-orang yang beruntung” (Syarh Shahih Muslim, 17/191).