Kamis, 29 September 2016

Jalan Yang Lurus Dan Benar Bersama Ahlul Hadits dan Atsar

hadits

Imam Ahmad Rahimahullahu berkata: “Ahlul Hadits adalah sebaikbaik manusia yang berkata tentang ilmu.” (Atsar Shohih diriwayatkan Khotib Baghdadi Rahimahullahu di Syarofu Ashabil Hadits: 95).

Al-Auza’i Rahimahullahu juga berkata dengan yang semisalnya. (lihat Syarofu Ashabil Hadits: 97).

Ibnul Mubarok Rahimahullahu berkata: “Manusia yang paling teguh diatas jalan yang lurus adalah Ahlul Hadits.” (lihat Syarofu Ashabil Hadits: 117).

Imam Syafi’i Rahimahullahu berkata:  “Siapa yang menulis Hadits akan kuat hujahnya.” (lihat Syarofu Ashabil Hadits: 148).

Kholifah Harun Ar-Rosyid Rahimahullahu berkata: “Aku mencari kebenaran, lalu aku mendapatinya bersama Ahlul Hadits.” (lihat Syarofu Ashabil Hadits: 110).

Baca juga : 7 Orang Yang Tidak Bisa Mencium Bau Surga

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullahu berkata: “Manusia yang paling luas ilmunya (ilmu syar'i) dan paling dekat dengan Rasul, paling mengetahui perkataannya dan perbuatannya, gerak-geriknya dan diamnya, masuk dan keluarnya (dari rumah), lahir dan batinnya, paling mengenal sahabatnya, sejarahnya dan hari-harinya, paling besar perannya dalam mengumpulkan hadits dan meriwayatkannya, paling teguh dalam mentaatinya dan mengikutinya, dan menjadikannya sebagai suri tauladan, mereka adalah Ahlu Sunnah dan Hadits. Mereka menghafal sunnahnya dan mengetahui antara hadits yang shohih dan yang lemah dengan ilmu dan pemahaman yang Allah berikan kepada mereka dalam memahami maknanya, dengan keimanan, pembenaran, ketaatan dan ketundukan. Meraka mengikutinya dan mengambilnya sebagai suri tauladan. Mereka juga memiliki akal yang sangat kuat, memahami qiyas, mampu membedakan (antara hadits shohih dan lemah). Maka tidakkah orang-orang yang rendah agama dan akalnya mengetahui bahwasanya mereka adalah manusia yang berhak disifati dengan kejujuran, ilmu dan iman, yang berhak meneliti siapa yang menyelisihi mereka. Mereka mempunyai ilmu yang tidak diakui oleh orang-orang jahil dan ahli bid’ah, padahal apa yang ada di sisi mereka adalah kebenaran yang nyata. Adapun orang-orang yang jahil tentang urusan (petunjuk) mereka dan orang-orang yang menyelisihi mereka adalah orang-orang yang hina dan penuh dengan kesesatan.” (lihat Majmu’ Fatawa: 4/85, 4/49, 6/354).

Ibnu Qutaibah Rahimahullahu berkata: "Adapun Ahlul Hadits, mereka mencari kebenaran dari tempatnya dan mengambilnya dari sumbernya, mereka mendekatkan diri (beribadah) kepada Allah dengan mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan mengumpulkan atsar-atsarnya (jejaknya) dan kabarkabarnya (hadits-haditsnya) dari timur dan barat. Kemudian mereka senantiasa mencari kabar-kabar dan menelitinya sampai mereka mengetahui mana yang shohih dan yang lemah, yang nasikh (menghapus) dan mansukh (yang dihapus). Mereka juga mengetahui siapa yang menyelisihi dari (sebagian) ulama’ yang condong kepada pendapat, maka merekapun memperingatkan akan hal itu sehingga kebenaran nampak setelah ia tersembunyi sebelumnya, dan ia pun tinggi menjulang setelah sebelumnya hilang, dan ia berkumpul setelah sebelumnya bercerai-berai. Mereka menuntun  manusia kepada Sunnah setelah mereka melupakannya, sehingga manusia mengambil hukum dari Hadits Rasulillah setelah mereka berhukum dengan perkataan Si A dan Si B walaupun perkataan tersebut menyelisihi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.” (lihat Ta’wilu Mukhtalifil Hadits hal 73-74).

Abul Qosim Al-Ashbahani Rahimahullahu berkata: “Sesungguhnya jalan yang lurus bersama Ahlul Hadits, dan kebenaran adalah apa yang mereka riwayatkan dan yang mereka nukil.” (lihat al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah karya Abul Qoshim Al Ashbahani: 2/223, dengan sedikit ringkasan).

Abul Qosim Al-Ashbahani Rahimahullahu juga berkata: “Kebenaran yang di dakwahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah suatu yang kita yakini dan kita jadikan manhaj, akan tetapi Allah tidak menghendaki kebenaran dan aqidah yang murni melainkan bersama Ahlul Hadits dan Atsar, karena mereka mengambil agama dan akidah mereka dari kholaf (ulama’ yang datang setelah salaf) ke salaf (ulama’ yang terdahulu), dari generasi ke generasi, sampai kepada Tabi’in, dan Tabi’in mengambil agama dari Sahabat Nabi, para Sahabat mengambil agama dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Maka tidak ada jalan untuk mengetahui apa yang didakwahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada manusia dari agama yang murni dan jalan lurus kecuali dengan jalan yang dilalui oleh Ahlul Hadits. Adapun seluruh golongan-golongan (sesat) mereka mencari agama dari jalan yang salah.” (lihat al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah karya Abul Qoshim Al-Ashbahani: 2/223, dengan sedikit ringkasan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar