Jumat, 09 Desember 2016

Urutan Umat Yang Terbaik Dalam Islam



Kita semua tahu bahwa sebaik-baik umat setelah Nabi-Nya adalah Abu bakar As Shidiq, kemudian Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, kita mengutamakan tiga shahabat ini sebagaimana Rasulullah mengutamakan mereka, para shahabat tidak berselisih dalam masalah ini, kemudian setelah tiga orang ini orang yang paling utama adalah ashabus syura (Ali bin Abi Thalib, Zubair, Abdur Rahman bin Auf, Sa’ad dan [Thalhah]*) seluruhnya berhak untuk menjadi khalifah dan imam.

Dalam hal ini kita berpegang dengan hadits Ibnu Umar:
“Kami menganggap ketika Rasulullah masih hidup dan para sahabatnya masih banyak yang hidup, bahwa sahabat yang terbaik adalah: Abu Bakar, Umar dan Utsman kemudian kita diam (tidak menentukan orang keempat)”

Kemudian setelah ashabus syura orang yang paling utama adalah orang yang ikut perang badar dari kalangan Muhajirin kemudian dari kalangan Anshar sesuai dengan urutan hijrah mereka, yang lebih dulu hijrah lebih utama dari yang belakangan, kemudian manusia yang paling utama setelah para sahabat adalah generasi yang beliau diutus kepada mereka. Dan semua orang pernah bersahabat dengan beliau selama satu tahun, satu bulan, satu hari atau satu jam, siapa yang pernah melihat Rasulullah maka dia termasuk sahabat Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.

Dia mempunyai keutamaan sesuai dengan lamanya dia bersahabat dengan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, dia lebih dulu masuk Islam bersama Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, mendengar dan melihatnya (merupakan satu keutamaan baginya – pent).

Orang yang paling rendah persahabatannya dengan Rasulullah tetap lebih utama dari pada generasi yang tidak pernah melihatnya, walaupun mereka bertemu dengan Allah dengan membawa seluruh amalannya.

Mereka yang telah bersahabat dengan Nabi shallallahu'alaihi wasallam telah melihat
dan mendengar beliau lebih utama (karena persahabatan mereka) dari kalangan Tabi’in
walaupun mereka (Tabi’in) telah beramal dengan semua amal kebaikan.

Kamis, 08 Desember 2016

Nasib Ruh Manusia Setelah Di Kubur



Renungilah hadits Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam berikut, hadits yang cukup panjang, maka bacalah dengan tidak terburu-buru, dan renungilah, semoga Alloh Subhanahu wa ta’ala memahamkan kita pada agama-Nya.

Dari Al Barro’ bin ‘Azib, dia berkata: “Kami pernah pergi bersama Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam mengiringi jenazah salah seorang dari kaum Anshor. Kami pun sampai di kuburan. Setelah jenazahnya dimasukkan ke liang lahat, Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam duduk (dengan menghadap kiblat) dan kami ikut duduk di sekeliling beliau dalam suasana yang sangat hening dan mencekam. Seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Di tangan beliau terdapat tongkat yang beliau hentakkan ke tanah. (Kemudian, beliau melihat ke langit dan ke bumi. Beliau juga mengangkat dan menurunkan pandangannya sebanyak tiga kali).

Selanjutnya, beliau bersabda: “Mohonlah perlindungan kepada Alloh dari adzab kubur’, sebanyak dua atau tiga kali. (Beliau pun berdo’a: ‘Ya Alloh, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur’) (tiga kali). Setelah itu, beliau bersabda: ‘Sesungguhnya seorang hamba yang beriman jika akan terputus dari kehidupan dunia menuju ke alam akhirat, maka akan turun kepadanya para Malaikat dari langit yang berwajah putih, seolah-olah wajah mereka itu matahari, dengan membawa salah satu dari kafan dan wewangian surga hingga mereka duduk dengan jarak sejauh pandangan.

Selanjutnya, Malaikat maut mendatanginya hingga duduk di dekat kepalanya seraya berkata: ‘Wahai jiwa yang baik (di dalam sebuah riwayat disebutkan: ‘jiwa yang tenang’), keluarlah menuju ampunan dari Alloh dan keridhoan-Nya.’” “Beliau berkata: ‘Maka keluarlah jiwa itu menetes seperti tetesan air yang keluar dari mulut bejana. Kemudian, dia mengambilnya. (Dalam sebuah riwayat disebutkan: ‘Hingga apabila ruhnya keluar, maka setiap Malaikat di antara langit dan bumi memohonkan rahmat untuknya, juga setiap Malaikat yang ada dilangit. Setelah itu, dibukakan baginya pintu-pintu langit. Tidak ada satu pun penghuni pintu itu, melainkan mereka berdo’a kepada Alloh agar ruhnya dinaikkan melalui mereka’). Ketika sudah mengambil ruh itu, mereka tidak akan membiarkannya di tangannya walaupun sekejap mata hingga mereka segera membungkusnya di dalam kafan tersebut dan juga dalam baluran wewangian tadi. (Demikianlah firman Alloh ta’ala: ‘Ia diwafatkan oleh Malaikat-malaikat Kami, dan Malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya’ (QS. Al
An’am : 61).

Maka darinya keluar aroma yang sangat wangi, lebih wangi dari minyak kesturi yang terdapat di muka bumi.” Beliau melanjutkan: “Sesudah itu, ruhnya dibawa naik. Mereka tidak berjalan melewati –yakni, sekumpulan Malaikat, melainkan mereka berkata: ‘Ruh siapa yang wangi ini?’ Mereka menjawab: ‘Fulan bin Fulan.’ –dengan sebutan nama paling baik yang dengannya dulu di dunia mereka memanggilnya hingga akhirnya mereka sampai di langit dunia. Selanjutnya, para Malaikat itu meminta dibukakan pintu untuknya, maka dibukakan pintu bagi mereka. Di setiap langit dia diiringi oleh para Malaikat yang terdekat (kepada Alloh) sampai ke langit berikutnya hingga akhirnya sampai di langit ketujuh. Kemudian, Alloh Azza wa Jalla berfirman: ‘Tuliskan kitab catatan hamba-Ku ini di ‘Illiyin: ‘Tahukah kamu apakah ‘Illiyin itu? (Yaitu) kitab yang bertulis, yang disaksikan oleh Malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Alloh).’ Maka dituliskan kitabnya di ‘Illiyin. Setelah itu, dikatakan): ‘Kembalikanlah ia ke bumi karena sesungguhnya (Aku mtelah menjanjikan bahwa darinya Aku telah menciptakan mereka dan kepadanya Aku akan mengembalikan mereka, serta darinya Aku akan keluarkan mereka pada kesempatan yang lain.’”

Dikatakan lebih lanjut: “Maka (dikembalikan lagi ke bumi dan) ruhnya pun dikembalikan ke jasadnya. (Beliau berkata: ‘Sesungguhnya dia mendengar suara sandal sahabat-sahabatnya jika mereka pulang meninggalkannya’). Sesudah itu dia didatangi oleh dua Malaikat (yang kasar lagi keras), (lalu keduanya menggertaknya dan) mendudukkannya seraya bertanya kepadanya: ‘Siapa Robbmu?’ Dia menjawab: ‘Robbku adalah Alloh.’ ‘Apa agamamu?’ tanya kedua Malaikat itu. Dia menjawab: ‘Islam agamaku.’ Keduanya pun bertanya lagi:
‘Siapakah orang ini yang telah diutus ke tengah-tengah kalian?’ Dia menjawab: ‘Dia adalah Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam.’ Lebih lanjut, keduanya bertanya: ‘Apa amalmu?’ Dia menjawab: ‘Aku telah membaca kitab Alloh. Aku juga beriman kepada-Nya serta membenarkannya.’ Malaikat itu pun menggertak seraya bertanya: ‘Siapa Robbmu, apa agamamu, dan siapa Nabimu?’ Yang demikian itu merupakan ujian terakhir yang diberikan kepada orang mukmin.

Hal ini berlangsung ketika Alloh Azza wa Jalla berfirman: ‘Alloh meneguhkan (iman)
orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia.’ (QS. Ibrohim : 27). Maka dia pun menjawab: ‘Alloh Robbku, Islam agamaku, Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam Nabiku.’ Kemudian ada penyeru yang berseru di langit: ‘Hamba-Ku benar, hamparkan permadani dari Surga untuknya, pakaikanlah pakaian dari surga kepadanya, serta bukakanlah pintu untuknya menuju ke surga.’”

Lebih lanjut, Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setelah itu, didatangkan baginya wewangian dari surga dan dilapangkan pula kuburan untuknya sejauh jarak pandang matanya.” Dia juga menceritakan: “Dia didatangi (dalam sebuah riwayat disebutkan: ‘Yang diserupakan dalam bentuk) seorang laki-laki yang berpakaian bagus dan mempunyai bau yang sangat wangi. Orang itu pun berkata: ‘Sampaikan berita gembira akan datangnya apa yang membuatmu bahagia. (Terimalah kabar gembira berupa keridhoan dari Alloh dan surga-surga yang di dalamnya terdapat kenikmatan yang abadi). Inilah harimu yang dulu pernah dijanjikan kepadamu.’ Selanjutnya, dia bertanya kepada orang itu: ‘Mudah-mudahan engkau diberikan kabar gembira dalam bentuk kebaikan.

Siapakah engkau ini? Wajahmu adalah wajah yang datang dengan membawa kebaikan.’ Maka orang itu menjawab: ‘Aku ini adalah amal sholihmu. (Demi Alloh, aku tidak mengetahui dirimu, melainkan engkau dengan cepat berusaha berbuat taat kepada Alloh, lamban dalam melakukan kemaksiatan, maka Alloh membalasmu dengan kebaikan.’) Kemudian, dikatakan: ‘Ini kedudukanmu jika engkau medurhakai Alloh, tetapi Alloh menggantinya dengan yang ini.’ Ketika dia melihat apa yang terdapat di dalam surga, dia pun berkata: ‘Wahai Robbku, segerakanlah hari kiamat agar aku bisa kembali kepada keluarga dan hartaku.’ (Maka dikatakan kepadanya: ‘Tetaplah di tempatmu.’)”

Lebih lanjut, Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesunguhnya seorang hamba kafir (dalam sebuah riwayat disebutkan: ‘orang yang berbuat keji’) jika akan berpisah dari kehidupan dunia menuju ke alam akhirat, maka akan turun dari langit malaikat-malaikat yang (kasar lagi seram) dengan wajah yang berwarna hitam dengan membawa kain bulu yang kasar (terbuat dari api) dari langit. Mereka duduk di dekatnya dalam jarak sejauh pandangan mata. Kemudian, Malaikat maut mendatanginya hingga duduk di dekat kepalanya. Selanjutnya, Malaikat itu berkata: ‘Wahai, jiwa yang busuk, keluarlah menuju kemurkaan dan kemarahan Alloh.’” Rosululloh bersabda: “Maka ruh yanga ada di dalam jasadnya itu berpisah dengan dicabut seperti dicabutnya tusukan daging (yang banyak geriginya) dari bulu-bulu yang basah. (Bersamaan dengan itu, maka terputus pula urat dan syaraf-syarafnya). (Setiap Malaikat yang ada di antara langit dan bumi melaknatnya, juga setiap-setiap Malaikat yang ada di langit, dan ditutup semua pintu langit. Tidak ada satu penghuni pintu itu, melainkan mereka berdo’a kepada Alloh agar ruhnya tidak dinaikkan melalui mereka). Setelah itu, Malaikat maut mengambilnya dan jika sudah mengambilnya, maka mereka tidak akan membiarkannya berada di tangannya walau sekejap mata pun hingga mereka menempatkannya di dalam kain kasar tesebut. Darinya keluar bau yang sangat busuk, lebih busuk dari bau bangkai yang terdapat di muka bumi.

Sesudah itu, mereka membawanya naik. Mereka tidak melewati sekumpulan Malaikat, melainkan para Malaikat itu bertanya: ‘Ruh siapa yang sangat buruk ini?’ Mereka pun menjawab: ‘Fulan bin Fulan –dengan sebutan nama yang paling buruk yang pernah diberikan di dunia ini- hingga akhirnya sampai di langit dunia. Kemudian, mereka meminta agar dibukakan pintu untuknya, tetapi tidak akan dibukakan pintu untuknya.” Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam membaca: “Sekali-kali tidak dibukakan bagi mereka pintupintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum.” (QS. Al A’rof : 4).

Maka Alloh Azza wa Jalla berfirman: “Tuliskanlah kitabnya di Sijjin, di lapisan tanah paling bawah. (Setelah itu, dikatakan: ‘Kembalikan hamba-Ku itu ke bumi karena sesungguhnya Aku menjanjikan kepada mereka bahwa Aku telah menciptakan mereka darinya (tanah, kepadanya Aku akan mengembalikannya, dan darinya pula Aku akan mengeluarkan mereka pada kesempatan yang lain.” Kemudian, ruhnya dilemparkan (dari langit) sekali lemparan (sehingga mengenai jasadnya). Setelah itu, beliau membaca ayat: “Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Alloh, maka adalah ia seolaholah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. Al Hajj : 31).

Selanjutnya, ruhnya dikembalikan ke jasadnya. (Beliau bersabda: “Sesungguhnya dia mendengar suara sandal sahabat-sahabatnya jika mereka pulang meninggalkan dirinya.”) Sesudah itu, dia didatangi oleh dua Malaikat (yang kasar lagi keras). (Keduanya pun menggertaknya lalu) mendudukkannya seraya bertanya: “Siapa Robbmu?” (Dia menjawab: “E...e..., tidak tahu.” Kedua Malaikat itu bertanya lagi: “Apa agamamu?” Dia menjawab: “E...e...tidak tahu.”). “Bagaimana menurutmu tentang siapakah orang yang telah diutus kepada kalian?,” tanya keduanya juga. Kemudian, dikatakan: “Muhammad.” Dia menjawab: “E...e...tidak tahu. (Aku mendengar orang-orang mengatakan demikian.” Beliau bercerita, lalu dikatakan: “Kamu tidak tahu dan tidak juga mau membaca.”).

Selanjutnya, ada penyeru yang berseru dari langit: “Dia itu bohong. Oleh karena itu,
hamparkanlah untuknya alas dari neraka, bukakan juga untuknya pintu menuju neraka. Maka didatangkan untuknya panas dan racun neraka dan disempitkan pula baginya kuburannya sehingga semua tulang-tulangya remuk. Setelah itu, dia didatangi (dalam sebuah riwayat: ‘Diserupakan untuknya) seseorang yang berwajah sangat buruk, berpakaian jelek, lagi berbau busuk. Orang itu pun berkata: “Terimalah berita yang akan membuatmu sengsara. Inilah hari yang dulu pernah dijanjikan kepadamu.” Dia berkata: (“Kamu sendiri, semoga Alloh memberimu berita keburukan,) siapa kamu ini? Wajahmu seperti wajah orang yang datang dengan membawa keburukan.” Dia menjawab: “Aku adalah amal burukmu. (Demi Alloh, aku tidak mengetahuimu, melainkan engkau benar-benar sangat lamban mentaati Alloh, tetapi justru sangat cepat mendurhakai-Nya). (Semoga Alloh membalas keburukan kepadamu.” Kemudian, ditetapkan baginya kebutaan, ketulian, dan kebisuan, sementara di tangannya terdapat sebatang besi yang jika dipukulkan ke gunung, niscaya gunung itu akan menjadi debu.

Maka Malaikat memukulnya sekali pukulan sehingga dia benar-benar menjadi debu. Setelah itu, Alloh mengembalikannya seperti semula. Selanjutnya, dia dipukul sekali pukulan sehingga dia berteriak keras yang didengar oleh segala sesuatu, kecuali jin dan manusia. Sesudah itu, dibukakan baginya pintu neraka serta dihamparkan pula untuknya lantai dari neraka.)” Maka dia berkata: “Wahai Robbku, janganlah Engkau adakan kiamat.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Al Hakim, Ath Thayalisi, dan Ahmad. Juga oleh An Nasa’i dan Ibnu Majah.

Minggu, 04 Desember 2016

Orang Quraisy Meyakini Allah Sebagai Rabb, Namun Kenapa Rasulullah Perangi Mereka?

perang

Tauhid adalah mengesakan Allah subhanahu wa ta'ala dalam beribadah. Tauhid adalah agama para rasul yang karenanya mereka diutus ke segenap hamba-Nya. Rasul yang pertama adalah Nuh 'alaihis salam. Allah mengutus Nuh kepada kaumnya tatkala mereka berlebih-lebihan kepada orang-orang shaleh mereka seperti: Wadd, Suwa', Ya'uq, Yaghuts, Nasr.

Adapun rasul terakhir adalah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliaulah yang menghancurkan patung-patung orang-orang shaleh tersebut. Allah mengutusnya kepada kaum yang sudah terbiasa beribadah, menunaikan haji, bersedekah, serta banyak berdzikir kepada Allah, tetapi mereka menjadikan sebagian makhluk sebagai perantara antara mereka dengan Allah. Mereka berdalih, kami ingin agar mereka lebih mendekatkan kami kepada Allah, kami ingin syafa'at mereka di sisi Allah.

Sedang para perantara itu terdiri dari para malaikat, Isa bin Maryam dan orang-orang shaleh lainnya. Maka Allah mengutus kepada mereka Muhammad shallallahu wa'alaihi wa sallam agar memperbaharui agama bapak mereka, Ibrahim 'alaihis salam, serta mengkhabarkan bahwa taqarrub dan keyakinan itu hanya hak Allah semata. Keduanya tidak patut diberikan kepada yang lain, meskipun sedikit, baik kepada malaikat, nabi yang diutus, apa lagi kepada selain mereka.

Jika tidak, maka sesungguhnya orang-orang musyrik pun mengakui dan bersaksi bahwasanya Allah adalah Maha Pencipta dan Maha Pemberi rizki, tiada sekutu bagi-Nya. Tidak ada yang memberi rizki kecuali Dia, tidak ada yang menghidupkan dan mematikan kecuali Dia, dan tidak ada yang mengurusi segala perkara kecuali Dia.

Orang-orang musyrikin juga mengakui dan bersaksi bahwa seluruh langit yang tujuh berikut isinya dan segenap bumi berikut isinya adalah hamba-hamba-Nya serta berada di bawah aturan dan kekuasaan-Nya.

Jka Anda menginginkan dalil bahwa orang-orang musyrik yang diperangi Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam itu bersaksi demikian, maka bacalah firman Allah:

"Katakanlah: 'Siapa yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa [menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala urusan?' Maka mereka akan menjawab:'Allah'. Maka katakanlah:'Mengapa kamu tidak bertakwa [kepada-Nya]." (QS. Yunus : 31).

Allah juga berfirman,"Katakanlah:'Kepunyaan siapa bumi ini dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?' Mereka menjawab: 'Kepunyaan Allah'. Katakanlah: 'Maka apakah kamu tidak ingat?' Katakanlah:'Siapa yang mempunyai langit yang 7 dan yang mempunyai 'Arsy yang besar?' Mereka menjawab: 'Kepunyaan Allah'. Katakanlah:'Mengapa kamu tidak bertakwa?' Katakanlah:'Siapa yang ditangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari [adzab] Nya, jika kamu mengetahui?' Mereka akan menjawab:'Kepunyaan Allah'. Katakanlah: '[Kalau demikian], maka dari jalan mana kamu ditipu?" (QS. Al-Mu'minun : 84-89).

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang lain. Walaupun orang-orang musyrik mengakui hal tersebut yakni tauhid rububiyah, tetapi tidak menjadikan mereka sebagai ahli tauhid, yang tauhid [uluhiyah] inilah yang merupakan tujuan dakwah Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam kepada mereka. Dan tauhid yang mereka ingkari itu adalah tauhid ibadah atau disebut juga uluhiyah yang oleh orang-orang musyrik pada zaman dulu mereka namakan sebagai "al-i'tiqad".

Kamis, 01 Desember 2016

Tingkatan Derajat Manusia Dalam Islam

tingkatan manusia

Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan bertauhid kepada-Nya, tunduk kepada-Nya dengan menjalankan ketaatan, dan berlepas diri dari syirik dan pelakunya. Islam terdiri dari tiga tingkatan, yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Masing-masing tingkatan memiliki rukun-rukun.

Tingkatan pertama: Islam

Rukun Islam ada lima, yaitu: bersyahadat la ilaha illallah Muhammad rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, menjalankan puasa ramadhan, dan menunaikkan haji ke baitullah. Dalil syahadat adalah firman Allah ta’ala:
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar melainkan Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran : 18).

Dalil tentang syahadat Muhammad rasulullah adalah firman Allah ta’ala:
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At Taubah : 128).

Dalil tentang shalat dan zakat adalah firman Allah ta’ala:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah : 5).

Dalil tentang puasa adalah firman Allah ta’ala:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah : 183).

Dalil tentang haji adalah firman Alloh ta’ala:
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali Imran : 97).

Tingktan kedua: Iman

Iman memiliki lebih dari tujuh puluh cabang. Cabang iman yang tertinggi adalah mengucapkan la ilaha illallah. Sedangkan cabang iman yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Malu adalah salah satu cabang dalam iman.

Rukun iman ada enam: beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab, para Rasul-Nya, hari akhir, dan kepada takdir baik dan buruk. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi.” (QS Al Baqarah : 177).

Dalil tentang beriman kepada takdir yang baik dan buruk adalah firman Allah ta’ala:
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan takdir.” (QS. Al Qamar : 49).

Tingkatan ketiga: Ihsan

Ihsan merupakan rukun tersendiri. Makna ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihatmu. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang
yang berbuat baik.” (QS. An Nahl : 128).

Dalil dari hadits Nabi adalah hadits Jibril yang terkenal. Hadits itu diriwayatkan dari Umar Radhiyallahu’anhu, dia mengatakan:

“Pada suatu hari ketika kami duduk dekat aosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba tampak dihadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan jauh, dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Lalu ia duduk di hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dia merapatkan lututnya pada lutut Nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas pahanya sendiri, seraya bertanya:

“Hai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam!” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Ilah yang berhak disembah dengan benar selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya.”

Orang itu berkata, “Engkau benar”. Maka kami pun heran, dia yang bertanya kenapa dia pula yang membenarkannya. Maka orang itu bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang Iman” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Hendaklah engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan-Nya (Rasul), kepada hari kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” Orang tadi berkata, “Engkau benar”.

Orang itu bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang Ihsan” Nabi menjawab, “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihatnya, maka sesungguhnya Dia pasti melihatmu.”

Orang itu bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang kiamat” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Orang yang ditanya tentang itu tidak lebih tahu dari yang bertanya.” Selanjutnya orang itu bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya”

Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,“Jika hamba perempuan telah melahirkan majikannya, dan engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, miskin, dan penggembala kambing saling berlomba-lomba mendirikan bangunan.”

Umar berkata “Kemudian orang tersebut beranjak pergi, sedangkan aku terdiam cukup lama. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku”, “Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya itu?” Saya menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui” Rasulullah berkata, “Dia adalah Jibril, dia datang untuk mengajarkan kepada kalian tentang agama kalian.” (HR. Muslim).

Ternyata Kesyirikan di Zaman Kita Lebih Parah Dari Zaman Rasulullah

syirik

Sesungguhnya kaum musyrikin di zaman kita lebih parah kesyirikannya dibandingkan kesyirikan kaum musyrikin zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Karena kaum musyrikin zaman dahulu mereka berbuat syirik ketika mereka dalam keadaan lapang dan mereka mengikhlaskan ibadah kepada Allah ketika mereka dalam keadaan sempit.

Sedangkan orang-orang musyrik di zaman kita, kesyirikan mereka berlangsung terus menerus, baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala yang artinya,“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (QS. Al 'Ankabut : 65).

Demikianlah keadaan kaum musyrikin di zaman Nabi, di saat mereka dalam keadaan sempit misalnya saat berada di tengah laut dan mereka takut tenggelam maka mereka memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata, mereka tinggalkan sekutu-sekutu yang biasa mereka persekutukan dengan Allah. Namun,  saat kesempitan itu telah hilang dari mereka maka kembalilah mereka menyekutukan Allah.

Adapun di zaman ini, sebagian orang menyekutukan Alloh dalam keadaan lapang maupun sempit. Contoh dari pernyataan ini adalah kenyataan di negeri kita sendiri, di mana di suatu daerah kesyirikan telah menjadi ritual tahunan, dengan mempersembahkan ini dan itu kepada tempat-tempat yang dianggap keramat. Maka tatkala wilayah itu terkena musibah gempa, bukannya mereka bertaubat kepada Allah atas kesyirikan yang mereka lakukan, justru mereka malah mengadakan ritual tolak bala ke sebuah laut, mempersembahkan ini dan itu, dan seterusnya, padahal seharusnya mereka kembali kepada Allah dengan bertaubat dan memurnikan ibadah kepada Allah, karena hanya Allah lah yang mampu menghilangkan musibah yang menimpa mereka, bukan yang lainnya.

Inilah kenyataan yang ada, bahwa kesyirikan di zaman ini lebih parah daripada kesyirikan di zaman Nabi, maka usaha untuk membersihkan akidah kaum muslimin dari berbagai noda syirik adalah usaha yang mendesak yang harus dilakukan sebelum usaha-usaha lainnya, wallahu a’lam.

Adab-adab Ketika Bermajelis

masjid

Mengetahui adab-adab dalam majelis adalah suatu keniscyaan dan keutamaan tersendiri sebagai pengejawantahan firman Allah,“ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isra’ : 36).

Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,“ Menuntut ilmu wajib bagi tiap Muslim”.
Maka adalah kewajiban bagi seorang muslim untuk mengetahui ilmunya terlebih dahulu, sebagaimana Imam Bukhari menjadikan bab,"Ilmu sebelum berkata dan beramal”.

Berikut ini adalah adab-adab dalam bermajelis:

1. Mengucapkan salam kepada ahli majelis jika ia hendak masuk dan duduk pada majelis tersebut, hendaknya ia mengikuti majelis tersebut hingga selesai. Jika ia hendak meninggalkan majelis tersebut, ia harus meminta izin kepada ahli majelis lalu mengucapkan salam.

2. Tidak menyuruh seseorang berdiri, pindah atau bergeser agar ia menempati tempat duduknya, dan selayaknya bagi ahli majelis yang telah duduk dalam majelis merenggangkan tempat duduknya, agar seseorang yang mendatangi majelis tadi mendapatkan tempat duduk. Hal ini sebagaimana dalam hadits Rasulullah :

“Janganlah kalian menyuruh temannya bangkit dari tempat duduknya, akan tetapi hendaklah kamu memperluasnya.” (Muttafaq ‘alaihi).

3. Tidak memisahkan dua orang yang sedang duduk agar ia dapat duduk di tengah-tengahnya, kecuali dengan seizinnya, sebagaimana dalam hadits Rasulullah :

“Tidak halal bagi seorang laki-laki duduk di antara dua orang dengan memisahkan mereka kecuali dengan izinnya.” (HR. Abu Dawud dan Turmudzi, hadits Hasan).

4. Apabila seseorang bangkit dari tempat duduknya meninggalkan majelis kemudian kembali lagi, maka ia lebih berhak duduk di tempat yang ditinggalkannya tadi. Sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
“Apabila seseorang bangkit dari duduknya lalu ia kembali, maka ia lebih berhaq duduk di tempatnya tadi.”(HR Abu Daw ud dan Turmudzi, hadits Hasan).

5. Tidak duduk di tengah-tengah halaqoh/majelis, dalilnya :
“Rasulullah melaknat orang yang duduk di tengah-tengah halaqoh.”(HR. Abu Dawud,  Walaupun dha’if dan tak dapat digunakan sebagai hujjah, namun hendaklah kita menghindarkan diri dari duduk di tengah halaqoh, sebagai sikap berjaga-jaga dan berhati-hati).

6. Seseorang di dalam majelis hendaknya memperhatikan adab-adab sebagai berikut :
- Duduk dengan tenang dan sopan, tidak banyak bergerak dan duduk pada tempatnya.
- Tidak menganyam jari, mempermainkan jenggot atau cincinnya, banyak menguap, memasukkan tangan ke hidung, dan sikap-sikap lainnya yang menunjukkan ketidakhormatan kepada majelis.
- Tidak terlalu banyak berbicara, bersenda gurau ataupun berbantah-bantahan yang sia-sia.
- Tidak berbicara dua orang saja dengan berbisik-bisik tanpa melibatkan ahli majelis lainnya.
- Mendengarkan orang lain berbicara hingga selesai dan tidak memotong pembicaraannya.
- Bicara yang perlu dan penting saja, tanpa perlu berputar-putar dan berbasa-basi ke sana ke mari.
- Tidak berbicara dengan meremehkan dan tidak menghormati ahli majelis lain, tidak merasa paling benar (ujub) dan sombong ketika berbicara.
- Menjaw ab salam ketika seseorang masuk ke majelis atau meninggalkan majelis.
- Tidak memandang ajnabiyah (w anita bukan mahram), berbasa-basi dengannya, ataupun melanggar batas hubungan lelaki dengan w anita muslimah bukan mahram, baik kholwat (berdua-duaan antara laki-laki dan w anita bukan mahram) maupun ikhtilath (bercampur baur antara laki-laki dan perempuan bukan mahram).

7. Disunnahkan membuka majelis dengan khutbatul hajah, dimana Rasulullah senantiasa membacanya setiap akan khuthbah, ceramah, baik pada pernikahan, muhadharah (ceramah) ataupun pertemuan, dan sunnah inipun dilanjutkan oleh sahabat-sahabat lainnya dan para as-Salaf Ash-sholeh.

8. Disunnahkan menutup majelis dengan do’a kafaratul majelis, artinya : “Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. Turmudzi, Shahih). Diriwayatkan pula oleh Turmudzi, ketika Nabi ditanya tentang do’a tersebut, beliau menjawab, untuk melunturkan dosa selama di majelis.

Selasa, 15 November 2016

27 Dampak Negatif Perbuatan Zina

zina

Zina merupakan perbuatan yang sangat buruk dan tercela. Allah Azza wa jalla berfirman :
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (al-Isra’ : 32).

Dalam ayat lain, Allah 'Azza wa jalla berfirman :
"Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina." (al-Furqan : 68-69).

Dalam ayat ini, Allah Azza wa jalla menyebutkan perbuatan zina setelah perbuatan syirik dan setelah pembunuhan terhadap jiwa yang diharamkan Allah 'Azza wa jalla. Ini menunjukkan betapa perbuatan zina itu sangatlah buruk.

Dalam ayat lain, Allah Azza wa jalla menyebutkan sanksi bagi pelaku perbuatan nista ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kamu kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akherat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman." (an-Nur : 2).

Para ulama mengatakan : “ini sanksi bagi perempuan dan lelaki yang berzina apabila keduanya belum menikah. Sedangkan bila telah bersuami atau pernah menikah maka keduanya dirajam (dilempari) dengan batu hingga mati.

Zina yang terburuk adalah menzinahi ibunya sendiri, putrinya, saudari atau mahramnya yang lain. Dalam hadits dinyatakan: "Siapa yang menzinahi mahramnya maka bunuhlah! (HR . al-Hakim dan beliau shahihkan).

Zina berisi seluruh kejelekan diantaranya:

1. Zina mengurangi agama seseorang.
2. Zina menghilangkan sifat wara’.
3. Zina merusak kehormatan dan harga diri.
4. Zina mengurangi sifat cemburu.
5. Pezina mendapatkan murka Allah Azza wa jalla.
6. Zina menghitamkan wajah dan menjadikannya gelap.
7. Zina menggelapkan hati dan menghilang cahayanya.
8. Zina mengakibatkan kefakiran yang terus menerus.
9. Zina menghilangkan kesucian pelakunya dan menjatuh nilainya dihadapan Rabbnya dan dihadapan manusia.
10. Zina mencopot sifat dan julukan terpuji seperti ‘iffah, baik, adil, amanah dari pelakunya serta menyematkan sifat cela seperti fajir, pengkhianat, fasiq dan pezina.
11. Pezina menyeburkan diri pada adzab di sebuah tungku api neraka yang bagian atasnya sempit dan bawahnya luas. Sebuah tempat yang pernah disaksikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyiksa para pezina. [HR al-Bukhari dalam shahihnya dari sahabat Samurah bin Jundab Radhiyallahu anhu].
12. Zina menghilangkan nama baik dan menggantinya dengan al khabits, sebuah gelar yang sematkan buat para pezina.
13. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kegelisahan hati buat para pezina.
14. Zina menghilangkan kewibawaan. Wibawanya akan di cabut dari hati keluarga, teman-temannya dan yang lain.
15. Manusia memandangnya sebagai pengkhianat. Tidak ada seorangpun yang bisa mempercayainya mengurusi anak dan istrinya.
16. Allah Azza wa jallamemberikan rasa sumpek dan susah dihati pezina.
17. Pezina telah menghilangkan kesempatan dirinya untuk mendapatkan kenikmatan bersama bidadari di tempat tinggal indah di syurga.
18. Perbuatan zina mendorong pelakunya berani durhaka kepada kedua orang tua, memutus kekerabatan, bisnis haram, menzhalimi orang lain dan menelantarkan istri dan keluarga.
19. Perbuatan zina dikelilingi oleh perbuatan maksiat lainnya. Jadi perbuatan nista ini tidak akan terealisasi kecuali dengan didahului, dibarengi dan diiringi beragam maksiat lainnya. Perbuatan keji menyebabkan keburukan dunia dan akherat.
20. Pelaku zina wajib diberi sanksi; pezina yang belum menikah didera seratus kali dan diasingkan selama setahun dari daerahnya sedangkan pelaku yang pernah menikah atau masih berkeluarga dirajam (dilempari) batu sampai mati.
21. Zina merusak nasab.
22. Zina menghancurkan kehormatan dan harga diri orang.
23. Zina menyebabkan tersebarnya waba penyakit berbahaya, tha’un (lepra) dan tersebarnya penyakit kelamin yang umumnya sulit diobati, minimal penyakit syphilis.
24. Perbuatan zina membuka peluang bagi keluarganya untuk terjerumus dalam perbuatan serupa. Dalam pepatah dikatakan :"Engkau akan dibalas sesuai dengan perbuatanmu".
25. Zina menyebab balasan amalan shalihnya hilang sehingga ia bangkrut pada hari kiamat.
26. Dihari kiamat pelaku zina akan dihadapkan pada orang yang istrinya dizinai untuk diambil pahala kebaikannya sesuka sang suami sehingga tidak tersisa kebaikan sedikitpun.
27. Anggota tubuh seperti tangan, kaki, kulit, telinga, mata dan lisan akan memberikan persaksian yang menyakitkan.

Itulah diantara sekian banyak efek negatif dari perbuatan zina. Semua ini memberikan gambaran betapa buruk dampak perbuatan nista ini dan alangkah rendah moralitas pelakunya. Efek negatif perbuatan tak senonoh ini tidak hanya akan dirasakan oleh si pelaku tapi juga oleh sang anak yang tidak tahu-menahu. semoga Allah Azza wa jalla melindungi kita dan seluruh kaum muslimin dari perbuatan keji ini.

Sumber: almanhaj dengan sedikit pengurangan

Minggu, 13 November 2016

Pembatal-Pembatal Keislaman, No 6 Yang Sering Dilakukan

Pembatal-Pembatal Keislaman

Ketahuilah bahwa termasuk pembatal keislaman terbesar ada 10 yaitu:

Pertama
Syirik dalam beribadah kepada-Nya. Dalilnya adalah firman-Nya: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa di bawahnya bagi siapa yang dikehendaki-Nya?” (QS. An-Nisa : 48).

Di antara syirik adalah menyembelih untuk selain Allah seperti orang yang menyembelih untuk jin atau orang mati.

Kedua
Siapa menjadikan perantara-perantara antara dirinya dengan Allah di mana dia berdoa kepada mereka, meminta syafa'at kepada mereka, dan bertawakkal kepada mereka, maka dia kafir berdasarkan ijma’.

Ketiga
Siapa yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, ragu akan kekafiran mereka, atau membenarkan keyakinan mereka, maka dia kafir berdasarkan ijma’.

Keempat
Siapa yang meyakini bahwa selain petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih sempurna daripada petunjuk beliau, atau selain hukum beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih baik daripada hukum beliau seperti orang-orang yang lebih mendahulukan hukum thaghut daripada hukum beliau, maka dia kafir.

Kelima
Siapa membenci apa pun dari apa yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meskipun mengerjakannya, maka ia kafir. Dalilnya adalah firman-Nya: “Demikian itu karena mereka membenci apa yang Allah turunkan sehingga Dia menghapus amal kebaikannya.” (QS. Muhammad : 9).

Keenam
Siapa yang mengolok-olok apa pun dari agama Allah, atau pahala-Nya, atau siksa-Nya adalah kafir. Dalilnya adalah firman-Nya: “Katakanlah: apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian mengolok-ngolok. Tidak perlu meminta maaf karena sungguh kalian telah kafir setelah kalian beriman.” (QS. At-Taubah : 65-66).

Ketujuh
Sihir misalnya sharf dan ‘athf. Siapa yang melakukannya atau ridha terhadapnya maka kafir. Dalilnya adalah firman-Nya: “Keduanya tidak mengajari seorangpun kecuali mengatakan: kami hanyalah fitnah maka janganlah kamu kafir.” (QS. Al-Baqarah : 102).

Kedelapan
Menolong orang-orang musyrik dan membantu mereka dalam melawan kaum muslimin. Dalilnya adalah firman-Nya: “Siapa dari kalian yang berloyal kepada mereka maka ia bagian dari mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim.” (QS. Al-Ma`idah : 51).

Kesembilan
Siapa yang meyakini bahwa sebagian manusia tidak wajib mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ia boleh keluar dari syariat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana Khidhir keluar dari syariat Musa ‘alaihissalam, maka ia kafir.

Kesepuluh
Berpaling dari agama Allah dengan tidak mempelajarinya atau mengamalkannya. Dalilnya firman-Nya: “Dan siapakah yang lebih zhalim daripada seseorang yang dibacakan kepadanya ayat-ayat Rabb-nya lalu dia berpaling darinya. Sesungguhnya Kami akan menghukum orang-orang pendosa.” (QS. As-Sajdah : 22)

Tidak ada perbedaan dalam pembatal-pembatal ini antara orang yang bercanda, serius, atau takut kecuali orang yang dipaksa. Semua pembatal ini termasuk perkara besar yang perlu diwaspadai dan termasuk perkara yang sering terjadi. Wajib bagi setiap muslim untuk mewaspadainya dan takut menimpa dirinya. Kita berlindung kepada Allah dari mendapatkan kemurkaan-Nya dan pedihnya siksa-Nya.

Sumber : Penjelasan Tentang Pembatal Keislaman

Senin, 07 November 2016

Gantungkan Cita-Citamu Setinggi Langit

cita-cita

Abul Faraj Ibnul Jauzi rahimahullah ketika menerangkan ucapan Abu Thayyib Al-Mutanabbi mengatakan: "Aku tidak menganggap aib-aib manusia sebagai kekurangan, seperti kurangnya orang-orang yang mampu mencapai kesempurnaan."

Beliau rahimahullah berkata: "Seyogianya orang yang berakal berusah menyempurnakan dirinya sampai pada batas maksimal yang ia mampu. Seandainya digambarkan kepada anak Adam dirinya dapat naik ke atas langit, sungguh aku memandang kerelaanya tinggal di bumi ini merupakan seburuk-buruknya kekurangan. Jika saja kenabian dapat diperoleh dengan usaha yang sungguh-sungguh, niscaya aku memandang orang-orang yang meninggalkan upaya dalam mendapatkannya berada pada puncak kerendahan. Perjalanan hidup yang baik, menurut para ahli hikmah, adalah keluarnya suatu jiwa menuju puncak kesempurnaan yang mungkin dalam keilmuan dan amalan."

Beliau berkata: "Secara ringkas, tidaklah ia tinggalkan satu keutamaan pun yang mungkin untuk dia raih melainkan ia berusaha mendapatkannya. Karena sesungguhnya merasa cukup (dalam hal ini, pen.) adalah kondisi orang-orang yang rendah. Maka jadilah dirimu seorang yang kedua kakinya berpijak di atas tanah, akan tetapi cita-citanya berada pada bintang Tsurayya.

Jika engkau mampu untuk melampaui seluruh ulama dan orang-orang yang zuhud, maka lakukanlah. Karena sesungguhnya mereka adalah lelaki dan engkau pun juga lelaki, dan tidaklah pemalas itu bermalas-malasan melainkan karena rendahnya keinginan dan hinanya cita-citanya.

Ketahuilah, sungguh engkau berada pada medan pertempuran, sedangkan waktu itu akan berlalu dengan cepat. Maka janganlah engkau kekal dalam kemalasan. Tidaklah sesuatu itu dapat terluput melainkan karena kemalasan, dan tidaklah seseorang dapat meraih apa yang dicapainya melainkan karena kesungguhan dan tekadnya yang bulat."

(Awa'iquth Thalab hal. 51-52)

Sumber: Majalah Asy Syari'ah

Inilah Pangkal Segala Keburukan


Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan:
"Empat perkara yang jika ada pada diri seseorang niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menjaganya dari setan dan mengharamkannya dari api neraka, yaitu siapa saja yang bisa menguasai diri tatkala didera oleh keinginan, rasa takut, nafsu, syahwat, dan kemarahan."

Al-Hafidz Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah menerangkan:
Keempat perkara yang disebutkan oleh Al-Hasan Al-Bashri ini merupakan pangkal dari segala macam keburukan. Karena, keinginan terhadap sesuatu ialah kecenderungan jiwa kepadanya dengan sebab meyakini kemanfaatannya. Sehingga jika seseorang tengah berkeinginan terhadap sesuatu niscaya akan terbawa untuk berusaha mendapatkannya dengan berbagai cara yang dia yakini akan bisa menyampaikannya. Terkadang mayoritas cara-cara tersebut adalah cara-cara yang diharamkan, atau bisa jadi sesuatu yang dia ingini itu sendiri merupakan perkara yang haram.

Sedangkan (definisi) takut adalah kekhawatiran terhadap sesuatu. Apabila seseorang merasa takut terhadap sesuatu niscaya akan melakukan sebab-sebab (faktor-faktor) yang akan menolaknya dengan berbagai cara/jalan yang diyakini akan dapat menolaknya. Adakala kebanyakan dari jalanjalan tersebut adalah perkara-perkara yang diharamkan.

Syahwat adalah kecondongan jiwa pada hal-hal yang mencocokinya di mana jiwa itu merasakan kelezatan/kenyamanan dengannya. Mayoritasnya, jiwa itu cenderung kepada keharaman-keharaman seperti zina, mencuri, minum khamr, condong kepada kekafiran, sihir, kemunafikan, dan kebid'ahan-kebid'ahan.

Sedangkan kemarahan ialah mendidihnya darah di qalbu guna mencegah hal-hal yang menyakitinya tatkala mengkhawatirkan bakal terjadinya suatu peristiwa, atau dalam upaya membalas dendam kepada pihak yang telah menyakitinya sesudah terjadinya peristiwa tersebut. Sehingga muncullah dari semua itu tindakan-tindakan yang haram, seperti pembunuhan, pemukulan, berbagai bentuk kezaliman dan permusuhan. Muncul pula darinya berbagai macam ucapan keji yang bisa saja naik ke derajat kekafiran sebagaimana yang terjadi pada diri Jabalah bin Al-Aiham. Demikian pula sumpah-sumpah yang tidak diperbolehkan secara syariat dan atau sampai mengucapkan kalimat talak (cerai) kepada istri yang kemudian berakhir dengan penyesalan.

(Jami'ul 'Ulum wal Hikam hal. 379-380)

Sumber: Majalah Asy Syari'ah

Wasiat Seorang Ayah Kepada Putranya

ayah dan anak

Al-Imam Ja'far Ash-Shadiq rahimahullah berwasiat kepada putranya, Musa. Beliau rahimahullah berkata:

Wahai anakku…. barangsiapa merasa cukup dengan apa yang menjadi bagiannya maka dia akan menjadi kaya dan barangsiapa memanjangkan pandangannya kepada apa yang ada di tangan orang lain niscaya dia akan mati dalam keadaan miskin.

Barangsiapa yang tidak ridha dengan apa yang diberikan untuknya berarti telah mencacati Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam ketetapan takdir-Nya.

Barangsiapa menganggap kecil ketergelinciran orang lain maka menjadi besarlah ketergelinciran dirinya.

Baca juga : Mengejutkan, Wedang Jahe Minuman Surga?

Barangsiapa menyibak tabir (aib) orang lain maka akan tersibak pula aurat (aib)nya.
Barangsiapa menghunuskan pedang pemberontakan maka akan terbunuh karenanya.
Barangsiapa menggali sumur (lubang) bagi saudaranya maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menjerumuskan dirinya ke dalamnya.

Barangsiapa masuk (bercampur) dengan orang-orang bodoh niscaya akan terhina.
Dan barangsiapa bergaul dengan para ulama maka dia akan dimuliakan dengannya.
Barangsiapa memasuki tempat-tempat kejelekan maka dia akan tertuduh (dengan kejelekan pula,pen).

Wahai anakku…. waspadalah, jangan sampai engkau menganggap remeh orang lain, sehingga engkau pun menjadi hina karenanya.

Waspadalah…. Jangan engkau menggeluti perkara-perkara yang tidak bermanfaat bagi dirimu, sehingga engkau pun menjadi hina karenanya.

Wahai anakku…. katakanlah yang haq (benar) dalam keadaan menguntungkan ataupun
merugikanmu niscaya engkau memiliki kedudukan tersendiri di antara teman-temanmu.

Jadilah engkau seorang yang gemar membaca dan mengikuti Al-Qur'an, seorang yang gigih menyebarkan agama Islam, seorang yang selalu memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran, seorang yang menyambung tali persaudaraan dengan orang yang memutus hubungan rahim denganmu. Jadilah engkau sebagai orang yang selalu memulai dalam menyapa orang-orang yang mendiamkanmu dan memberi kepada orang yang meminta kepadamu.

Baca juga : Bahaya, Jangan Bersumpah Dengan Nama Ini

Wahai anakku…. jauhilah namimah (perbuatan mengadu domba). Sungguh namimah itu akan menanamkan permusuhan di dalam hati-hati (manusia). Dan hati-hatilah dari membongkar aib manusia. Karena kedudukan seseorang yang membongkar aib-aib manusia berada pada posisi sasaran bidik (sewaktu-waktu akan balik dibongkar aibnya, pen.). Apabila engkau mencari kebaikan maka wajib bagimu mengambil dari sumbernya. Sesungguhnya kebaikan itu memiliki asal dan pada asal itu terdapat pokok-pokok dan pada pokok-pokok itu terdapat cabang-cabang, dan pada cabangcabang itu terdapat buah, serta tidaklah buah itu menjadi matang (dengan baik) kecuali pada tangkainya, dan tidaklah ada tangkainya kecuali ada pokoknya dan tidak ada pokok melainkan dengan adanya asal (bibit) yang baik.

Kunjungilah orang-orang yang baik dan jangan mengunjungi orang-orang yang jelek (jahat). Karena orang-orang yang jelek itu ibarat gurun pasir yang tidak dapat memancarkan air, atau ibarat pohon yang tidak menghijau daunnya, atau ibarat tanah yang tidak dapat menumbuhkan rerumputan.

(Al-Imam Ja'far Ash-Shadiq, hal. 27-29, karya Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Abdillah Ad-Darwis, hakim pada Mahkamah Al-Kubra di Qathif)

Sumber: Majalah Asy Syari'ah

Jumat, 04 November 2016

Hilangnya Ikhlas Sebagai Sebab Tertolaknya Amal Ibadah

ikhlas

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu syarat diterimanya amal perbuatan seorang hamba adalah adanya keikhlasan dalam dirinya. Banyak dalil yang menunjukan hal tersebut baik dalam Al Qur'an maupun As Sunnah. Namun disini, saya hanya akan menukil sebuah riwayat dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

Sesungguhnya orang yang paling pertama akan diadili pada hari kiamat adalah seorang lelaki yang mati syahid maka Allah-pun memperkenalkan nikamat-Nya kepadanya dan diapun mengetahuinya. Allah bertanya: Apakah yang engkau perbuat untuk mendapatkan nikamat tersebut?. Maka lelaki tersebut menjawab: Aku telah berperang dalam rangka menegakkan kalimat-Mu sampai mati syahid. Dia membantah lelaki tersebut: “Engkau telah berdusta, akan tetapi engkau berperang agar dikatakan sebagai seorang pemberani, dan itu telah dikatakan kepadamu. Kemudian diperintahkan untuk diseret di atas wajahnya sehingga dicampakkan ke dalam api neraka.

Kemudian seorang lelaki yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an. Maka diapun didatangkan menghadap Allah untuk memperlihatkan nikamtnya sehingga diapun mengetahuinya. Allah bertanya: Apakah yang telah engkau perbuat untuk meraih kenikmatan tersebut?. Lelaki tersebut menjawab: “Aku belajar ilmu agama dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an semata karena diri-Mu. Allah membantah: Engkau telah berdusta, sesungguhnya engkau menimba ilmu agar dikatakan orang yang alim dan membaca Al-Qur’an  agar orang memujimu sebagai  orang pandai membaca, dan itu telah dikatakan bagimu, maka diperintahkanlah malaikat menggeretnya di atas wajahnya sehingga dilemparkan ke dalam api neraka.

Dan seorang lelaki yang diluaskan rizkinya oleh Allah dan diberikan baginya bermacam-macam harta. Maka dia dihadapkan kepada Allah dan Dia memperkenalkan baginya nikmat-nikamatnya. Lalu Allah bertanya kepadanya: Apakah yang telah kamu kerjakan untuk mendapatkannya?. Dia menjawab: Tidaklah satu jalanpun yang engkau senangi untuk diinfaqkan harta padanya kecuali aku menginfaqkan harta padanya karena diriMu”. Allah membantahnya: “Engkau telah berdusta, akan tetapi engkau mengerjakan perbuatan tersebut agar dikatakan sebagai orang yang dermawan dan hal tersebut telah dikatakan bagimu”. Kemudian dirinya digeret di atas wajahnya kemudian dicampakkan ke dalam api neraka. Lalu pada saat hadits ini sampai kepada Mu’awiyah maka diapun menangis dengan sejadi-jadinya, lalu pada saat dia telah sadar dia berkata:  Maha benar dan Rasul-Nya.

Riwayat diatas menunjukan pada kita tentang pentingnya ikhlas ketika kita beramal. Sebab jika amalan yang kita lakukan dicampuri dengan riya' atau sum'ah, maka hancurlah amalan kita dan tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata'ala. Bahkan kita diancam dengan adzab neraka yang pedih sebagimana riwayat diatas.

Oleh karena itu hendaknya kita berusaha agar setiap amalan yang kita lakukan didasari atas keikhlasan dan mengharap ridha dari Allah subhanahu wata'ala. Serta berdoa memohon kepada Allah agar setiap amalan kita diterima oleh-Nya.

Kamis, 03 November 2016

Wajibnya Merapatkan, Meluruskan dan Menyempurnakan Shaf Shalat

shaf shalat

Kadang saya merasa miris saat mendapati shaf shalat yang kurang rapi, bengkak-bengkok, dan tidak rapat serta sangat longgar. Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyuruh kita agar meluruskan, merapatkan dan menyempurnakan shaf shalat kita. Hal inilah yang melatar belakangi saya menulis tulisan ini. Semoga tulisan yang sedikit ini bermanfaat bagi saudaraku sekalian.

Sesungguhnya terdapat begitu banyak hadits yang menganjurkan kita untuk meluruskan, merapatkan dan menyempurnakan shaf. Diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Dari An Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,“Sungguh luruskanlah shaf kalian, atau (jika tidak) Allah akan benar-benar menimbulkan perselisihan di antara wajah-wajah kalian.” [HR Al Bukhari (177) dan Muslim (436)].

Hadits ini mengandung perintah yang sangat tegas bagi kita untuk meluruskan shaf , dan ancaman yang sangat keras bagi yang tidak melakukannya. Imam An Nawawi rahimahullah berkata: “Yang tampak (bagi kami) -wallahu a’lam- maknanya adalah: Allah akan menimbulkan permusuhan, kebencian, dan perselisihan hati di antara kalian.”

2. “Shalat telah ditegakkan (iqamah), lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menghadap kepada kami, lalu berkata: “Luruskan shaf-shaf kalian dan saling merapatlah kalian. Sesungguhnya aku dapat melihat kalian dari belakang punggungku.” [HR Al Bukhari (719) dari Anas bin Malik radhiyallahu'anhu].

Di dalam hadits ini terdapat perintah tambahan, yaitu perintah untuk saling merapatkan shaf.

3. “Luruskanlah shaf-shaf, sejajarkanlah pundak dengan pundak, isilah bagian yang masih renggang, bersikap lembutlah terhadap lengan teman-teman kalian (ketika mengatur shaf), dan jangan biarkan ada celah untuk (dimasuki oleh) syaithan. Barangsiapa yang menyambung shaf maka Allah akan menyambungnya (dengan rahmat-Nya), dan barangsiapa yang memutus shaf maka Allah akan memutuskannya (dari rahmat-Nya).” [HR Abu Dawud (666) Hadits shahih].

4. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata,“Dahulu (pada masa Nabi) salah seorang dari kami menempelkan pundaknya dengan pundak teman (di sebelah)nya dan tapak kakinya dengan tapak kaki teman (di sebelah)nya.” [HR Al Bukhari (725)].

5. Dari An Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu, dia berkata,"Saya melihat seseorang menempelkan pundaknya dengan pundak teman (di sebelah)nya, lututnya dengan lutut teman (di sebelah)nya, dan mata kakinya dengan mata kaki teman (di sebelah)nya." [HR Abu Dawud (662)].

Kedua hadits di atas, yaitu hadits Anas dan hadits An Nu’man radhiyallahu ‘anhuma, menerangkan kepada kita tentang cara merapatkan dan meluruskan shaf dengan benar.

6. “Tidakkah kalian bershaf sebagaimana para malaikat bershaf di sisi Rabb mereka?” Kami bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimanakah cara para malaikat bershaf di sisi Rabb mereka?” Nabi menjawab: “Mereka menyempurnakan shaf-shaf yang terdepan dan saling merapat di dalam shaf.” [HR Muslim (430)].

7. “Sempurnakankanlah shaf yang lebih depan, kemudian barulah yang setelahnya. Jika ada kekurangan (makmum), maka hendaklah pada shaf yang terakhir.” [HR Abu Dawud (671). Hadits shahih].

Hadits ini menerangkan bahwa shaf-shaf yang terdepan haruslah dipenuhkan dengan sempurna. Bila jumlah makmum yang belum mengatur barisan tinggal sedikit, maka hendaknya mereka membentuk barisan shaf di bagian paling belakang.

8. "Luruskan dan ratakan shaf-shaf kalian"(HR Abu Dawud).

9. "Luruskan shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya lurusnya shaf termasuk kesempurnaan shalat."(HR Muslim).

Sebenarnya masih banyak lagi dalil lain yang menunjukan wajibnya meluruskan, merapatkan dan menyempurnakan shaf saat shalat berjama'ah. Namun sebagian orang merasa risih ketika ada orang yang berusaha merapatkan shaf. Bagi mereka yang penting shalat walaupun tidak terpenuhi adab-adab shalat berjama'ah.


Selasa, 01 November 2016

Ini Makna Godaan Setan dari Depan, Belakang, Kanan, dan Kiri

godaan setan

Setan tidak akan pernah berhenti untuk menggoda manusia sampai hari kiamat. Karena inilah misi hidup setan. Semenjak dikeluarkan dari surga, setan meminta waktu penangguhan pada Allah dan Allah mengabulkannya. Ini sesuai dengan dengan firman Allah.

“Turunlah kamu dari surga itu. Karena kamu menyombongkan diri di dalamnya. Maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina.” Iblis menjawab, “Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan.” Allah berfirman, “Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh,” (Qs. al-A’raf : 13-15).

Setelah diberi penangguhan itulah, setan berjanji akan menyesatkan seluruh anak Adam. Setan akan menggiring manusia ke dalam api neraka tanpa pernah berputus asa.

Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,” (Qs. al-A’raf : 16).

Setan juga berjanji, bahwa mereka akan berusaha semaksimal mungkin agar membawa manusia sebanyak-banyaknya ke dalam api neraka bagaimanapun caranya.

“Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat),” (Qs. al-A’raf : 17).

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah makna godaan setan dari arah depan, belakang, sebelah kanan, dan sebelah kiri dalam ayat ini? Mengapa setan tidak menyebutkan godaan dari arah atas?

Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala menjelaskan ayat ini dengan mengutip pendapat dari sahabat mulia ‘Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu. Sebagaimana dijelaskan dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhiim, makna godaan setan dari arah depan ialah setan akan menjadikan manusia ragu terhadap kehidupan akhirat. Godaan dari arah belakang bermakna setan akan menjadikan manusia cinta kepada dunia.

Sebagaimana dikutip dari kisahhikmah.com, godaan dari sebelah kanan berarti setan akan menjadikan manusia samar-samar dalam urusan agama. Sedangkan bisikan dari arah kiri memiliki pengertian setan menjadikan manusia mencintai dan gandrung terhadap perbuatan sia-sia, maksiat, dan dosa.

Sementara itu, al-Hakam bin Abban menuturkan dari ‘Ikrimah dari sahabat mulia ‘Abdullah bin ‘Abbas, “Allah Ta’ala tidak berfirman ‘dari atas mereka’ karena rahmat itu diturunkan dari arah atas.”

Kita harus tahu bahwa setan tidak pernah menyerah untuk menyesatkan kita. Maka dari itu, sudah seharusnya kita terus menerus memohon perlindungan kepada Dzat Yang Maha Melindungi. Wallahu a'lam

Sumber : islampos.com

Senin, 31 Oktober 2016

Jauhi Perkara Ini, Niscaya Kita Akan Selamat

hati

Hadits ini merupakan salah satu landasan pokok dalam syari’at. Abu Daud berkata: Islam itu berkisar pada empat hadits, kemudian dia menyebutkan hadits ini salah satunya.

Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata, Saya mendengar Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda,"Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agamanya dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya di sekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati “. (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Kandungan Hadits :
1. Termasuk sikap wara’5) adalah meninggalkan syubhat.
2. Banyak melakukan syubhat akan mengantarkan seseorang kepada perbuatan haram.
3. Menjauhkan perbuatan dosa kecil karena hal tersebut dapat menyeret seseorang kepada perbuatan dosa besar.
4. Memberikan perhatian terhadap masalah hati, karena padanya terdapat kebaikan fisik.
5. Baiknya amal perbuatan anggota badan merupakan pertanda baiknya hati.
6. Pertanda ketakwaan seseorang jika dia meninggalkan perkara-perkara yang diperbolehkan
karena khawatir akan terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan.
7. Menutup pintu terhadap peluang-peluang perbuatan haram serta haramnya sarana dan cara kearah sana.
8. Hati-hati dalam masalah agama dan kehormatan serta tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mendatangkan persangkaan buruk.

Minggu, 30 Oktober 2016

Proses Tahapan Penciptaan Manusia

janin bayi

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata: Rasulullah
shallallahu`alaihi wa sallam  menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan: Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara: menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan celaka atau bahagianya. Demi Allah yang tidak ada ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli syurga hingga jarak antara dirinya dan syurga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli syurga maka masuklah dia ke dalam syurga. (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Kandungan Hadist :

1. Allah ta’ala mengetahui tentang keadaan makhlukNya sebelum mereka diciptakan dan apa yang akan mereka alami, termasuk masalah bahagia dan celaka.

2. Tidak mungkin bagi manusia di dunia ini untuk memutuskan bahwa dirinya masuk syurga atau neraka, akan tetapi amal perbuatan merupakan sebab untuk memasuki keduanya.

3. Amal perbuatan dinilai di akhirnya. Maka hendaklah manusia tidak terpedaya dengan
kondisinya saat ini, justru harus selalu mohon kepada Allah agar diberi keteguhan dan akhir yang baik (husnul khotimah).

4. Disunnahkan bersumpah untuk mendatangkan kemantapan sebuah perkara dalam jiwa.

5. Tenang dalam masalah rizki dan qanaah (menerima) dengan mengambil sebab-sebab serta
tidak terlalu mengejar-ngejarnya dan mencurahkan hati karenanya.

6. Kehidupan ada di Tangan Allah. Seseorang tidak akan mati kecuali dia telah menyempurnakan umurnya.

7. Sebagian ulama dan orang bijak berkata bahwa dijadikannya pertumbuhan janin manusia dalam kandungan secara berangsur-angsur adalah sebagai rasa belas kasih terhadap ibu. Karena sesungguhnya Allah mampu menciptakannya sekaligus.

Sabtu, 29 Oktober 2016

Mengejutkan, Wedang Jahe Minuman Surga?

makanan surga

Setiap orang tentu merindukan untuk tinggal di dalam surga. Sebab, di dalam surga, terdapat begitu banyak kenikmatan yang akan diperoleh oleh penghuninya. Baik dari berbagai macam buah-buahan, makanan hingga minuman. Dan ada pula yang berasal dari bumi dapat kita temukan kembali di surga. Seperti halnya wedang jahe. Dalam sebuah tafsir Qur’an oleh Sayyid Kalam Faqih juga disebutkan bahwa kenikmatan-kenikmatan surga yang disebutkan Allah dalam Al-Qur’an merupakan hal-hal yang biasa dikenal manusia. Salah satunya adalah minuman segar yang dicampur dengan jahe, yang merupakan tanaman akar beraroma yang disukai orang Arab.

Dikatakan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas minuman yang campurannya adalah jahe,” (QS. Al-Insan ayat 17).

Jahe memang merupakan salah satu tanaman yang cukup berkhasiat bagi manusia. Tanaman ini mampu membuat tubuh terasa lebih hangat dan segar. Seseorang yang memiliki penyakit tertentu dapat disembuhkan melalui minuman yang diolah dengan campuran jahe di dalamnya.

Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah, Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa beliau menganjurkan umatnya untuk mengonsumsi jahe. Dan biasanya, beliau menggunakannya untuk pengobatan.

Jumat, 28 Oktober 2016

Bahaya, Jangan Bersumpah Dengan Nama Ini


Haram hukumnya bersumpah dengan makhluk, seperti Nabi, Ka’bah, amanat, tanggung jawab, anak, orang tua, kehormatan, seorang wali atau orang shaleh dan lain sebagainya. Hal ini adalah termasuk syirik Ashghar (kecil), karena mempersekutukan Allah dengan mengagungkan selain-Nya ketika bersumpah dengan namanya. Dan perbuatan semacam itu termasuk dosa besar yang wajib dilarang, ditinggalkan dan bertaubat darinya.

Baca juga : 14 Waktu Yang Di Sunnahkan Bershalawat

Tetapi sumpah dengan nama selain Allah bisa menjadi syirik akbar, jika orang yang bersumpah dengan wali atau orang shaleh umpamanya, mempunyai kepercayaan bahwa orang tersebut akan melakukan balas dendam kepadanya bila ia dusta dalam sumpahnya, karena dia telah mempersekutukan Allah dengan si wali atau orang shaleh dalam melakukan balas dendam dan mendatangkan mudharat.

Dalil dari larangan diatas adalah sebagai berikut :

1. “Janganlah kamu bersumpah dengan nama bapakmu. Barangsiapa yang bersumpah dengan nama Allah maka hendaknya ia berkata benar, barangsiapa diberi sumpah dengan nama Allah maka supaya menerima, dan barangsiapa yang tidak menerima maka terlepas dari Allah.” (Shahih, riwayat Ibnu Majah. Lihat Shahih Al Jami’ No. 7124).

2. “Janganlah kamu bersumpah dengan nama bapakmu, atau ibumu, atau sekutu-sekutu. Janganlah kamu bersumpah kecuali dengan nama Allah. Dan janganlah kamu bersumpah kecuali dengan berkata benar.” (Shahih, riwayat Abu Daud. Lihat Shahih Al Jami’ No. 7126).

3. “Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat syirik.” (Hadits shahih, riwayat Imam Ahmad dan periwayat lainnya).

Baca juga : 7 Orang Yang Tidak Bisa Mencium Bau Surga

4. “Barangsiapa melakukan sumpah yang diharuskan kepadanya (oleh penguasa) untuk mengambil harta kekayaan seorang Muslim, tetapi dia dusta, maka ketika berjumpa dengan Allah (pada hari kiamat) Dia akan murka kepadanya.” (Muttafaq Alaih).

5. “Barangsiapa bersumpah, lalu memandang lebih baik membatalkan sumpahnya, maka hendaklah ia mengambil yang lebih baik dan melaksanakan kaffarat atas sumpahnya itu.” (H.R; Muslim).

6. “Barangsiapa bersumpah, tetapi mengatakan: “Insya Allah”, maka jika dia mau, boleh melaksanakan sumpahnya; dan jika tidak, boleh tidak melaksanakan tanpa harus membayar kaffarat.” (Hadits Shahih, riwayat An-Nasa’i. Lihat Shahih Al Jami’ No. 6082).

7. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata : “Bersumpah dengan nama Allah tapi ia dusta, lebih baik bagiku daripada bersumpah dengan selain nama Allah meskipun ia benar.”

8. “Barangsiapa di antara kamu bersumpah dengan menyebut nama Al-Latta dan Al-Uzza, maka hendaklah ia mengatakan: Laa Ilaaha Illallah.” Dan barangsiapa berkata kepada sahabatnya : “Mari kita berjudi”, maka hendaklah ia mensedekahkan sesuatu.” (Muttafaq Alaih).

9. “Barangsiapa bersumpah dengan (menyebut) agama selain Islam, sekalipun dusta, maka ia adalah sebagaimana yang dikatakannya.” (Muttafaq Alaih).

Maksudnya, apabila seorang muslim mengatakan bahwa jika ia berbuat demikian maka ia adalah orang Yahudi, atau Nasrani. Dalam masalah ini, apabila maksudnya mengagungkan hal itu adalah kafir. Tetapi apabila yang dimaksud hanyalah pengandaian, maka perlu diteliti, jika ia ingin menjadi seperti itu adalah kafir, tetapi jika ia ingin menjauhi hal yang demikian maka tidak kafir. (lihat Fathul Bari, jilid; 11, hal. 536).

Inilah 14 Waktu Mustajab Untuk Berdoa

berdoa

Allah Subhanahu wata'ala berfirman dalam Al Qur'an yang artinya,“Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku akan kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang yang menyombongkan diri karena enggan beribadah kepada-Ku, akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (QS. Ghafir: 60).

Salah satu usaha agar doa kita dikabulkan oleh Allah Ta’ala adalah dengan memanfaatkan waktu-waktu tertentu yang dijanjikan oleh Allah bahwa doa ketika waktu-waktu tersebut dikabulkan. Diantara waktu-waktu tersebut adalah:

1. Pada hari Arafah
Hari Arafah merupakan hari dimana semua jama’ah haji melakukan wukuf di Arafah atau tanggal 9 Dzulhijjah. Pada hari Arafah, semua jama'ah disarankan berdoa sebanyak-banyaknya, tak terkecuali jama'ah yang tengah berhaji ataupun jamaah yang tidak tengah menunaikan ibadah haji. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,“Doa yang terbaik adalah doa ketika hari Arafah” (HR. At Tirmidzi).

2. Bulan Ramadhan
Pada shalat taraweh, setelah melaksanakan witir, dianjurkan untuk berdoa dengan mengucapkan, lafadz, "Subhanalmalikilquddus" sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ubay bin Ka’ab. Serta dianjurkan pula untuk mengucapkan kalimat itu sebanyak tiga kali sebagaimana disebutkan didalam riwayat an Nasai.

3. Hari Jum’at
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menuturkan perihal hari Jumat lalu beliau bersabda: ‘Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdoa ketika itu, pasti diberikan apa yang ia minta’. Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya waktu tersebut” (HR. Bukhari 935, Muslim 852 dari sahabat Abu Hurairah Radhiallahu’anhu).

4. Sepertiga Malam Terakhir
“Rabb kita turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang akhir pada setiap malamnya. Kemudian berfirman: ‘Orang yang berdoa kepada-Ku akan Ku kabulkan, orang yang meminta sesuatu kepada-Ku akan Kuberikan, orang yang meminta ampunan dari-Ku akan Kuampuni‘” (HR. Bukhari no.1145, Muslim no. 758).

5. Di Antara Adzan dan Iqamat
“Sesungguhnya do’a yang tidak tertolak adalah do’a antara adzan dan iqomah, maka berdo’alah (kala itu).” (HR. Ahmad).

6. Ba'da (setelah) Shalat
Dari Abu Umamah, dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya; wahai Rasulullah, doa apakah yang paling di dengar? Beliau berkata: "Doa di tengah malam terakhir, serta setelah shalat-shalat wajib." (HR. at-Tirmidzi).

7. Saat Turun Hujan
“Doa tidak tertolak pada 2 waktu, yaitu ketika adzan berkumandang dan ketika hujan turun” (HR Al Hakim, 2534, dishahihkan Al Albani di Shahih Al Jami’, 3078).

8. Hari Jum'at
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyebutkan tentang hari Jumat kemudian beliau bersabda: ‘Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdoa ketika itu, pasti diberikan apa yang ia minta’. Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya waktu tersebut” (HR. Bukhari 935, Muslim 852 dari sahabat Abu Hurairah Radhiallahu’anhu).

9. Hari Rabu Antara Dzuhur dan Ashar
“Pada hari Rabu lah doanya dikabulkan, yaitu di antara shalat Dzuhur dan Ashar” (HR. Ahmad, no. 14603, Al Haitsami dalam Majma Az Zawaid, 4/15, berkata: “Semua perawinya tsiqah”, juga dishahihkan Al Albani di Shahih At Targhib, 1185).

10. Saat Perang Berkecamuk
“Doa tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang” (HR. Abu Daud, 2540, Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Nata-ijul Afkar, 1/369, berkata: “Hasan Shahih”).

11. Saat Minum Air Zam-zam
“Khasiat Air Zam-zam itu sesuai niat peminumnya” (HR. Ibnu Majah, 2/1018. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah, 2502).

12. Saat Sujud Dalam Shalat
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,"Seorang hamba berada paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia sedang bersujud. Maka perbanyaklah berdoa ketika itu” (HR. Muslim, no.482).

13. Saat Adzan Berkumandang
“Doa tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang” (HR. Abu Daud, 2540, Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Nata-ijul Afkar, 1/369, berkata: “Hasan Shahih”).

14. Saat Berbuka Puasa
‘”Ada tiga doa yang tidak tertolak. Doanya orang yang berpuasa ketika berbuka, doanya pemimpin yang adil dan doanya orang yang terzhalimi” (HR. Tirmidzi no.2528, Ibnu Majah no.1752, Ibnu Hibban no.2405, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi).

Kamis, 27 Oktober 2016

Perbedaan Kita Dengan Para Generasi Terbaik Umat Ini


Dari fenomena yang tampak pada saat ini, kita menyaksikan khutbah-khutbah, nasehat-nasehat, pelajaran-pelajaran banyak sekali, melebihi pada zaman para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in serta tabi'ut tabi'in. Namun bersamaan itu pula, amal perbuatan sedikit. Sering kali kita mendengarkan perintah Allah dan Rasul-Nya namun, sering juga kita tidak melihat ketaatan, dan sering kali kita mengetahuinya, namun seringkali juga kita tidak mengamalkan.

Inilah perbedaan antara kita dan sahabat-sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tabi'in dan tabi'ut tabi'in yang mereka itu hidup pada masa yang mulia. Sungguh pada masa mereka nasehat-nasehat, khutbah-khutbah dan pelajaran-pelajaran sedikit, hingga berkata salah seorang sahabat. "Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala memberikan nasehat mencari keadaan dimana kita giat, lantaran khawatir kita bosan" [Muttafaqun 'Alaihi].

Di zaman para sahabat dahulu sedikit perkataan tetapi banyak perbuatan, mereka mengetahui bahwa apa yang mereka dengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam wajib diamalkan, sebagaimana keadaan tentara yang wajib melaksanakan komando atasannya di medan pertempuran, dan kalau tidak dilaksanakan kekalahan serta kehinaanlah yang akan dialami.

Allah subhanahu wata'ala berfirman yang artinya,"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata" [QS. Al-Ahzab : 36].

Para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu, menerima wahyu Allah 'Azza wa Jalla dengan perantaraan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sikap mendengar, taat serta cepat mengamalkan. Tidaklah mereka terlambat sedikitpun dalam mengamalkan perintah dan larangan yang mereka dengar, dan juga tidak terlambat mengamalkan ilmu yang mereka pelajari dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Demikianlah , sikap para sahabat Nabi dahulu tatkala menerima wahyu dari Allah 'Azza wa Jalla, adapun kita (berbeda sekali), tiap pagi dan petang telinga kita mendengarkan perintah-peritah serta larangan-larangan Allah dan Rasul-Nya, akan tetapi seolah-olah kita tidak mendengarkannya sedikitpun.

Hikmah Mengapa Manusia Tidak Mendengar Adzab Kubur

siksa kubur

Setiap muslim wajib meyakini bahwa ketika seorang manusia meninggal, maka ada dua keadaan yang akan dialaminya, apakah ia mendapat nikmat kubur ataukah siksa kubur. Salah satu siksaan yang dialami ahli kubur adalah dipukul karena  tidak  mampu  menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, sama saja  apakah orang  kafir atau munafik. Dia akan dipukul dengan Mirzabah yakni pemukul atau palu dari besi.

Disebutkan dalam suatu  riwayat, kalau seluruh penduduk Mina berkumpul untuk  memikulnya maka mereka tidak mampu untuk memikulnya. Apabila dia dipukul maka akan  berteriak dengan teriakan yang terdengar oleh semua makhluk kecuali manusia.

Terkadang yang mendengarnya akan terpengaruh dengannya, sebagaimana  Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah melewati kuburan musyrikin dari atas keledainya, maka keledai tersebut lari menjauh, hampir melemparkan Beliau dikarenakan keledai tersebut mendengar  suara orang yang sedang diadzab. (HR. Muslim (2867) dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu).

Sedangkan manusia tidak mendengar teriakan tersebut karena beberapa hikmah:

1) Pertama seperti yang diisyaratkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,”Kalaulah seandainya kalian tidak saling menguburkan, niscaya aku akan berdo’a kepada Allah agar Allah memperdengarkan azab kubur kepada kalian”.(HR. Muslim dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu).

2) Dirahasiakannya hal tersebut untuk menutup rahasia/aib­aib  mayit.

3) Agar keluarganya tidak selalu bersedih, karena jika keluarganya mendengar mayit tersebut
sedang diadzab dan berteriak, maka mereka tidak akan tenang hidupnya.

4) Agar keluarganya tidak menanggung malu, karena manusia akan berkata :  inilah anakmu, inilah bapakmu, inilah saudaramu, dan sebagainya.

5) Sesungguhnya kita akan binasa karena suara teriakan tersebut sangatlah tidak  menyenangkan, bahkan suara tersebut dapat merontokkan jantung dari uratnya, maka manusia akan mati atau pingsan karenanya.

6) Kalau manusia dapat mendengar teriakan orang­orang yang diadzab, maka beriman  dengan adzab kubur merupakan keimanan terhadap sesuatu yang  nampak, bukan beriman dengan hal ghaib lagi, sehingga ketika itu tidak ada lagi manfaatnya ujian. Karena manusia itu akan beriman dengan segala sesuatu yang dia akan saksikan dengan pasti, manakala hal tersebut tidak nampak darinya. Dan mereka tidak akan mengetahuinya kecuali dengan jalan  pengabaran sehingga menjadi termasuk bab beriman dengan hal ghaib.

Rabu, 26 Oktober 2016

Keutamaan Berjalan Menuju Masjid

berjalan ke masjid

Allah telah memuliakan umat Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wasallam di banding umat Nabi sebelumnya. Diantara keutamaannya adalah umat Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wasallam adalah umat yang terakhir namun diakhirat kelak akan didahulukan dari pada umat yang lain. Selain itu, kelebihan yang diberikan oleh Allah pada umat ini adalah dengan amalan yang sedikit atau kecil namun pahala yang diberikan begitu besar. Namun terkadang kebanyakan umat ini tidak mau memanfaatkan kelebihan ini. Diantara amalan yang banyak ditinggalkan oleh kebanyakan kaum muslimin adalah shalat berjama'ah, padahal keutamaan berjalan menuju masjid sangat besar sekali pahalanya. Diantara pahalanya adalah :

Dihapusnya Dosa Dan Diangkat Derajatnya

“Siapa yang bersuci di rumahnya kemudian berangkat ke rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari Allah (shalat), niscaya langkah-langkahnya yang satu akan menghapuskan kesalahan dan yang lainnya akan mengangkat derajat“ (HR.Muslim).

Allah Menyediakan Surga 

“Siapa yang segera berangkat ke masjid dan kemudian (setelah selesai shalat) keluar darinya niscaya akan Allah sediakan baginya suatu tempat di syurga setiap kali dia berangkat dan keluar dari masjid“ (HR.Bukhari).

Mendapatkan Pahala Ihram

“Siapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan suci untuk melakukan shalat fardhu, maka pahalanya bagaikan pahala orang yang sedang melakukan ihram“ (Shahih Abu Daud).

Mendapatkan Cahaya di Hari Kiamat

“Berikan kabar gembira kepada orang yang berjalan dalam kegelapan menuju masjid, yaitu bahwa mereka akan mendapatkan cahaya yang terang benderang pada hari kiamat“ (Shahih Ibnu Majah).

Setelah mengetahui besarnya pahala yang disediakan oleh Allah, apakah kita masih menyia-nyiakannya?

Selasa, 25 Oktober 2016

Ternyata Menyeru Dengan Seruan Ini, Terancam Api Neraka

jahiliyah

“Dia (Allah) telah menamai kalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini.” (QS. Al-Hajj : 78).

Dan dari Al-Harits Al-Asy’ari, dia menceritakannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,“Aku memerintahkan kalian dengan lima hal yang diperintahkan Allah kepadaku; (yaitu) untuk mendengar, untuk taat, untuk berjihad, untuk hijroh, dan untuk bersatu dengan al-jama’ah. Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan al-jama’ah sejarak sejengkal, maka berarti telah melepaskan tali Islam dari lehernya, kecuali dia kembali. Dan barangsiapa yang menyeru dengan seruan jahiliyah, maka dia termasuk dari kumpulan penghuni neraka jahannam.”

Kemudian seseorang berkata kepada beliau, “Wahai Rosulullah, meskipun dia sholat dan puasa?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,“Meskipun dia sholat dan puasa. Maka serulah dengan seruan-seruan Allah yang memberi nama kalian (seperti) kaum muslimin, kaum mukminin, dan hamba-hamba Allah.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi. Beliau At-Tirmidzi berkata: Ini hadits hasan shohih).

Dan dalam Ash-shohih,“Barangsiapa yang meninggalkan al-jama’ah sejarak satu jengkal, maka jika dia mati, dia mati dengan cara jahiliyah.”

Dan di dalam Ash-Shohih,“Apakah kalian menyeru dengan seruan jahiliyah padahal aku berada di antara kalian?”

Berkata Abul ‘Abbas rohimahullah: “Setiap seruan yang keluar dari seruan Islam dan Al-Qur’an baik secara nasab, secara daerah, jenis, madzhab, atau thoriqoh maka itu termasuk penisbatan jahiliyah. Bahkan ketika seorang Muhajirin dan seorang Anshor saling bertengkar. Kemudian orang Muhajirin itu menyeru, “Wahai kaum Muhajirin tolonglah!” Kemudian orang Anshor itu menyeru, “Wahai orang-orang Anshor tolonglah!” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Apakah kalian menyeru dengan seruan jahiliyah padahal aku berada di antara kalian?” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat marah dengan ucapan tersebut.”

Hadits diatas merupakan peringatan dari seruan-seruan jahiliyah, seperti "wahai keluarga fulan, wahai orang-orang Mekkah, wahai orang-orang Nejed. Tetapi serukan “Wahai ahlut tauhid, wahai orang-orang yang beriman.” Semua mereka adalah saudara. Jika terjadi peperangan, mereka tidak menisbatkan, “Wahai keluarga fulan, wahai anak turunan qohthon, wahai bani ini, wahai bani itu.” Tidak. Mereka adalah satu. Kaum muslimin adalah satu. Mereka tidak boleh mendebat dengan seruan-seruan jahiliyah. Oleh karena itu ketika dikatakan, “Wahai muhajirin” Yang lain mengatakan, “Wahai Anshor” Maka nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Apakah dengan seruan-seruan jahiliyah (kalian menyeru) padahal aku masih ada di antara kalian?”

Maka wajib untuk menyeru dengan seruan-seruan Islam, seperti: “Wahai saudara-saudaraku, wahai kaum muslimin”, demikian ketika meminta pertolongan dan memberi semangat mereka untuk berperang dengan nama Islam dan dengan nama iman.