Takut kepada Allah yang sebenarnya dan yang terpuji adalah takut yang menghalangi pemiliknya dari apa-apa yang diharamkan oleh Allah dan mendorongnya untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya. Rasulullah bersabda:
"Barangsiapa takut niscaya dia berangkat di waktu akhir malam, dan barangsiapa berangkat di waktu akhir ma lam niscaya dia mencapai tempat tujuan. Ketahuilah sesungguhnya barang dagangan Allah itu mahal, ketahuilah sesungguhnya barang dagangan Allah itu adalah surga." (Hadits Shahih dengan syahidnya, riwayat al-Bukhari di dalam at-Taariikh, at-Tirmidzi, al-Hakim, Abd bin Humaid, Al-Uqaili, al-Qudha'i dan Abu Nu'aim. Lihat Silsilah al Ahaadits ash-Shahihah no: 2335).
Imam Ibnu Abil `Izzi al-Hanafi berkata,"Seorang hamba wa jib untuk takut dan berharap (kepada Allah), dan sesungguhnya takut yang terpuji dan yang sebenarnya adalah yang menghalangi pemiliknya dari apa-apa ya ng diharamkan oleh Allah. Apabila (takut) itu melewati batas, dikhawatirkan dia terjatuh pada sikap putus asa." (Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah: 371, takhrij Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, penerbit: al-Maktab al-Islami, cet: VII).
Syaikh Muhammad bin Shalih al 'Utsaimin ha zhahullah berkata,"Dan takut kepada Allah ada yang terpuji dan ada yang tidak terpuji. Yang terpuji adalah yang tujuannya / akhirnya akan menghalangimu dari maksiat terhadap Allah, yang mendorongmu untuk mengerjakan kewa jiban-kewajiban dan meninggalkan apa-apa yang diharamkan. Sedangkan yang tidak terpuji adalah yang membawa seorang hamba menjadi putus asa dari rahmat Allah, sehingga di saat itu hamba tadi menyesali (dirinya) dan patah semangat; bisa jadi dia terus-menerus menjalankan kemaksiatan karena keputus-asaannya yang kuat." (Syarh Tsalatsatul Ushul: 57, penerbit: Daar ats-Tsurayya, cet: III, tahun: 1417 H/ 1997 M).
Imam Ibnu Abil `Izzi al-Hanafi juga berkata,"Dan setiap orang, apabila engkau takut terhadapnya, niscaya engkau lari darinya, kecuali (takut) terhadap Allah Ta'ala, karena sesungguhnya apabila engkau takut terhadap-Nya, niscaya engkau lari kepada-Nya. Maka seseorang yang takut (kepada Allah) itu, dia lari dari Rabbnya menuju Rabbnya." (Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah: 372, takhrij Syeikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, penerbit: al-Maktab al-Islami, cet: VII).
Sehingga takut seorang hamba yang sebenarnya kepada Allah itu tidak sebagaimana takutnya Iblis/setan kepada Allah. Karena setan itu juga takut kepada Allah, tetapi takutnya tidak mendorongnya untuk tunduk dan taat kepada-Nya, bahkan dia enggan dan sombong/takabbur untuk taat kepada-Nya. Allah ber firman:
"Dan ketika setan menjadikan mereka (orang-orang kafi r Quraisy-pen) memandang baik pekerjaan mereka, dan mengatakan: "Tidak ada seorang manusiapun yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu". Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat-melihat (berhadapan pada perang Badar-pen), setan itu balik ke belakang seraya berkata: "Sesungguhnya saya berlepas diri dari kamu, sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kalian tidak dapat melihat, sesungguhnya saya takut kepada Allah."Dan Allah sangat keras siksa-Nya. (QS. Al- Anfal : 48).
Juga fi rman-Nya, (Bujukan orang-orang Manafi k itu adalah) seperti (bujukan) setan ketika dia berkata kepada manusia: "Kafi rlah kamu", maka tatkala manusia itu telah ka fir, setan berkata: "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta alam." (QS. Al Hasyr : 16).
Dan setan termasuk golongan orang-orang ka fir karena dia enggan dan takabbur untuk mentaati Allah, walaupun dia juga takut kepada-Nya sebagaimana ayat-ayat di atas. Allah berfi rman,"Dan (ingatlah) ketika Kami berfi rman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam", maka merekapun sujud kecuali Ibiis, dia enggan dan takabbur dan dia termasuk golongan orang-orang yang kafi r. (QS. AI Baqarah : 34).
Demikianlah takut yang sebenarnya kepada Allah, yang mendorong untuk menjalankan perintah-perintah-Nya, meninggalkan larangan-larangan-Nya dan bersegera menjalankan berbagai kebaikan. Allah memuji kepada orang yang mempunyai rasa takut semacam ini. Dia berfi rman,"Sesungguhnya orang yang berhati-hati karena takut (terhadap siksa) Rabb mereka. Dan orang -orang yang beriman terhadap ayat-ayat Rabb mereka. Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan (sesuatupun)dengan Rabb mereka, Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya." (QS. Al-Mukminun : 57 -61).
Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad dan Sunan at-Tirmidzi dari Aisyah siapa yang berkata:
Aku bertanya kepada Rasulullah tentang ayat ini. (Dan orang-orang yang membersihkan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut) (QS. Al-Mukminun: 60), apakah mereka adalah orang-orang yang berzina, minum khamr dan mencuri?". Beliau menjawab: "Tidak wahai (Aisyah) anak ash-Shidiiq, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, melaksanakan shalat, bershadaqah dan mereka khawatir (amalan mereka) tidak diterima." (Lihat al-Ahaadits ash-Shahihah no: 162).
Al-Hasan berkata,"Mereka telah beramal -demi Allah- dengan semua ketaatan-ketaatan dan mereka telah bersunggah-sungguh padanya, serta mereka takut (seandainya amalan-amalan mereka) ditolak. Sesungguhnya seorang mukmin itu menggabungkan antara berbuat baik dengan takut (tidak di terima amalannya), sedangkan orang munafi k menggabungkan antara berbuat buruk dengan (merasa) aman (dari siksa Allah)."
Dan fi rman-Nya,"Orang-orang laki-Iaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual-beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Dan mereka takut terhadap suatu hari yang (pada hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (QS. An-Nur: 37).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar