Jumat, 09 Desember 2016

Urutan Umat Yang Terbaik Dalam Islam



Kita semua tahu bahwa sebaik-baik umat setelah Nabi-Nya adalah Abu bakar As Shidiq, kemudian Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, kita mengutamakan tiga shahabat ini sebagaimana Rasulullah mengutamakan mereka, para shahabat tidak berselisih dalam masalah ini, kemudian setelah tiga orang ini orang yang paling utama adalah ashabus syura (Ali bin Abi Thalib, Zubair, Abdur Rahman bin Auf, Sa’ad dan [Thalhah]*) seluruhnya berhak untuk menjadi khalifah dan imam.

Dalam hal ini kita berpegang dengan hadits Ibnu Umar:
“Kami menganggap ketika Rasulullah masih hidup dan para sahabatnya masih banyak yang hidup, bahwa sahabat yang terbaik adalah: Abu Bakar, Umar dan Utsman kemudian kita diam (tidak menentukan orang keempat)”

Kemudian setelah ashabus syura orang yang paling utama adalah orang yang ikut perang badar dari kalangan Muhajirin kemudian dari kalangan Anshar sesuai dengan urutan hijrah mereka, yang lebih dulu hijrah lebih utama dari yang belakangan, kemudian manusia yang paling utama setelah para sahabat adalah generasi yang beliau diutus kepada mereka. Dan semua orang pernah bersahabat dengan beliau selama satu tahun, satu bulan, satu hari atau satu jam, siapa yang pernah melihat Rasulullah maka dia termasuk sahabat Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.

Dia mempunyai keutamaan sesuai dengan lamanya dia bersahabat dengan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, dia lebih dulu masuk Islam bersama Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, mendengar dan melihatnya (merupakan satu keutamaan baginya – pent).

Orang yang paling rendah persahabatannya dengan Rasulullah tetap lebih utama dari pada generasi yang tidak pernah melihatnya, walaupun mereka bertemu dengan Allah dengan membawa seluruh amalannya.

Mereka yang telah bersahabat dengan Nabi shallallahu'alaihi wasallam telah melihat
dan mendengar beliau lebih utama (karena persahabatan mereka) dari kalangan Tabi’in
walaupun mereka (Tabi’in) telah beramal dengan semua amal kebaikan.

Kamis, 08 Desember 2016

Nasib Ruh Manusia Setelah Di Kubur



Renungilah hadits Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam berikut, hadits yang cukup panjang, maka bacalah dengan tidak terburu-buru, dan renungilah, semoga Alloh Subhanahu wa ta’ala memahamkan kita pada agama-Nya.

Dari Al Barro’ bin ‘Azib, dia berkata: “Kami pernah pergi bersama Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam mengiringi jenazah salah seorang dari kaum Anshor. Kami pun sampai di kuburan. Setelah jenazahnya dimasukkan ke liang lahat, Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam duduk (dengan menghadap kiblat) dan kami ikut duduk di sekeliling beliau dalam suasana yang sangat hening dan mencekam. Seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Di tangan beliau terdapat tongkat yang beliau hentakkan ke tanah. (Kemudian, beliau melihat ke langit dan ke bumi. Beliau juga mengangkat dan menurunkan pandangannya sebanyak tiga kali).

Selanjutnya, beliau bersabda: “Mohonlah perlindungan kepada Alloh dari adzab kubur’, sebanyak dua atau tiga kali. (Beliau pun berdo’a: ‘Ya Alloh, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur’) (tiga kali). Setelah itu, beliau bersabda: ‘Sesungguhnya seorang hamba yang beriman jika akan terputus dari kehidupan dunia menuju ke alam akhirat, maka akan turun kepadanya para Malaikat dari langit yang berwajah putih, seolah-olah wajah mereka itu matahari, dengan membawa salah satu dari kafan dan wewangian surga hingga mereka duduk dengan jarak sejauh pandangan.

Selanjutnya, Malaikat maut mendatanginya hingga duduk di dekat kepalanya seraya berkata: ‘Wahai jiwa yang baik (di dalam sebuah riwayat disebutkan: ‘jiwa yang tenang’), keluarlah menuju ampunan dari Alloh dan keridhoan-Nya.’” “Beliau berkata: ‘Maka keluarlah jiwa itu menetes seperti tetesan air yang keluar dari mulut bejana. Kemudian, dia mengambilnya. (Dalam sebuah riwayat disebutkan: ‘Hingga apabila ruhnya keluar, maka setiap Malaikat di antara langit dan bumi memohonkan rahmat untuknya, juga setiap Malaikat yang ada dilangit. Setelah itu, dibukakan baginya pintu-pintu langit. Tidak ada satu pun penghuni pintu itu, melainkan mereka berdo’a kepada Alloh agar ruhnya dinaikkan melalui mereka’). Ketika sudah mengambil ruh itu, mereka tidak akan membiarkannya di tangannya walaupun sekejap mata hingga mereka segera membungkusnya di dalam kafan tersebut dan juga dalam baluran wewangian tadi. (Demikianlah firman Alloh ta’ala: ‘Ia diwafatkan oleh Malaikat-malaikat Kami, dan Malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya’ (QS. Al
An’am : 61).

Maka darinya keluar aroma yang sangat wangi, lebih wangi dari minyak kesturi yang terdapat di muka bumi.” Beliau melanjutkan: “Sesudah itu, ruhnya dibawa naik. Mereka tidak berjalan melewati –yakni, sekumpulan Malaikat, melainkan mereka berkata: ‘Ruh siapa yang wangi ini?’ Mereka menjawab: ‘Fulan bin Fulan.’ –dengan sebutan nama paling baik yang dengannya dulu di dunia mereka memanggilnya hingga akhirnya mereka sampai di langit dunia. Selanjutnya, para Malaikat itu meminta dibukakan pintu untuknya, maka dibukakan pintu bagi mereka. Di setiap langit dia diiringi oleh para Malaikat yang terdekat (kepada Alloh) sampai ke langit berikutnya hingga akhirnya sampai di langit ketujuh. Kemudian, Alloh Azza wa Jalla berfirman: ‘Tuliskan kitab catatan hamba-Ku ini di ‘Illiyin: ‘Tahukah kamu apakah ‘Illiyin itu? (Yaitu) kitab yang bertulis, yang disaksikan oleh Malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Alloh).’ Maka dituliskan kitabnya di ‘Illiyin. Setelah itu, dikatakan): ‘Kembalikanlah ia ke bumi karena sesungguhnya (Aku mtelah menjanjikan bahwa darinya Aku telah menciptakan mereka dan kepadanya Aku akan mengembalikan mereka, serta darinya Aku akan keluarkan mereka pada kesempatan yang lain.’”

Dikatakan lebih lanjut: “Maka (dikembalikan lagi ke bumi dan) ruhnya pun dikembalikan ke jasadnya. (Beliau berkata: ‘Sesungguhnya dia mendengar suara sandal sahabat-sahabatnya jika mereka pulang meninggalkannya’). Sesudah itu dia didatangi oleh dua Malaikat (yang kasar lagi keras), (lalu keduanya menggertaknya dan) mendudukkannya seraya bertanya kepadanya: ‘Siapa Robbmu?’ Dia menjawab: ‘Robbku adalah Alloh.’ ‘Apa agamamu?’ tanya kedua Malaikat itu. Dia menjawab: ‘Islam agamaku.’ Keduanya pun bertanya lagi:
‘Siapakah orang ini yang telah diutus ke tengah-tengah kalian?’ Dia menjawab: ‘Dia adalah Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam.’ Lebih lanjut, keduanya bertanya: ‘Apa amalmu?’ Dia menjawab: ‘Aku telah membaca kitab Alloh. Aku juga beriman kepada-Nya serta membenarkannya.’ Malaikat itu pun menggertak seraya bertanya: ‘Siapa Robbmu, apa agamamu, dan siapa Nabimu?’ Yang demikian itu merupakan ujian terakhir yang diberikan kepada orang mukmin.

Hal ini berlangsung ketika Alloh Azza wa Jalla berfirman: ‘Alloh meneguhkan (iman)
orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia.’ (QS. Ibrohim : 27). Maka dia pun menjawab: ‘Alloh Robbku, Islam agamaku, Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam Nabiku.’ Kemudian ada penyeru yang berseru di langit: ‘Hamba-Ku benar, hamparkan permadani dari Surga untuknya, pakaikanlah pakaian dari surga kepadanya, serta bukakanlah pintu untuknya menuju ke surga.’”

Lebih lanjut, Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setelah itu, didatangkan baginya wewangian dari surga dan dilapangkan pula kuburan untuknya sejauh jarak pandang matanya.” Dia juga menceritakan: “Dia didatangi (dalam sebuah riwayat disebutkan: ‘Yang diserupakan dalam bentuk) seorang laki-laki yang berpakaian bagus dan mempunyai bau yang sangat wangi. Orang itu pun berkata: ‘Sampaikan berita gembira akan datangnya apa yang membuatmu bahagia. (Terimalah kabar gembira berupa keridhoan dari Alloh dan surga-surga yang di dalamnya terdapat kenikmatan yang abadi). Inilah harimu yang dulu pernah dijanjikan kepadamu.’ Selanjutnya, dia bertanya kepada orang itu: ‘Mudah-mudahan engkau diberikan kabar gembira dalam bentuk kebaikan.

Siapakah engkau ini? Wajahmu adalah wajah yang datang dengan membawa kebaikan.’ Maka orang itu menjawab: ‘Aku ini adalah amal sholihmu. (Demi Alloh, aku tidak mengetahui dirimu, melainkan engkau dengan cepat berusaha berbuat taat kepada Alloh, lamban dalam melakukan kemaksiatan, maka Alloh membalasmu dengan kebaikan.’) Kemudian, dikatakan: ‘Ini kedudukanmu jika engkau medurhakai Alloh, tetapi Alloh menggantinya dengan yang ini.’ Ketika dia melihat apa yang terdapat di dalam surga, dia pun berkata: ‘Wahai Robbku, segerakanlah hari kiamat agar aku bisa kembali kepada keluarga dan hartaku.’ (Maka dikatakan kepadanya: ‘Tetaplah di tempatmu.’)”

Lebih lanjut, Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesunguhnya seorang hamba kafir (dalam sebuah riwayat disebutkan: ‘orang yang berbuat keji’) jika akan berpisah dari kehidupan dunia menuju ke alam akhirat, maka akan turun dari langit malaikat-malaikat yang (kasar lagi seram) dengan wajah yang berwarna hitam dengan membawa kain bulu yang kasar (terbuat dari api) dari langit. Mereka duduk di dekatnya dalam jarak sejauh pandangan mata. Kemudian, Malaikat maut mendatanginya hingga duduk di dekat kepalanya. Selanjutnya, Malaikat itu berkata: ‘Wahai, jiwa yang busuk, keluarlah menuju kemurkaan dan kemarahan Alloh.’” Rosululloh bersabda: “Maka ruh yanga ada di dalam jasadnya itu berpisah dengan dicabut seperti dicabutnya tusukan daging (yang banyak geriginya) dari bulu-bulu yang basah. (Bersamaan dengan itu, maka terputus pula urat dan syaraf-syarafnya). (Setiap Malaikat yang ada di antara langit dan bumi melaknatnya, juga setiap-setiap Malaikat yang ada di langit, dan ditutup semua pintu langit. Tidak ada satu penghuni pintu itu, melainkan mereka berdo’a kepada Alloh agar ruhnya tidak dinaikkan melalui mereka). Setelah itu, Malaikat maut mengambilnya dan jika sudah mengambilnya, maka mereka tidak akan membiarkannya berada di tangannya walau sekejap mata pun hingga mereka menempatkannya di dalam kain kasar tesebut. Darinya keluar bau yang sangat busuk, lebih busuk dari bau bangkai yang terdapat di muka bumi.

Sesudah itu, mereka membawanya naik. Mereka tidak melewati sekumpulan Malaikat, melainkan para Malaikat itu bertanya: ‘Ruh siapa yang sangat buruk ini?’ Mereka pun menjawab: ‘Fulan bin Fulan –dengan sebutan nama yang paling buruk yang pernah diberikan di dunia ini- hingga akhirnya sampai di langit dunia. Kemudian, mereka meminta agar dibukakan pintu untuknya, tetapi tidak akan dibukakan pintu untuknya.” Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam membaca: “Sekali-kali tidak dibukakan bagi mereka pintupintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum.” (QS. Al A’rof : 4).

Maka Alloh Azza wa Jalla berfirman: “Tuliskanlah kitabnya di Sijjin, di lapisan tanah paling bawah. (Setelah itu, dikatakan: ‘Kembalikan hamba-Ku itu ke bumi karena sesungguhnya Aku menjanjikan kepada mereka bahwa Aku telah menciptakan mereka darinya (tanah, kepadanya Aku akan mengembalikannya, dan darinya pula Aku akan mengeluarkan mereka pada kesempatan yang lain.” Kemudian, ruhnya dilemparkan (dari langit) sekali lemparan (sehingga mengenai jasadnya). Setelah itu, beliau membaca ayat: “Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Alloh, maka adalah ia seolaholah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. Al Hajj : 31).

Selanjutnya, ruhnya dikembalikan ke jasadnya. (Beliau bersabda: “Sesungguhnya dia mendengar suara sandal sahabat-sahabatnya jika mereka pulang meninggalkan dirinya.”) Sesudah itu, dia didatangi oleh dua Malaikat (yang kasar lagi keras). (Keduanya pun menggertaknya lalu) mendudukkannya seraya bertanya: “Siapa Robbmu?” (Dia menjawab: “E...e..., tidak tahu.” Kedua Malaikat itu bertanya lagi: “Apa agamamu?” Dia menjawab: “E...e...tidak tahu.”). “Bagaimana menurutmu tentang siapakah orang yang telah diutus kepada kalian?,” tanya keduanya juga. Kemudian, dikatakan: “Muhammad.” Dia menjawab: “E...e...tidak tahu. (Aku mendengar orang-orang mengatakan demikian.” Beliau bercerita, lalu dikatakan: “Kamu tidak tahu dan tidak juga mau membaca.”).

Selanjutnya, ada penyeru yang berseru dari langit: “Dia itu bohong. Oleh karena itu,
hamparkanlah untuknya alas dari neraka, bukakan juga untuknya pintu menuju neraka. Maka didatangkan untuknya panas dan racun neraka dan disempitkan pula baginya kuburannya sehingga semua tulang-tulangya remuk. Setelah itu, dia didatangi (dalam sebuah riwayat: ‘Diserupakan untuknya) seseorang yang berwajah sangat buruk, berpakaian jelek, lagi berbau busuk. Orang itu pun berkata: “Terimalah berita yang akan membuatmu sengsara. Inilah hari yang dulu pernah dijanjikan kepadamu.” Dia berkata: (“Kamu sendiri, semoga Alloh memberimu berita keburukan,) siapa kamu ini? Wajahmu seperti wajah orang yang datang dengan membawa keburukan.” Dia menjawab: “Aku adalah amal burukmu. (Demi Alloh, aku tidak mengetahuimu, melainkan engkau benar-benar sangat lamban mentaati Alloh, tetapi justru sangat cepat mendurhakai-Nya). (Semoga Alloh membalas keburukan kepadamu.” Kemudian, ditetapkan baginya kebutaan, ketulian, dan kebisuan, sementara di tangannya terdapat sebatang besi yang jika dipukulkan ke gunung, niscaya gunung itu akan menjadi debu.

Maka Malaikat memukulnya sekali pukulan sehingga dia benar-benar menjadi debu. Setelah itu, Alloh mengembalikannya seperti semula. Selanjutnya, dia dipukul sekali pukulan sehingga dia berteriak keras yang didengar oleh segala sesuatu, kecuali jin dan manusia. Sesudah itu, dibukakan baginya pintu neraka serta dihamparkan pula untuknya lantai dari neraka.)” Maka dia berkata: “Wahai Robbku, janganlah Engkau adakan kiamat.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Al Hakim, Ath Thayalisi, dan Ahmad. Juga oleh An Nasa’i dan Ibnu Majah.

Minggu, 04 Desember 2016

Orang Quraisy Meyakini Allah Sebagai Rabb, Namun Kenapa Rasulullah Perangi Mereka?

perang

Tauhid adalah mengesakan Allah subhanahu wa ta'ala dalam beribadah. Tauhid adalah agama para rasul yang karenanya mereka diutus ke segenap hamba-Nya. Rasul yang pertama adalah Nuh 'alaihis salam. Allah mengutus Nuh kepada kaumnya tatkala mereka berlebih-lebihan kepada orang-orang shaleh mereka seperti: Wadd, Suwa', Ya'uq, Yaghuts, Nasr.

Adapun rasul terakhir adalah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliaulah yang menghancurkan patung-patung orang-orang shaleh tersebut. Allah mengutusnya kepada kaum yang sudah terbiasa beribadah, menunaikan haji, bersedekah, serta banyak berdzikir kepada Allah, tetapi mereka menjadikan sebagian makhluk sebagai perantara antara mereka dengan Allah. Mereka berdalih, kami ingin agar mereka lebih mendekatkan kami kepada Allah, kami ingin syafa'at mereka di sisi Allah.

Sedang para perantara itu terdiri dari para malaikat, Isa bin Maryam dan orang-orang shaleh lainnya. Maka Allah mengutus kepada mereka Muhammad shallallahu wa'alaihi wa sallam agar memperbaharui agama bapak mereka, Ibrahim 'alaihis salam, serta mengkhabarkan bahwa taqarrub dan keyakinan itu hanya hak Allah semata. Keduanya tidak patut diberikan kepada yang lain, meskipun sedikit, baik kepada malaikat, nabi yang diutus, apa lagi kepada selain mereka.

Jika tidak, maka sesungguhnya orang-orang musyrik pun mengakui dan bersaksi bahwasanya Allah adalah Maha Pencipta dan Maha Pemberi rizki, tiada sekutu bagi-Nya. Tidak ada yang memberi rizki kecuali Dia, tidak ada yang menghidupkan dan mematikan kecuali Dia, dan tidak ada yang mengurusi segala perkara kecuali Dia.

Orang-orang musyrikin juga mengakui dan bersaksi bahwa seluruh langit yang tujuh berikut isinya dan segenap bumi berikut isinya adalah hamba-hamba-Nya serta berada di bawah aturan dan kekuasaan-Nya.

Jka Anda menginginkan dalil bahwa orang-orang musyrik yang diperangi Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam itu bersaksi demikian, maka bacalah firman Allah:

"Katakanlah: 'Siapa yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa [menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala urusan?' Maka mereka akan menjawab:'Allah'. Maka katakanlah:'Mengapa kamu tidak bertakwa [kepada-Nya]." (QS. Yunus : 31).

Allah juga berfirman,"Katakanlah:'Kepunyaan siapa bumi ini dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?' Mereka menjawab: 'Kepunyaan Allah'. Katakanlah: 'Maka apakah kamu tidak ingat?' Katakanlah:'Siapa yang mempunyai langit yang 7 dan yang mempunyai 'Arsy yang besar?' Mereka menjawab: 'Kepunyaan Allah'. Katakanlah:'Mengapa kamu tidak bertakwa?' Katakanlah:'Siapa yang ditangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari [adzab] Nya, jika kamu mengetahui?' Mereka akan menjawab:'Kepunyaan Allah'. Katakanlah: '[Kalau demikian], maka dari jalan mana kamu ditipu?" (QS. Al-Mu'minun : 84-89).

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang lain. Walaupun orang-orang musyrik mengakui hal tersebut yakni tauhid rububiyah, tetapi tidak menjadikan mereka sebagai ahli tauhid, yang tauhid [uluhiyah] inilah yang merupakan tujuan dakwah Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam kepada mereka. Dan tauhid yang mereka ingkari itu adalah tauhid ibadah atau disebut juga uluhiyah yang oleh orang-orang musyrik pada zaman dulu mereka namakan sebagai "al-i'tiqad".

Kamis, 01 Desember 2016

Tingkatan Derajat Manusia Dalam Islam

tingkatan manusia

Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan bertauhid kepada-Nya, tunduk kepada-Nya dengan menjalankan ketaatan, dan berlepas diri dari syirik dan pelakunya. Islam terdiri dari tiga tingkatan, yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Masing-masing tingkatan memiliki rukun-rukun.

Tingkatan pertama: Islam

Rukun Islam ada lima, yaitu: bersyahadat la ilaha illallah Muhammad rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, menjalankan puasa ramadhan, dan menunaikkan haji ke baitullah. Dalil syahadat adalah firman Allah ta’ala:
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar melainkan Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran : 18).

Dalil tentang syahadat Muhammad rasulullah adalah firman Allah ta’ala:
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At Taubah : 128).

Dalil tentang shalat dan zakat adalah firman Allah ta’ala:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah : 5).

Dalil tentang puasa adalah firman Allah ta’ala:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah : 183).

Dalil tentang haji adalah firman Alloh ta’ala:
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali Imran : 97).

Tingktan kedua: Iman

Iman memiliki lebih dari tujuh puluh cabang. Cabang iman yang tertinggi adalah mengucapkan la ilaha illallah. Sedangkan cabang iman yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Malu adalah salah satu cabang dalam iman.

Rukun iman ada enam: beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab, para Rasul-Nya, hari akhir, dan kepada takdir baik dan buruk. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi.” (QS Al Baqarah : 177).

Dalil tentang beriman kepada takdir yang baik dan buruk adalah firman Allah ta’ala:
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan takdir.” (QS. Al Qamar : 49).

Tingkatan ketiga: Ihsan

Ihsan merupakan rukun tersendiri. Makna ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihatmu. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang
yang berbuat baik.” (QS. An Nahl : 128).

Dalil dari hadits Nabi adalah hadits Jibril yang terkenal. Hadits itu diriwayatkan dari Umar Radhiyallahu’anhu, dia mengatakan:

“Pada suatu hari ketika kami duduk dekat aosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba tampak dihadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan jauh, dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Lalu ia duduk di hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dia merapatkan lututnya pada lutut Nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas pahanya sendiri, seraya bertanya:

“Hai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam!” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Ilah yang berhak disembah dengan benar selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya.”

Orang itu berkata, “Engkau benar”. Maka kami pun heran, dia yang bertanya kenapa dia pula yang membenarkannya. Maka orang itu bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang Iman” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Hendaklah engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan-Nya (Rasul), kepada hari kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” Orang tadi berkata, “Engkau benar”.

Orang itu bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang Ihsan” Nabi menjawab, “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihatnya, maka sesungguhnya Dia pasti melihatmu.”

Orang itu bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang kiamat” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Orang yang ditanya tentang itu tidak lebih tahu dari yang bertanya.” Selanjutnya orang itu bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya”

Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,“Jika hamba perempuan telah melahirkan majikannya, dan engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, miskin, dan penggembala kambing saling berlomba-lomba mendirikan bangunan.”

Umar berkata “Kemudian orang tersebut beranjak pergi, sedangkan aku terdiam cukup lama. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku”, “Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya itu?” Saya menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui” Rasulullah berkata, “Dia adalah Jibril, dia datang untuk mengajarkan kepada kalian tentang agama kalian.” (HR. Muslim).

Ternyata Kesyirikan di Zaman Kita Lebih Parah Dari Zaman Rasulullah

syirik

Sesungguhnya kaum musyrikin di zaman kita lebih parah kesyirikannya dibandingkan kesyirikan kaum musyrikin zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Karena kaum musyrikin zaman dahulu mereka berbuat syirik ketika mereka dalam keadaan lapang dan mereka mengikhlaskan ibadah kepada Allah ketika mereka dalam keadaan sempit.

Sedangkan orang-orang musyrik di zaman kita, kesyirikan mereka berlangsung terus menerus, baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala yang artinya,“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (QS. Al 'Ankabut : 65).

Demikianlah keadaan kaum musyrikin di zaman Nabi, di saat mereka dalam keadaan sempit misalnya saat berada di tengah laut dan mereka takut tenggelam maka mereka memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata, mereka tinggalkan sekutu-sekutu yang biasa mereka persekutukan dengan Allah. Namun,  saat kesempitan itu telah hilang dari mereka maka kembalilah mereka menyekutukan Allah.

Adapun di zaman ini, sebagian orang menyekutukan Alloh dalam keadaan lapang maupun sempit. Contoh dari pernyataan ini adalah kenyataan di negeri kita sendiri, di mana di suatu daerah kesyirikan telah menjadi ritual tahunan, dengan mempersembahkan ini dan itu kepada tempat-tempat yang dianggap keramat. Maka tatkala wilayah itu terkena musibah gempa, bukannya mereka bertaubat kepada Allah atas kesyirikan yang mereka lakukan, justru mereka malah mengadakan ritual tolak bala ke sebuah laut, mempersembahkan ini dan itu, dan seterusnya, padahal seharusnya mereka kembali kepada Allah dengan bertaubat dan memurnikan ibadah kepada Allah, karena hanya Allah lah yang mampu menghilangkan musibah yang menimpa mereka, bukan yang lainnya.

Inilah kenyataan yang ada, bahwa kesyirikan di zaman ini lebih parah daripada kesyirikan di zaman Nabi, maka usaha untuk membersihkan akidah kaum muslimin dari berbagai noda syirik adalah usaha yang mendesak yang harus dilakukan sebelum usaha-usaha lainnya, wallahu a’lam.

Adab-adab Ketika Bermajelis

masjid

Mengetahui adab-adab dalam majelis adalah suatu keniscyaan dan keutamaan tersendiri sebagai pengejawantahan firman Allah,“ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isra’ : 36).

Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,“ Menuntut ilmu wajib bagi tiap Muslim”.
Maka adalah kewajiban bagi seorang muslim untuk mengetahui ilmunya terlebih dahulu, sebagaimana Imam Bukhari menjadikan bab,"Ilmu sebelum berkata dan beramal”.

Berikut ini adalah adab-adab dalam bermajelis:

1. Mengucapkan salam kepada ahli majelis jika ia hendak masuk dan duduk pada majelis tersebut, hendaknya ia mengikuti majelis tersebut hingga selesai. Jika ia hendak meninggalkan majelis tersebut, ia harus meminta izin kepada ahli majelis lalu mengucapkan salam.

2. Tidak menyuruh seseorang berdiri, pindah atau bergeser agar ia menempati tempat duduknya, dan selayaknya bagi ahli majelis yang telah duduk dalam majelis merenggangkan tempat duduknya, agar seseorang yang mendatangi majelis tadi mendapatkan tempat duduk. Hal ini sebagaimana dalam hadits Rasulullah :

“Janganlah kalian menyuruh temannya bangkit dari tempat duduknya, akan tetapi hendaklah kamu memperluasnya.” (Muttafaq ‘alaihi).

3. Tidak memisahkan dua orang yang sedang duduk agar ia dapat duduk di tengah-tengahnya, kecuali dengan seizinnya, sebagaimana dalam hadits Rasulullah :

“Tidak halal bagi seorang laki-laki duduk di antara dua orang dengan memisahkan mereka kecuali dengan izinnya.” (HR. Abu Dawud dan Turmudzi, hadits Hasan).

4. Apabila seseorang bangkit dari tempat duduknya meninggalkan majelis kemudian kembali lagi, maka ia lebih berhak duduk di tempat yang ditinggalkannya tadi. Sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
“Apabila seseorang bangkit dari duduknya lalu ia kembali, maka ia lebih berhaq duduk di tempatnya tadi.”(HR Abu Daw ud dan Turmudzi, hadits Hasan).

5. Tidak duduk di tengah-tengah halaqoh/majelis, dalilnya :
“Rasulullah melaknat orang yang duduk di tengah-tengah halaqoh.”(HR. Abu Dawud,  Walaupun dha’if dan tak dapat digunakan sebagai hujjah, namun hendaklah kita menghindarkan diri dari duduk di tengah halaqoh, sebagai sikap berjaga-jaga dan berhati-hati).

6. Seseorang di dalam majelis hendaknya memperhatikan adab-adab sebagai berikut :
- Duduk dengan tenang dan sopan, tidak banyak bergerak dan duduk pada tempatnya.
- Tidak menganyam jari, mempermainkan jenggot atau cincinnya, banyak menguap, memasukkan tangan ke hidung, dan sikap-sikap lainnya yang menunjukkan ketidakhormatan kepada majelis.
- Tidak terlalu banyak berbicara, bersenda gurau ataupun berbantah-bantahan yang sia-sia.
- Tidak berbicara dua orang saja dengan berbisik-bisik tanpa melibatkan ahli majelis lainnya.
- Mendengarkan orang lain berbicara hingga selesai dan tidak memotong pembicaraannya.
- Bicara yang perlu dan penting saja, tanpa perlu berputar-putar dan berbasa-basi ke sana ke mari.
- Tidak berbicara dengan meremehkan dan tidak menghormati ahli majelis lain, tidak merasa paling benar (ujub) dan sombong ketika berbicara.
- Menjaw ab salam ketika seseorang masuk ke majelis atau meninggalkan majelis.
- Tidak memandang ajnabiyah (w anita bukan mahram), berbasa-basi dengannya, ataupun melanggar batas hubungan lelaki dengan w anita muslimah bukan mahram, baik kholwat (berdua-duaan antara laki-laki dan w anita bukan mahram) maupun ikhtilath (bercampur baur antara laki-laki dan perempuan bukan mahram).

7. Disunnahkan membuka majelis dengan khutbatul hajah, dimana Rasulullah senantiasa membacanya setiap akan khuthbah, ceramah, baik pada pernikahan, muhadharah (ceramah) ataupun pertemuan, dan sunnah inipun dilanjutkan oleh sahabat-sahabat lainnya dan para as-Salaf Ash-sholeh.

8. Disunnahkan menutup majelis dengan do’a kafaratul majelis, artinya : “Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. Turmudzi, Shahih). Diriwayatkan pula oleh Turmudzi, ketika Nabi ditanya tentang do’a tersebut, beliau menjawab, untuk melunturkan dosa selama di majelis.