Sabtu, 28 Januari 2017

Aneh, Mengaku Muslim Tapi Menghina Ajarannya

wanita bercadar

Dizaman keterasingan islam ini, saya sering mendengar sebagian kaum muslimin yang menghina wanita muslimah yang mengenakan jilbab yang lebar dan bercadar dengan sebutan ninja atau aliran sesat atau yang lain tanpa dasar ilmu. Padahal hal tersebut adalah bagian dari syariat Islam. Berikut ini akan saya bawakan riwayat-riwayatnya sebagai pembelaanku terhadap syariat islam dan saudariku muslimah yang terdzalimi.

Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab : 59).

Al Imam Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir Ath Thabriy, beliau rahimahullah berkata dalam tafsir ayat ini : Allah  mengatakan kepada Nabi-Nya Muhammad  : Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:" janganlah kalian/wanita menyerupai budak dalam hal pakaiannya, jika mereka keluar rumah untuk keperluannya, mereka membuka rambut dan mukanya, tapi hendaklah mereka mengulurkan jilbab (jubah)nya keseluruh tubuh mereka agar tidak diganggu orang jahat jika dia tahu bahwa mereka itu wanita merdeka dengan gangguan perkataan “ kemudian ahli tafsir berbeda pendapat tentang cara mengulurkan yang diperintahkan Allah kepada mereka , sebagian mengatakan:

* Para wanita menutup muka dan kepalanya dan tidak menampakkan kecuali satu mata saja. Beliau menyebutkan orang yang mengatakannya : Telah memberitahukan kepada saya Ali, dia berkata Abu Shalih telah meberitahukan kepada kami, dia berkata Muawiyyah telah memberitahukan kepada saya dari Ali2 dari Ibnu Abbas ,firman-Nya,”Allah memerintahkan wanita wanita mukminat bila keluar dari rumah untuk suatu kebutuhan agar menutup wajah mereka dengan jilbab yang diulurkan dari atas kepalanya dan hanya menampakan satu mata mereka saja. ( Sanadnya hasan sebagaimana yang dinyatakan oleh Syaikh Abdul Qadir Habibullah As Sindiy, lihat Raf’ul Junnah Amama Jilbabil Mar’ah Al Muslimah Fil Kitab Was Sunnah Hal :138, Atsar ini mempunyai syahid yang kuat dengan sanad yang shahih dari Ubaidah As Salmaniy).

* Ya’qub telah memberi tahu saya, dia berkata Ibnu ‘Ulayyah telah memberi kabar kami dari Ibnu Aun dari Muhammad dari Ubaidah dalam firman-Nya,”Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka" maka Ibnu Aun mengenakannya di depan kami, dia berkata : Dan Muhammad mengenakannya di depan kami, Muhammad berkata : Ubaidah mengenakannya di depan kami, Ibnu berkata : Dengan kain rida’nya, terus beliau menutupi kepalanya dengan kain itu, terus menutupi hidungnya dan mata yang kiri dan mengeluarkan mata kanannya, dan mengulurkan rida’nya dari atas sampai menjadikannya dekat dengan alisnya atau pada alisnya.

* Ya’qub telah memberi kabarku, berkata : Husyaim telah mengkabarkan kami, berkata : Hisyam telah mengkabarkan kami, dari Ibnu Sirin, berkata : saya bertanya kepada Ubaidah tentang firman-Nya,” Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka" berkata : Maka beliau memperaktekan dengan kainnya, beliau tutup kepala dan wajahnya dan hanya menampakan salah satu mata. (Sanadnya shahih lihat Raf’ul Junnah :139).

* Al Imam Al Faqih ‘Imaduddin Ibnu Muhammad Ath Thabari yang terkenal dengan julukan Ilkiya Al Harras (Wafat 504 H) rahimahullah berkata dalam tafsirnya : Firman-Nya Ta’ala,” Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anakanak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".  Jilbab adalah rida’(jubah), maka Dia memerintahkan mereka (wanita) supaya menutupi wajah dan kepala mereka, dan tidak mewajibkannya terhadap budak. (Tafsir Ilkiya Al Harras Ath Thabari 4/354).

Sebenarnya masih banyak riwayat-riwayat lain, namun saya rasa ini sudah cukup untuk membuktikan bahwa wanita yang memakai kerudung yang lebar dan bercadar bukanlah aliran sesat sebagaimana tuduhan orang-orang.


Selasa, 17 Januari 2017

Apakah Anda Ingin Dihindarkan Dari Hukuman dan Adzab Akibat Dosa Anda ?

adzab neraka

Ketahuilah saudaraku bahwa seorang mukmin apabila melakukan kesalahan dan kemaksiatan maka ia akan dapat terhindar dari hukuman atau adzab akibat dari dosa yang dia lakukan tersebut dengan 10 sebab. Apa sajakah 10 sebab tersebut?

PERTAMA:
Dengan bertaubat dengan taubat yang sebenarnya, sehingga Allah Ta'ala menerima taubatnya, karena orang yang bertaubat dari dosanya seperti orang yang tidak memiliki dosa.

KEDUA:
Beristighfar (meminta Ampunan) kepada Allah Ta'ala, lalu Allah mengampuninya.

KETIGA:
Melakukan amal kebaikan, yang dengan amal kebaikan tersebut dapat menghapus kesalahan-kesalahannya, Allah Ta'ala telah berfirman bahwa sesungguhnya amal-amal kebaikan itu dapat menghapus kesalahan-kesalahan (dosa-dosa kecil).

KEEMPAT:
Ia mendapatkan doa dari orang-orang yang beriman, dan mendapatkan syafa'at dari mereka.

KELIMA:
Saudara-saudaranya dari orang-orang yang beriman menghadiahkan pahala amal shalih kepadanya..(berupa amal-amal shalih yang Allah ta'ala berikan kemanfaatan kepadanya, [seperti haji, umrah dan shadaqah berdasarkan dalil-dalil yang shahih, pen.])

KEENAM:
Mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

KETUJUH:
Allah ta'ala mengujinya di dunia dengan musibah pada dirinya, hartanya, anak-anaknya, kerabatnya dan orang-orang yang ia cintai.

KEDELAPAN:
Allah Ta'ala mengujinya di alam Barzah dengan fitnah kubur (pertanyaan2 munkar dan nakir), menyempitnya kuburannya maka dengan itu Allah hapus kesalahan-kesalahannya, sebagaiamna hal itu di sebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitabnya di awal-awal 'kitabul iman al-ausath'

KESEMBILAN:
Allah Ta'ala mengujinya dengan dahsatnya hari kiamat, dengan perkara yang dapat menjadi kaffarah (penebus dosa) baginya.

KESEPULUH:
Ia mendapatkan Rahmat dari Yang Maha Penyayang di antara para penyayang (yaitu Allah Ta'ala).

Maka barangsiapa yang tidak mendapatkan 10 perkara ini maka janganlah ia mencela kecuali dirinya sendiri, sebagaimana dalam hadits qudsi, yang artinya:"Hanyalah itu adalah amal-amal kalian yang Aku hitung untuk kalian kemudian Aku berikan kepadanya balasannya, barangsiapa yang mendapatkan kebaikan maka pujilah Allah, dan barangsiapa yang mendapati selain darinya maka
janganlah ia mencela kecuali kepada dirinya sendiri..." (HR. Muslim)..

 *Al-Mughni 'an Majalis as-Suu', hal: 136*

Senin, 16 Januari 2017

Larangan Bersikap Ghuluw Dalam Islam

melampaui batas

Secara bahasa, ghuluw berarti melampaui batas. Sedangkan Ghuluw dalam beragama berarti melampaui apa yang dikehendaki syari'at, baik dalam keyakinan maupun amalan. Ibnu Taimiyah dalam Al Iqtidha' 1/288 - 289 mengatakan,"Ghuluw berarti melampaui batas dengan menambah-nambah dalam memuji sesuatu atau mencelanya sehingga melampaui apa yang menjadi haknya."

Baca juga Nasib Ruh Manusia Setelah Di Kubur

Larangan bersikap Ghuluw terdapat dalam Al Qur'an, Allah berfirman yang artinya,"Katakanlah: "Wahai Ahli kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara yang tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu memperturutkan hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dan (karena) mereka telah menyesatkan banyak orang, dan merekapun tersesat dari jalan yang lurus." (Al Maidah: 99).

Dalam Jami'u Ahkami Al Qur'an, cetakan Daru Al Kutubi Al Mishriyyah 6/21. Imam Al Qurthubi menegaskan dengan ayat di atas, Allah mengharamkan sikap ghuluw. Sedangkan ghuluw itu sendiri adalah melampaui batas. Dia mencontohkan, bahwa di antara bentuk ghuluw seperti sikap ghuluwnya orang-orang Yahudi terhadap Maryam binti 'Imran yang sampai-sampai menuduhnya berzina. Sebaliknya juga sikap ghuluw-nya orang-orang Nashrani terhadap dia (Maryam) sehingga menganggapnya sebagai Tuhan.

Sedangkan larangan dalam hadits, dari Ibnu Abbas Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,"Wahai manusia, waspadalah kamu sekalian terhadap ghuluw di dalam Islam. Sesungguhnya yang membinasakan umat-umat sebelum kamu hanyalah sikap ghuluw dalam agama mereka." (HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya kitab Manasik Bab Qadru al Hashaa II/1008, An Nasa'i dalam Sunan-nya dalam kitab Manasik al Hajj bab Iltiqathu al Hashaa V/268, dan Imam Ahmad dalam Musnad-nya 1/210, 247).

Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa sikap ghuluw itu bisa diperbuat dari perkara yang memang diperintahkan, bisa juga terjadi dalam perkara-perkara yang asalnya mubah. Menambah-nambah kepada apa yang diperintahkan Allah berarti ghuluw. Demikian juga melaksanakan yang mubah, apabila melampaui batas juga bisa menjadi ghuluw. (Majmu' Fatawa 3/259/262).

Syaikh Utsaimin ketika ditanya tentang bagaimana sebenarnya perwujudan sikap tengah yang menjadi ciri Ahlus Sunnah wal Jama'ah, beliau menyatakan," al Wasath (sikap tengah) dalam beragama, berarti seorang Muslim itu hendaknya tidak melampaui batasan yang dikehendaki Allah dan tidak juga melalaikan atau mengurangi batasan yang dikehendaki-Nya.

Sebagai penutup ingatlah nasehat Rasulullah, Beliau pernah bersabda,"Binasalah mereka yang bersikap tanatthu', binasalah mereka yang bersikap tanatthu', binasalah mereka yang bersikap tanatthu'." Imam Nawawi menyatakan, "Tanatthu' berarti melampaui batas." 

Minggu, 15 Januari 2017

Tata Cara Sujud Yang Sempurna

Secara umum, tata cara sujud yang benar telah disebutkan dalam hadis berikut:

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku diperintahkan untuk bersujud dengan bertumpu pada tujuh anggota badan: Dahi –dan beliau berisyarat dengan menyentuhkan tangan ke hidung beliau–, dua telapak tangan, dua lutut, dan ujung-ujung dua kaki.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadis, tujuh anggota sujud dapat kita rinci:

a. Dahi dan mencakup hidung
b. Dua telapak tangan
c. Dua lutut
d. Dua ujung-ujung kaki.

Adapun bentuk sujud yang sempurna secara rinci dijelaskan sebagai berikut:

1. Menempelkan Dahi dan Hidung di Lantai
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menempelkan dahi dan hidungnya ke lantai…” (HR. Abu Daud, Turmudzi dan dishahihkan Al Albani dalam Sifat Shalat, Hal. 141)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada shalat bagi orang yang tidak menempelkan hidungnya ke tanah, sebagaimana dia menempelkan dahinya ke tanah.” (HR. Ad Daruqutni dan At Thabrani dan dishahihkan Al Albani dalam Sifat Shalat, Hal. 142)

Hadis ini menunjukkan, menempelkan hidung ketika sujud hukumnya wajib.

2. Meletakkan Kedua Tangan di Lantai dan Sejajar dengan Pundak atau Telinga
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan kedua tangannya (ketika sujud) sejajar dengan pundaknya.” (HR. Abu Daud, Turmudzi dan dishahihkan Al Albani dalam Sifat Shalat, Hal. 141)

Dan terkadang “Beliau  meletakkan tangannya sejajar dengan telinga.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’i dengan sanad shahih sebagaimana disebutkan Al Albani dalam Sifat Shalat, Hal. 141)

3. Merapatkan Jari-jari Tangan dan Menghadapkannya ke Arah Kiblat
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merapatkan jari-jari tangan ketika sujud.” (HR. Ibn Khuzaimah dan Al Baihaqi dan dishahihkan Al Albani)

“Beliau menghadapkan jari-jarinya ke arah kiblat.” (HR. Al Baihaqi dengan sanad shahih, sebagaimana keterangan Syaikh Al Albani dalam Sifat Shalat)

Ibn Umar radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka menghadapkan anggota tubuhnya ke arah kiblat ketika shalat. Sampai beliau menghadapkan jari jempolnya ke arah kiblat.” (HR. Ibn Sa’d dan dishaihkan Al Albani dalam Sifat Shalat, Hal. 142)

4. Mengangkat Kedua Lengan dan Membentangkan Keduanya Sehingga Jauh dari Lambung
“Beliau tidak meletakkan lengannya di lantai.” (HR. Al Bukhari dan Abu Daud)

“Beliau mengangkat kedua lengannya dan melebarkannya sehingga jauh dari lambungnya, sampai kelihatan ketiak beliau yang putih dari belakang.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

“Beliau melebarkan lengannya, sehingga anak kambing bisa lewat di bawah lengan beliau.” (HR. Muslim dan Abu ‘Awanah)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh dalam merenggangkan kedua lengannya kekita sujud, sampai ada sebagian sahabat yang mengatakan, “Sungguh kami merasa kasihan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena beliau sangat keras ketika membentangkan kedua lengannya pada saat sujud.” (HR. Abu Daud dan Ibn Majah dengan sanad hasan sebagaimana keterangan Syaikh Al Albani dalam Sifat Shalat)

Catatan:
Membentangkan kedua lengan ketika sujud dianjurkan jika tidak mengganggu orang lain yang berada di sampingnya. Jika mengganggu orang lain, misalnya ketika shalat berjamaah, maka tidak boleh membentangkan tangan, namun tetap harus mengangkat siku agar tidak menempel dengan lantai. Karena menempelkan siku ketika sujud termasuk tata cara sujud yang dilarang.

5. Menempelkan Kedua Lutut di Lantai
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami diperintahkan untuk bersujud dengan bertumpu pada tujuh anggota badan:….salah satunya bertumpu pada kedua lutut.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Catatan:
Kedua lutut dirapatkan ataukah direnggangkan?

Tidak terdapat keterangan tentang masalah ini. Oleh karena itu, posisi lutut ketika sujud sebaiknya di sesuaikan dengan kondisi yang paling nyaman menurut orang yang shalat. Jika dia merasa nyaman dengan merenggangkan lutut, maka sebaiknya direnggangkan dan sebaliknya, jika dia merasa nyaman dengan kondisi dirapatkan kedua lututnya, maka sebaiknya dirapatkan.

Syaikh Ibn Al Utsaimin mengatakan, “Hukum asal (gerakan shalat) adalah meletakkan anggota badan sesuai dengan kondisi asli tubuh sampai ada dalil yang menyelisihinya.” (Asy Syarhul Mumthi’, 1:574)

6. Bersikap I’tidal Ketika Sujud
Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin menjelaskan bahwa yang dimaksud “i’tidal ketika sujud” adalah merenggangkan antara betis dengan paha, dan meregangkan antara perut dengan paha, masing-masing kurang lebih 90 derajat. Namun tidak boleh berlebihan ketika meregangkan betis dengan paha, sehingga lebih dari 90 derajat.(Asy Syarhul Mumthi’, 1:579)

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda, “Bersikaplah I’tidal ketika sujud.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Humaid radhiallahu ‘anhu, beliau menceritakan tata cara shalatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: …Ketika beliau sujud, beliau renggangkan kedua pahanya, tanpa sedikit pun menyentuhkan paha dengan perut beliau. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh As Syaukani dalam Nailul Authar)

As Syaukani mengatakan: Hadis ini dalil dianjurkannya meregangkan kedua paha ketika sujud dan mengangkat perut sehingga tidak menyentuh paha. Dan tidak ada perselisihan ulama tentang anjuran ini. (Nailul Authar, 2:286)

7. Meletakkan Ujung-ujung Kaki dan Ditekuk Sehingga Ujung-ujungnya Menghadap Kiblat
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan dua lututnya dan ujung kedua kakinya di tanah.” (HR. Al Baihaqi dengan sanad shahih, dinyatakan shahih oleh Al Hakim dan dishahihkan Al Albani)

“Beliau menegakkan kedua telapak kakinya.” (HR. Al Baihaqi dengan sanad shahih dan dishahihkan Al Albani) Dan “Beliau memerintahkan (umatnya) untuk melakukannya.” (HR. At Turmudzi, Al Hakim dan dishahihkan Al Albani)

“Beliau menghadapkan punggung kakinya dan ujung-ujung jari kaki ke arah kiblat.” (HR. Al Bukhari dan Abu Daud)

8. Merapatkan Tumit
“Beliau merapatkan kedua tumitnya (ketika sujud).” (HR. At Thahawi dan Ibn Khuzaimah dan dishahihkan Al Albani)

9. Melaksanakan Gerakan Sujud Sebagaimana di Atas dengan Sungguh-sungguh
Karena demikianlah sunnah yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Agar shalat kita bisa sempurna maka sunnah yang mulia ini harus kita jaga.